Bismillah…
Hukum muntahan adalah najis, bahkan menurut para ulama najisnya muntah tidak ada berdebatan, sebagaimana diungkapkan oleh Imam Az-Zarkasyi Al-Hambali berikut:
الخارج من الإنسان ثلاثة أقسام :
طاهر بلا نزاع : وهو الدمع ، والعرق ، والريق ، والمخاط ، والبصاق.
ونجس بلا نزاع : وهو البول والغائط ، والودي ، والدم وما في معناه ، والقيء .
ومختلف فيه : وهو المني ، والمذي ، وبلغم المعدة لتردده بين القيء ونخامة الرأس” .
“Benda-benda yang keluar dari tubuh manusia terbagi menjadi tiga macam:
1) Disepakati kesuciannya, seperti air mata, keringat, air liur, ingus dan dahak.
2) Disepakati najisnya, seperti air kencing, wadi, darah atau yang sejenis darah dan muntahan.
3) Diperselisihkan status suci dan najisnya, seperti mani, madzi, dan lendir lambung yang meragukan statusnya apakah identik dengan muntahan dan ludah.”
Alasan yang mendasari najisnya muntah adalah:
Sebuah hadis dari sahabat Abdullah bin Abbas -radhiyallahu’anhuma-, Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- bersabada:
الْعَائِدُ فِي هِبَتِهِ كَالْكلب يقيء ثم يعود فِي قَيْئِه
“Orang yang mengambil kembali pemberiannya seperti anjing yang menelan kembali muntahannya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Di saat menelan muntahan dijadikan permisalahan terhadap sebuah perbuatan yang haram, ini menunjukkan bahwa muntah hukumnya najis. Di dalam situs islamqa asuhan Syaikh Shalih Al-Munajjid diterangkan,
والتعبير عن النجس بالحرام موجود لدى بعض المتقدمين ، وقد استعمله الإمام الشافعي في الأم
“Mengungkapkan hal-hal yang najis menggunakan istilah haram telah dipakai oleh beberapa ulama terdahulu. Imam Syafi’i telah menggunakannya dalam kitabnya Al-Umm.”
Dan juga hadis dari sahabat Abu Darda’ -radhiyallahu’anhu-,
أن النبيَّ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ قاءَ فأفطرَ فتوضأ
“Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- pernah muntah lalu beliau berwudhu.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -rahimahullah- menerangkan hadis ini:
وَسَوَاءٌ أُرِيدَ غَسْلُ يَدِهِ أَوِ الْوُضُوءُ الشَّرْعِيُّ ؛ لِأَنَّهُ لَا يَكُونُ إِلَّا عَنْ نَجَاسَةٍ
“Baik yang dimaksud berwudhu di sini adalah sekedar mencuci tangan atau wudhu yang syar’i, karena membasuh badan karena terkena muntahan tidak menunjukkan kecuali najisnya muntahan.” (Majmu’ Fatawa 21/597)
Kemudian, dalil selanjutnya yang menunjukkan bahwa muntahan itu najis adalah qiyas (analogi), yaitu diqiyaskan dengan najis-najis yang lain yang keluar dari tubuh manusia, seperti air kencing dan kotoran, karenya mengandung illat yang sama, yaitu sama-sama benda yang dimasukkan ke dalam tubuh lalu telah berubah menjadi benda yang berbau busuk/amis/bacin dan telah rusak (fatawa islam no. 123124)
Wallahua’lam bis showab.
Ditulis oleh: Ahmad Anshori
Artikel: Remajaislam.com