Bismillah…
Mari kita renungkan kisah dari sahabat Abdullah bin Umar -radhiyallahu’anhuma- berikut:
أخذ رسول الله صلى الله عليه وسلم بمنكبي فقال
“Suatu ketika Nabi merangkulku lalu beliau menyampaikan nasehat,
كن في الدنيا كأنك غريب أو عابر سبيل
“Jadilah kamu di dunia ini seperti orang asing atau numpang lewat.” (HR. Bukhari).
Pelajaran dari hadis:
- Mengajar dengan interaksi langsung adalah salahsatu metode mendidik yang baik.
- Pentingnya mendidik dengan membangun kedekatan antar murid dengan guru. Pratek mendidik seperti ini tampak sangat dominan di dalam proses mendidik yang dilakukan oleh Nabi, sebagaimana yang tersebut di dalam hadis ini Nabi tak segan-segan merangkul muridnya, di hadis yang lain Nabi memboncengkan muridnya, bahkan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam menyebut seluruh murid beliau sebagai sahabat, kedekatan beliau dengan murid sampai menjadikan beliau berpesan kepada seluruh umatnya,
لا تسبوا أصحابي فلو أن أحدكم أنفق مثل أحد ذهباً ما بلغ مد أحدهم ولا نصيفه
“Janganlah kalian cela para sahabatku, karena seandainya salah seorang dari kalian berinfak dengan emas sebesar gunung Uhud, niscaya hal itu tidak akan bisa menandingi satu mud pun dari mereka atau setengahnya.” (HR. Bukhari).
Kedekatan dengan anak yang kita didik bisa dilakukan dengan memperhatikan sikap yang tepat terhadap masing-masing jenjang umur manusia. Teori ini pernah disampaikan oleh Sufyan As-Tsauri rahimahullah:
لاعب ولدك سبعا، وأدبه سبعا، وصاحبه سبعا
Dalam mendidik anak ajaklah anakmu bermain selama tujuh tahun (pertama), tegakkan adab kedisiplinan pada tujuh tahun berikutnya dan jadikan dirimu sebagaisahabat baginya pada tujuh tahun berikutnya.
Dari ungkapan di atas, tahapan mendidik anak dapat dibagi menjadi pada 3 fase berikut:
1. Usia 0-7 dengan metode bermain.
2. Usia 8-14 dengan metode ta’dib (pendisiplinan).
3. Usia 15+ dengan metode menjadi sahabat bagi anak.
3. Di saat membangun kedekatan antar guru dengan muridnya adalah cara yang sangat esensial di dalam pendidikan, maka filosofi ini menunjukkan beberapa turunan nilai pendidikan berikut:
-
- Guru berupaya mencintai muridnya. Mengajar murid dengan rasa cinta akan menjadikan ilmu disampaikan dengan rasa yang tulus dan hati yang ikhlas.
- Murid berupaya mencintai gurunya. Sehingga murid akan terbuka menerima ilmu yang disampaikan oleh guru. Belajar dengan rasa cinta akan menjadi kekuatan si murid untuk berjuang sepenuh untuk ilmu, juga menjadikan mereka belajar dengan kesadaran dan ketulusan. Motivasi-motivasi ini bisa menjadi wasilah berkahnya ilmu yang diperoleh.
Referensi:
As-Shuri, Yusuf Khotir Hasan. Asaalib Ar-Rasul fi Ad-Da’wah wat tarbiyah (Hal. 39). Shunduq At-Kakaful.
Penulis: Ahmad Anshori
Artikel: Remajaislam.com