Bahaya Fitnah (Bagian 1)
Fitnah yang Memalingkan Manusia dari Ibadah
Bismillah…
Salah satu dampak paling berbahaya dari fitnah, baik fitnah harta, kekuasaan, syahwat, maupun pertikaian — adalah berpalingnya seorang hamba dari ibadah. Padahal, ibadah itulah tujuan utama manusia diciptakan, sebagaimana firman Allah ﷻ:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.”
(QS. Adz-Dzariyat: 56)
Namun ketika fitnah datang menyelimuti, hati manusia menjadi sibuk, pikirannya kacau, dan waktunya tersita untuk urusan dunia. Ia pun lalai dari zikir kepada Allah, meninggalkan salat, abai terhadap ketaatan, dan tenggelam dalam percakapan, urusan, dan kesibukan yang tidak bermanfaat. Hidupnya menjadi gersang, hatinya gelisah, pikirannya kacau, dan ketenangan batinnya sirna.
Padahal, sebagaimana sabda Nabi ﷺ:
الْعِبَادَةُ فِي الْهَرْجِ كَهِجْرَةٍ إِلَيَّ
“Ibadah di masa fitnah itu seperti berhijrah kepadaku.” (HR. Muslim)
Hadis ini menunjukkan bahwa di saat banyak manusia lalai, siapa pun yang tetap sibuk dengan ibadah akan memperoleh kedudukan istimewa di sisi Allah, seolah ia berhijrah kepada Rasulullah ﷺ sendiri. Ia adalah hamba yang selamat dari gelombang fitnah yang menyesatkan banyak orang.
Ibadah sebagai Benteng di Tengah Kekacauan
Ketika kekacauan melanda dan urusan dunia saling bertabrakan, manusia kehilangan arah dan ketenangan. Dalam keadaan seperti ini, Allah menyanjung hamba-hamba yang tetap istiqamah dalam ibadah, zikir, dan ketaatan kepada-Nya. Karena hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang:
أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.”
(QS. Ar-Ra’d: 28)
Dalam hadis lain yang sahih, Nabi ﷺ bersabda:
“Berbahagialah orang yang dijauhkan dari fitnah.”
Beliau mengulanginya tiga kali.
(HR. Abu Dawud)
Orang yang mampu menahan diri dari hiruk pikuk fitnah dan tetap berpegang pada ibadah adalah orang yang beruntung. Ia tidak terseret arus emosi, tidak larut dalam opini, dan tidak sibuk menilai manusia. Fokusnya hanyalah memperbaiki diri dan beribadah kepada Allah.
Menyibukkan Diri dengan Ibadah
Kebahagiaan sejati, kata para ulama, justru terletak pada menjauhi fitnah dan menyibukkan diri dengan ibadah. Zikir, salat, doa, dan membaca Al-Qur’an adalah benteng yang paling kokoh bagi hati dari guncangan fitnah. Karena itu, ketika fitnah turun, Nabi ﷺ sendiri segera bergegas menuju ibadah.
Dalam hadis Ummu Salamah رضي الله عنها disebutkan:
اسْتَيْقَظَ النَّبِيُّ ﷺ لَيْلَةً فَزِعًا يَقُولُ: سُبْحَانَ اللَّهِ، مَاذَا أُنْزِلَ اللَّيْلَةَ مِنَ الْفِتَنِ، وَمَاذَا أُنْزِلَ مِنَ الْخَزَائِنِ! مَنْ يُوقِظُ صَوَاحِبَ الْحُجُرَاتِ؟ رُبَّ كَاسِيَةٍ فِي الدُّنْيَا عَارِيَةٍ فِي الْآخِرَةِ
“Suatu malam Rasulullah ﷺ terbangun dalam keadaan cemas seraya bersabda:
‘Subhanallah! Apa yang Allah turunkan malam ini dari fitnah dan apa pula yang Dia turunkan dari rahmat-Nya! Siapa yang akan membangunkan para penghuni kamar (istri-istriku) agar mereka salat?!’” (HR. Al-Bukhari)
Rasulullah ﷺ mengajarkan bahwa saat fitnah menyebar, tempat paling aman adalah shalat.
Bergegas Melakukan Amal Saleh Sebelum Datang Fitnah
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ،
“Bersegeralah kalian melakukan amal saleh sebelum datang fitnah-fitnah bagaikan potongan malam yang gelap gulita.” (HR. Muslim)
Hadis ini menunjukkan pentingnya bergegas dalam ketaatan sebelum waktu sempit dan kesibukan dunia menjerat hati. Di masa fitnah, hanya sedikit orang yang masih mampu beramal; mereka itulah yang mendapatkan taufik dan keteguhan dari Allah ﷻ.
Al-Hasan al-Bashri رحمه الله, ketika terjadi kekacauan besar di masa tabi’in, pernah menasihati umat:
“Wahai manusia, menjauhlah kalian dari fitnah! Demi Allah, tidaklah al-Hajjaj (penguasa zalim) berkuasa atas kalian kecuali sebagai hukuman dari Allah. Maka jangan kalian melawannya dengan pedang, tetapi hadapilah dengan kesabaran dan ketenangan.”
Inilah bimbingan para ulama rabbani: saat fitnah datang, bukan dengan teriak, bukan dengan amarah, tetapi dengan sujud, doa, dan kesabaran.
Bersimpuh dan Merendah kepada Allah
Allah ﷻ berfirman:
وَلَقَدْ أَخَذْنَاهُم بِالْعَذَابِ فَمَا اسْتَكَانُوا لِرَبِّهِمْ وَمَا يَتَضَرَّعُونَ
“Sungguh, Kami telah menimpakan azab kepada mereka, namun mereka tidak tunduk kepada Tuhan mereka dan tidak pula merendahkan diri (kepada-Nya).” (QS. Al-Mu’minun: 76)
Makna ayat ini, sebagaimana dijelaskan para mufassir, adalah bahwa kewajiban manusia di saat fitnah dan ujian adalah bersimpuh kepada Allah, memperbanyak doa, memperbaiki diri, dan istiqamah dalam ketaatan.
Abu Hurairah رضي الله عنه meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
“Akan datang suatu fitnah yang tidak ada seorang pun selamat darinya kecuali orang yang berdoa seperti doanya orang yang tenggelam.”
(HR. Ahmad)
Doa orang yang tenggelam adalah doa yang penuh kesungguhan, ketulusan, dan ketakutan yang mendalam — tidak tersisa sedikit pun kesombongan di hatinya. Demikianlah seharusnya seorang hamba ketika badai fitnah datang: merendah, berdoa, dan terus memperbaiki diri.
Penutup
Fitnah adalah ujian besar yang bisa menimpa siapa saja. Ia menguji iman, mengguncang ketenangan hati, dan bisa memalingkan manusia dari tujuan hidupnya: beribadah kepada Allah. Karena itu, siapa yang tetap beribadah di masa fitnah, maka ia adalah orang yang berhijrah kepada Nabi ﷺ.
Semoga Allah ﷻ menjaga hati kita dari gelombang fitnah yang menyesatkan, meneguhkan langkah kita di atas ketaatan, dan menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang selamat di dunia dan akhirat.
اللهم إنا نعوذ بك من الفتن ما ظهر منها وما بطن
“Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu dari segala fitnah, yang tampak maupun yang tersembunyi.”
Penulis: Ahmad Anshori, Lc., M.Pd
Artikel: Remajaislam.com