Bismillah…
Boleh, karena ibadah I’tikaf tidak disyaratkan dalam keadaan suci, asalkan bisa memastikan aman dari tersebarnya najis di masjid dan memperhatikan syarat yang lain yang telah di jelaskan di sini. Syaikh Abdullah Jibrin -rahimahullah- menjelaskan,
وعليه فإنه في هذا العصر الذي توفرت فيه حفائظ للنساء تمنع من انتشار دم الحيض ومن تلويث المسجد أو غيره فلا حرج في بقاء المعتكفة في المسجد وإكمالها لمدة اعتكافها
“Perempuan haid boleh melakukan I’tikaf di masjid. Terlebih di zaman ini pembalut untuk mencegah tercecernya darah haid yang bisa mengotori masjid atau tempat lainnya, dapat dengan mudah diperoleh. Sehingga tidak mengapa wanita haid berada di masjid untuk menyempurnakan masa I’tikafnya.” (Tashil Al-Fiqh: 7/568)
Adanya anggapan perempuan haid tidak boleh berada di masjid ini kurang tepat karena:
Pertama, tidak adanya dalil yang melarang wanita haid berdiam di masjid.
Adapun ayat 43 surat An-Nisa di atas, tidak sedikitpun menyinggung wanita haid. Hanya menyinggung orang yang junub. Dan tidak benar mengqiyaskan haid kepada junub. Karena kaidah mengatakan,
لا قياس في العبادة
“Tidak ada qiyas dalam masalah ibadah.”
Disamping itu, haid dan junub adalah dua hal yang berbeda, sehingga tidak bisa diqiyaskan. Diantara perbedaan yang mendasar adalah : wanita haid tidak diperintahkan sholat, sementara orang junub tetap diperintahkan sholat. Haid membatalkan puasa dan junub tidak semuanya membatalkan puasa, contohnya seperti mimpi basah.
Demikian pula hadis di atas,
إني لا أحل المسجد لحائض ولا جنب
“Saya tidak menghalalkan yang mengalami haid dan junub untuk berada di dalam masjid”. (HR. Abu Dawud & Ibnu Majah)
Hadis ini dinilai do’if (lemah) oleh para ulama hadis. Karena diantara rowinya terdapat “Aflat bin Kholifah.” yang dinilai bermasalah oleh banyak ulama hadis.
Diantaranya dinyatakan Imam Baghowi –rahimahumullah-,
وجَوَّزَ أحمد والمزني المكث فيه وضعّف أحمد الحديث لأن راويه وهو أفلت بن خليفة مجهول
Ahmad dan Al Muzani berpendapat wanita haid boleh berdiam di masjid. Dan Ahmad menilai hadis yang dijadikan argumen dalam hal ini (yakni hadis riwayat Abu Dawud & Ibnu Majah di atas) statusnya dho’if. Karena diantara perawinya ada yang bernama Aflat bin Kholifah, dia ini orang yang majhul (tidak dikenal kapabilitasnya dalam meriwayatkan hadis). (Lihat : Syarhus Sunnah 2/46)
Pakar hadis kontemporer uang menilai dho’if adalah, Syeikh Albani –rahimahullah– dalam buku beliau “Tamamul Minnah” (halaman 118-119).
Kalau saja hadis ini shahih, tentu menjadi dalil tegas larangan perempuan haid masuk masjid. Sehingga tidak perlu ada perbedaan pendapat. Namun kenyataannya hadis ini do’if, tidak bisa dijadikan dalil.
Kedua, kaidah ushul fiqih yang berbunyi,
البراءة الأصلية
“Pada asalnya seseorang terlepas daripada pembebanan dan kewajiban syari’at’.”
Mengingat ayat dan hadis di atas tidak bisa dijadikan dalil melarang perempuan haid berdiam di masjid, maka yang tepat dalam hal ini, kita berpegang pada hukum asal seorang tidak terbebani syariat, sampai ada dalil yang menerangkan.
