Bismillah…
Hadis yang menjadi bahasan adalah hadis dari sahabat Ali bin Abi Thalib -radhiyallahu’anhu-, beliau mengatakan, “Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- berpesan kepadaku, “Ya Ali, ucapkanlah doa ini…
اللَّهُمَّ اهْدِنِي وَسَدِّدْنِي
ALLAHUMMAH DINII WA SADDIDNII
“Ya Allah, berilah aku petunjuk dan ketepatan memilih petunjuk.”
Lalu Nabi melanjutkan sabdanya:
وَاذْكُرْ بالهُدَى هِدَايَتَكَ الطَّرِيقَ، وَالسَّدَادِ سَدَادَ السَّهْمِ
“Ingat-ingatlah petunjukmu itu seperti kamu mengingat jalan, dan ketepatan itu seperti anak panah yang mengenai sasarannya.” (HR. Muslim)
____
Orang-orang sukses adalah mereka yang memiliki tujuan hidup lalu berusaha sungguh-sungguh untuk menggapainya. Dan coba anda perhatikan hadis ini, di dalam doa yang Nabi ajarkan kepada sahabat Ali itu menyebutkan dua hal yang amat penting, dua hal yang menjadi kunci seluruh kesuksesan dunia dan akhirat, yaitu Al-Hidayah dan As-Sadad.
Lantas apa itu Al-Hidayah dan apa itu As-Sadad?
Hidayah adalah petunjuk. Yaitu seorang yang mengetahui jalan untuk sampai kepada tujuan, itulah yang disebut hidayah.
Adapun sadad, ada dua makna yang diterangkan para ulama:
- Keistiqomahan (konsistensi) menempuh jalan hidayah yang dapat mengantarkan kepada tujuan.
- Ketepatan memilih jalan paling efektif efisien untuk sampai kepada tujuan.
Kedua makna sadad tersebut sebagaimana diterangkan oleh Imam An-Nawawi -rahimahullah- di dalam Syarah Shahih Muslim:
السداد هو الاستقامة، والقصد في الأمور
“As-Sadad adalah, istiqomah dan ketepatan jalan.”
Meminta kepada Allah kedua hal ini amatlah penting. Karena seseorang bisa saja mengetahui jalan akan tetapi tidak ada ketepatan dalam mencapai tujuan. Seperti seseorang yang memiliki tujuan besar dalam hidupnya dan ia tahu cara mencapainya, tetapi tidak mencapai tujuannya karena kesibukan, lemahnya tekad, atau tidak mengatur prioritas dengan baik. Sehingga dalam menuju keberhasilan, yang diperlukan bukan hanya menetapkan tujuan dan mengetahui cara mencapainya, tetapi juga betul-betul bisa mencapainya. Jika digabungkan, hidayah dan sadad adalah keterampilan yang baik berkenaan tujuan hidup, termasuk di dalamnya menetapkan tujuan, merumuskannya, mengukurnya, dan membuat rencana pelaksanaan terukur untuk mencapainya.
Sebagai contoh, jika anda ingin sukses menjadi ulama, maka pelajarilah cara menjadi ulama, saat anda telah menemukannya, anda telah mendapat hidayah. Lalu Anda laksanakan berbagai cara itu agar bisa menjadi ulama, anda konsisten menjalankannya, tidak menoleh kanan dan kiri, di samping itu anda menemukan jalan yang paling tepat bagi situasi dan kemampuan anda untuk mencapai tujuan itu, nah saat itulah adalah mendapatkan sadad. Oleh karenanya Nabi permisalkan sadad itu seperti anak panah yang melesat lurus tepat pada sasaran. Anak panah itu terus melaju lurus ke depan, tidak berbelok kanan dan kiri apalagi menyimpang jalan, dan ia tepat mengenai sasaran, itulah sadad.
Lalu, ada sebuah pelajaran tentang menghayati doa dan menghadirkannya dalam setiap langkah ikhtiar:
وَاذْكُرْ بالهُدَى هِدَايَتَكَ الطَّرِيقَ، وَالسَّدَادِ سَدَادَ السَّهْمِ
“Ingat-ingatlah petunjukmu itu seperti kamu mengingat jalan, dan ketepatan itu seperti anak panah yang mengenai sasarannya.”
Ibnul Malik Al-Hanafi -rahimahullah- menerangkan maknanya:
واذكر بالهدى؛ يعني: إذا سألت الهدى فأخطر بقلبك هدايتك للطريق، أي: طريق الدين، وسل الاستقامة فيه كما تتحرى ذلك في سلوك الطريق خوفاً من الضلال.
وبالسداد، أي: فأخطر بقلبك سؤال السداد في القول والفعل. وسداد السهم يعني كما أن السهم يقصد الهدف مستقيماً لا ينحرف يمينًا ولا يسارًا، فكذلك اسأل سدادًا لا يحيد بك عن الحق إلى الباطل البتة.
“Ingat-ingatlah petunjukitu” artinya: jika kamu meminta petunjuk, maka hadapkan hatimu pada petunjuk jalan, yaitu jalan agama, dan mintalah keteguhan di dalamnya sebagaimana kamu mencarinya dalam menempuh jalan, karena takut tersesat.
“Dan ingat-ingatlah as-sadad”, artinya: hadapkan hatimu pada permintaan ketepatan dalam ucapan dan tindakan. Dan ketepatan panah artinya sebagaimana panah mengarah pada target secara lurus tanpa menyimpang ke kanan atau kiri, begitu pula mintalah kesuksesan yang tidak menyimpangkanmu dari kebenaran ke kebatilan sama sekali.”
Pelajaran menarik selanjutnya dari hadis ini adalah, menghubungkan makna-makna agama yang bersifat abstrak – seperti hidayah dan lainnya – dengan hal-hal duniawi yang bersifat konkret, membuat lebih berkesan dalam jiwa, lebih kokoh terpatri, dan lebih mudah dipahami. Karena makna-makna tersebut didasarkan pada sesuatu yang terlihat dan dapat dirasakan.
Wallahulmuwaffiq.
Referensi:
Al-‘Ajin, Ali bin Ibrahum (2021), Al-Arba’un At-Tatwiriyyah; 40 Haditsan fi Tatwir Az-Dzat wa Asbab An-Najah. Naqatech.
Ibnu Malik Al-Hanafi, Muhammad bin ‘Izzuddin (w. 854). Syarah Mashobih As-Sunnah, Idaroh As-Tsaqofah Al-Islamiyyah 1433H/2012M)
Syarah Shahih Muslim karya Imam An-Nawawi.
Ditulis oleh: Ahmad Anshori
Artikel: Remajaislam.com