Ada tiga rincian tentang kulit hewan dari tinjauan suci dan tidaknya:
Pertama, suci.
Yaitu kulit hewan halal dimakan yang mati karena disembelih secara syar’i. Hukumnya suci berdasarkan kesepakatan seluruh ulama. Karena sembelihan yang Syar’i telah menjadikan seluruh tubuh hewan menjadi halal dan suci, kecuali darah yang mengalir, contohnya seperti kulit sapi, kambing, kelinci dll. Hukum suci di sini berlaku baik sesudah disamak ataupun sebelum disamak, artinya disamak ataupun tidak, kulitnya sudah suci.
Kedua, suci setelah disamak.
Yaitu kulit hewan yang halal dagingnya’ seperti sapi, kambing, kelinci dll, namun mati bukan karena sembelihan yang syar’i atau mati sebagai bangkai. Hukum kulit hewan yang seperti ini najis, bisa berubah menjadi suci dan boleh dimanfaatkan jika telah disamak. Dalilnya adalah sabda Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- kepada seorang budak milik Maimunah -radhiyallahu’anha- saat kambing pemberian untuknya mati:
هَلَّا أَخَذْتُمْ إِهَابَهَا فَدَبَغْتُمُوهُ فَانْتَفَعْتُمْ بِهِ
“Mengapa kamu tidak ambil saja kulitnya lalu kamu samak agar supaya bisa dimanfaatkan?”
Mereka berkata, “Kamibing ini sudah menjadi bangkai.”
Nabi menjawab,
إِنَّمَا حَرُمَ أَكْلُهَا
“Yang haram itu hanya memakannya.” (HR. Muslim)
Ketiga, najis; baik sebelum disamak atau setelah disamak.
Yaitu segala kulit hewan yang haram dimakan, seperti kulit babi, singa, harimau, anjing dll. Samak tidak bisa mengubahnya menjadi suci. Karena Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- bersabda,
دباغها ذكاتها
“Samaknya kulit bangkai sama seperti sembelihannya.” (HR. An-Nasai)
Di dalam hadis ini Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- menyamakan samak dengan menyembelih, maksudnya adalah, sebagaimana menyembelih dapat mensucikan dan menghalalkan hewan yang halal, maka demikian pula fungsi samak, ia dapat mensucikan dan menghalalkan pemanfaatan kulit hewan yang halal yang mati sebagai najis yaitu bangkai. Sehingga kulit babi, anjing dan hewan haram lainnya, tetaplah najis meskipun disamak. Artinya, samak tidak dapat mensucikan kulit hewan yang seperti itu. Sebagaimana sembelihan tidak akan pernah bisa menghalalkan babi dan anjing.
Pemahaman ini sebagaimana penjelasan yang pernah disampaikan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin -rahimahullah-,
“Pada hadis tersebut (yaitu yang penulis nukilkan di atas, pen) Nabi menyebut samak sama dengan menyembelih. Dan penyembelihan secara syar’i (dzakah) hanya berlaku pada hewan yang boleh dimakan. Jadi, jika anda menyembelih seekor keledai, menyebut nama Allah atasnya, dan mengalirkan darahnya, itu tidak disebut dzakah/sembelihan yang halal. Oleh karena itu, kami katakan: Kulit hewan yang haram dimakan, meskipun suci saat masih hidup, tidak menjadi suci melalui penyamakan.” (Syarah Al-Mumti’ 1/91 dalam islamqa).
Wallahua’lam bis showab.
Penulis: Ahmad Anshori
Artikel: Remajaislam.com