Syekh Ali Muhammad Farkhus (Ulama Aljazair) menjelaskan,
فلم يَرِدْ دليلٌ ثابتٌ صريحٌ يمنع الحائضَ مِنْ دخول المسجد، والأصلُ عدَمُ المنع
“Tidak ada dalil shahih dan tegas yang melarang perempuan haid masuk masjid. Dan hukum asal seorang hamba itu tidak dibebani larangan.” (https://ferkous.com/home/?q=fatwa-35)
Ketiga, bolehnya orang kafir atau musyrik masuk masjid.
Para ulama menjelaskan bahwa orang-orang kafir boleh masuk masjid selain Masjidil Haram. Karena Allah berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّمَا ٱلۡمُشۡرِكُونَ نَجَسٞ فَلَا يَقۡرَبُواْ ٱلۡمَسۡجِدَ ٱلۡحَرَامَ بَعۡدَ عَامِهِمۡ هَٰذَاۚ
Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis (kotor jiwa), karena itu janganlah mereka mendekati Masjidilharam setelah tahun ini. (QS. At-Taubah : 28)
Dahulu Nabi pernah mengumpulkan para tamu kaum Nasrani dari Najran di masjid. Untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah kepada mereka. (Lihat kisah ini di : Zadul Ma’ad, Ibnul Qayyim 3/549)
Jika orang kafir saja boleh masuk masjid, padahal bisa dipastikan ada najis di badan mereka, diantaranya haid, karena memang mereka tidak perduli dengan kesucian badan, tentu wanita muslimah yang haid, yang sudah tentu menjaga diri dari najis, lebih boleh untuk masuk masjid.
Keempat, keumuman sabda Rasulullah ﷺ,
المسلم لا ينجس
Muslim itu tidaklah najis. (HR. Bukhori dan Muslim)
إِنَّ ذَلِكِ شَيْءٌ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَى بَنَاتِ آدَمَ، فَافْعَلِي مَا يَفْعَلُ الحَاجُّ، غَيْرَ أَنْ لاَ تَطُوفِي بِالْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِي
Sesungguhnya haid adalah perkara yang telah Allah tetapkan untuk putri Adam. Lakukan seperti yang dilakukan jamaah haji, hanya saja kamu tidak boleh towaf di Ka’bah sampai kamu suci. (HR. Bukhari 294 dan Muslim 1211)
Rasulullah tidak melarang Ibunda Aisyah untuk masuk Masjidil Haram. Yang beliau larang hanya towaf mengelilingi Ka’bah, karena memang towaf adalah sholat, hanya saja dibolehkan berbicara. Dan wanita haid, memang tidak boleh melakukan sholat.
Sebagaimana diterangkan oleh Syekh Ali Muhammad Farkhus –hafidzohullah-,
ولم يمنَعْها النَّبيُّ صلَّى الله عليه وسلَّم مِنَ الدخول إلى المسجد للمُكْث فيه، وإنَّما نَهَاها عن الطواف بالبيت لأنَّ الطوافَ بالبيت صلاةٌ
Nabi shalallahu alaihi wa sallam tidak melarang beliau masuk masjid untuk berdiam di dalam masjid. Nabi hanya melarang beliau melakukan towaf. Karena towaf mengelilingi Ka’bah adalah sholat. (https://ferkous.com/home/?q=fatwa-35)
Keenam, kisah seorang wanita yang tinggal di sebuah bilik dalam masjid Nabawi.
Kisah ini diceritakan oleh Ibunda Aisyah radhiyallahu ‘anha,
أن وليدة كانت سوداء لحي من العرب فأعتقوها فكانت معهم … قالت عائشة فكان لها خباء في المسجد أو حفش قالت: فكانت تأتيني فتحدث عني …
“Ada seorang budak wanita berkulit hitam milik suatu kampung, lalu mereka bebaskan. Kemudian wanita itu tinggal bersama kabilah yang menempati kampung tersebut…
Sejak itu,” lanjut Ibunda Aisyah…. “dia mendapat tempat tinggal berupa sebuah bilik di dalam masjid. Beliau biasa mendatangiku dan mengobrol denganku.” (HR. Bukhori).
Nabi tidak melarang wanita itu tinggal di dalam masjid, padahal sudah pasti mengalami haid. Inilah dalil paling kuat bahwa wanita haid boleh masuk masjid.
Wallahua’lam bis showab.
Penulis : Ahmad Anshori
Artikel : RemajaIslam.com