Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menemui situasi di mana seseorang ingin membaca Al-Qur’an tetapi dalam keadaan belum berwudhu. Misalnya, seorang ibu yang sedang mengajarkan ngaji ke anaknya, seorang santri yang ingin menghafal Al Quran atau seseorang ingin mengambil atau memindahkan mushaf dari satu tempat ke tempat lain, tetapi ia tidak dalam keadaan suci.
Dalam kondisi seperti ini, timbul pertanyaan: Apakah menyentuh mushaf tanpa wudhu diperbolehkan dalam Islam? Apakah hukum ini berlaku hanya untuk bagian yang bertuliskan ayat-ayat suci, ataukah juga mencakup sampul dan bagian kosong dari mushaf? Bagaimana pendapat para ulama mengenai hal ini?
Pandangan Ulama tentang Menyentuh Mushaf Tanpa Wudhu
Para ulama memiliki pandangan yang berbeda mengenai hukum menyentuh mushaf tanpa wudhu. Mayoritas ulama dari empat mazhab utama dalam Islam (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali) berpendapat bahwa tidak diperbolehkan bagi seseorang yang tidak dalam keadaan suci untuk menyentuh mushaf, baik bagian dalamnya maupun sampulnya yang menyatu. Termasuk juga bagian tepi halaman, area kosong di antara ayat-ayat, footnote serta lembaran kosong dalam mushaf.
Pendapat ini berlandaskan firman Allah dalam surah Al-Waqi’ah ayat 79:
لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ
Tidak ada yang menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.” (QS. Al-Waqi’ah: 79)
Meskipun ayat ini dalam tafsir klasik lebih banyak dikaitkan dengan kitab suci yang ada di Lauh Mahfuzh dan malaikat yang menyentuhnya, banyak ulama menafsirkannya sebagai larangan bagi manusia yang tidak dalam keadaan suci untuk menyentuh mushaf.
Dalam Ensiklopedia Fikih Kuwait terdapat keterangan:
ذهب جمهور الفقهاء من الحنفيّة والمالكيّة والشّافعيّة والحنابلة إلى أنّه يمتنع على غير المتطهّر مس جلد المصحف المتّصل , والحواشي الّتي لا كتابة فيها من أوراق المصحف , والبياض بين السطور , وكذا ما فيه من صحائف خاليةٍ من الكتابة بالكلّيّة , وذلك لأنّها تابعة للمكتوب وذهب بعض الحنفيّة والشّافعيّة إلى جواز ذلك”
Mayoritas ulama berpendapat bahwa larangan menyentuh mushaf berlaku untuk seluruh bagian yang terhubung dengannya, baik sampul, lembaran kosong, maupun pinggiran kertas yang tidak tertulis. Namun, sebagian ulama dari mazhab Hanafi dan Syafi’i memperbolehkan menyentuh bagian tersebut, dengan alasan bahwa bagian tersebut tidak termasuk dalam tulisan suci Al-Qur’an itu sendiri.
Syaikh Ibnu Baz rahimahullah juga menjelaskan bahwa tidak diperbolehkan menyentuh mushaf bagi seseorang yang tidak suci dari hadas besar maupun kecil. Bahkan, memindahkan mushaf dari satu tempat ke tempat lain juga dilarang jika dalam keadaan tidak berwudhu. Namun, ada pengecualian, yaitu jika seseorang menyentuh atau memindahkannya dengan perantara, seperti:
- Membungkus mushaf dalam kain
- Menggunakan sarung mushaf
- Memegangnya melalui tali penggantungnya
Dalam kondisi ini, menyentuh mushaf tidak menjadi masalah karena tidak dilakukan secara langsung.
Namun, ada kelonggaran dalam membaca Al-Qur’an. Seseorang yang dalam keadaan hadas tetap diperbolehkan membaca Al-Qur’an dari hafalan tanpa menyentuh mushaf. Jika ingin membaca langsung dari mushaf, ia dapat meminta orang lain untuk memegang mushaf dan membantunya membacakan ayat-ayat yang ingin ia baca atau hafalkan (Majmu’ Fatawa Ibni Baz, 10/149-150).
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hukum menyentuh mushaf tanpa wudhu adalah tidak diperbolehkan menurut mayoritas ulama, terutama jika menyentuh langsung bagian tulisan Al-Qur’an. Namun, terdapat kelonggaran bagi mereka yang ingin menyentuh sampul atau bagian luar mushaf yang terpisah darinya. Selain itu, membaca Al-Qur’an dari hafalan tetap diperbolehkan meskipun seseorang sedang dalam keadaan tidak suci.
Sebagai bentuk penghormatan terhadap Al-Qur’an, umat Islam dianjurkan untuk selalu dalam keadaan suci saat membacanya. Dengan menjaga adab dan kesucian dalam berinteraksi dengan kitab suci ini, kita menunjukkan rasa hormat terhadap wahyu Allah yang diturunkan sebagai petunjuk bagi seluruh manusia.
Wallahua’lam bis showab.
Ditulis oleh: Ahmad Anshori, Lc., M.Pd.
Artikel: Remajaislam.com