Zaman sekarang, jadi content creator itu bisa jadi sumber cuan yang menggiurkan. Dari YouTube, TikTok, sampai Instagram, banyak yang sukses meraup penghasilan dari iklan, endorse, dan kolaborasi lainnya. Tapi, pertanyaannya: uang yang mereka dapat halal atau ada yang haram juga? Yuk, kita bahas dengan gaya santai tapi tetap serius!
Syrat Jual Beli dalam Islam
Dalam Islam, transaksi jual beli itu boleh, asal memenuhi tiga syarat utama:
- Akad (Shighoh) – dengan adanya bukti yang jelas bahwa transaksi jual beli terjadi.
- Pihak yang Bertransaksi (Aqidan) – Harus sah secara hukum, yaitu udah cukup umur dan berakal (mukallaf).
- Objek Transaksi (Ma’qud ‘Alaih) – Barang atau jasa yang diperjualbelikan harus jelas dan halal.
Nah, gimana dengan dunia content creation? Masih sesuai syariat atau malah nyerempet yang dilarang?
1. Akad.
Akad itu intinya kejelasan dari kedua pihak yang bertransaksi untuk melakukan jual beli. Misalnya, kalau di dunia nyata, akad itu kayak tukang bakso yang bilang, “Ini baksonya, bayar segini ya!” dan pembeli setuju. Nah, di dunia digital juga gitu, cuma akadnya lebih fleksibel:
- YouTuber upload video, lalu YouTube bayar mereka lewat AdSense. Akadnya? Jelas ada.
- Dapat sponsor buat promosi produk, ada perjanjian tertulis. Aman? Aman!
Selama semua pihak paham, transparan, dan rela, transaksi ini halal.
2. Pihak yang Bertransaksi: Siapa yang Terlibat?
Pihak yang terlibat dalam penghasilan content creator biasanya:
- Content creator (orang yang bikin konten).
- Platform digital (misalnya YouTube, TikTok, Instagram, dll.).
- Pengiklan atau brand (yang bayar buat iklan atau endorse).
Yang penting, semua pihak dihukumi sah melakukan transaksi, sadar dan ikhlas dalam transaksinya. Jangan sampai ada yang dipaksa atau kena tipu. Kalau semuanya sah secara hukum dan syariat, nggak ada masalah.
3. Objek Transaksi: Barangnya Apa?
Nah, sekarang pada asalnya barang atau jasa yang diperjualbelikan ini harus jelas. Jangan jual barang yang nggak ada. Tapi ada model akad yang dikecualikan dari aturan prinsip ini yaitu akad salam dan akad istishna’. Dalam dunia digital bentuk akad yang terjadi biasanya kedua bentuk ini:
- Akad Salam → Pembeli bayar dulu, lalu content creator bikin kontennya. Contohnya, orang langganan Patreon atau beli pre-order video iklan atau content tertentu.
- Akad Istishna’ → Content creator bikin konten dulu, baru dibayar setelah selesai. Misalnya, pesanan desain grafis atau video khusus buat brand.
Selama akadnya jelas, spesifikasinya transparan, dan nggak ada tipu-tipu, insyaAllah halal. Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- bilang:
من أَسْلَفَ في شَيْءٍ فَفِي كَيْلٍ مَعْلُومٍ وَوَزْنٍ مَعْلُومٍ إلى أَجَلٍ مَعْلُومٍ
“Kalau pesan barang, pastikan takaran, timbangan, dan waktu pengirimannya jelas.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Disamping itu, konten yang dijual adalah konten yang otentik karya creator itu sendiri atau karya orang yang sudah dia beli. Termasuk bahan-bahannya juga dipastikan halal, yaitu bahan-bahan yang diizinkan diperjual belikan oleh pihak yang menerbitkan. Seseorang tidak boleh menjual barang yang bukan miliknya kecuali dengan izin pemiliknya. Tidak boleh menggunakan karya orang lain tanpa izin atau kerelaan untuk mecari cuan; itu sama saja mencuri. Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- melarang tindakan tersebut:
لَا تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ
“Jangan menjual barang yang bukan milikmu.” (HR. At-Tirmidzi, An-Nasai, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad. Dinilai Shahih oleh Al-Albani dalam Irwa’ Al-Ghalil no. 1292)
Konten yang Halal vs Haram
Nah, ini yang paling penting! Penghasilan content creator bisa jadi haram kalau:
- Kontennya bertentangan dengan syariat: misalnya, mengandung maksiat, hoaks, fitnah, eksploitasi aurat, musik yang dilarang atau promosi produk haram misalnya, iklan judi, alkohol, barang yang dilarang dalam Islam.
- Melanggar hak cipta: pakai konten orang lain tanpa izin buat cari cuan.
Karena Nabi Muhammad -shallallahu’alaihi wa sallam- bersabda:
إنَّ اللهَ تعالى إذا حرَّمَ شَيئًا حرَّمَ ثَمَنَه
“Apabila Allah mengharamkan sesuatu, maka haram juga jual belinya.” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban, dan Daruqutni)
Jadi, Boleh Nggak Jadi Content Creator?
Boleh banget!
Asalkan dipastikan halal ya, yaitu pastikan dapat memenuhi tiga syarat sah dalam transaksi Islam: akad yang jelas, pihak yang bertransaksi sah dan ikhlas, serta objek transaksi yang halal. Ini mencakup pendapatan dari iklan, sponsor, dan jasa pembuatan konten, asalkan transparan dan tidak melanggar syariat.
Menurut Ijtima’ Ulama MUI 2024, penghasilan dari platform seperti YouTube, TikTok, dan lainnya bisa jadi haram kalau kontennya bertentangan dengan syariat.
Jadi, yuk tetap kreatif tapi tetap jaga batasan! Cuan boleh dikejar, tapi pastikan juga halanya ya, biar berkah.
Jangan sampai demi uang, malah jadi dosa.
Keep it halal and stay awesome!
Ditulis oleh: Ahmad Anshori, Lc., M.Pd.
Artikel: Remajaislam.com