Nasehat Kepada Pemimpin Dalam Islam
Bismillah…
Dalam kehidupan bermasyarakat, posisi pemimpin memiliki peran yang sangat penting. Ia menjadi pengambil keputusan, penentu arah kebijakan, dan penanggung jawab kesejahteraan rakyat. Namun, tidak jarang kita mendapati kritik kepada pemimpin terutama di era media sosial yang disampaikan dengan cara kasar, hujatan, bahkan fitnah.
Pertanyaannya: bagaimana sebenarnya Islam mengajarkan kita untuk bersikap kepada pemimpin? Apakah boleh menasihati mereka? Kalau boleh, bagaimana cara yang benar menurut syariat?
Islam, sebagai agama yang sempurna, telah memberikan panduan jelas. Rasulullah ﷺ bersabda:
الدِّينُ النَّصِيحَةُ
“Agama Ini adalah nasehat.”
Para sahabat bertanya: “Untuk siapa wahai Rasulullah?” Beliau menjawab:
“Untuk Allah, untuk kitab-Nya, untuk Rasul-Nya, untuk para pemimpin kaum muslimin, dan untuk rakyat mereka.”
(HR. Muslim)
Hadis ini menegaskan bahwa nasihat merupakan inti dari agama. Termasuk di dalamnya adalah nasihat kepada pemimpin, yang harus dilakukan dengan cara penuh adab dan ketulusan.
Definisi Nasihat dalam Islam
Kata an-nashîhah dalam bahasa Arab bermakna keikhlasan hati dalam menginginkan kebaikan bagi orang lain. Dalam konteks ini, nasihat kepada pemimpin berarti memberi arahan, pengingat, atau doa kebaikan kepada mereka agar tetap berada di jalan yang diridhai Allah.
Imam Nawawi -rahimahullah- menjelaskan:
“Nasihat untuk para pemimpin berarti membantu mereka dalam kebenaran, mentaati mereka dalam perkara yang baik, mengingatkan dengan lembut, serta mendoakan mereka agar mendapat hidayah dan kebaikan.”
Dengan demikian, nasihat bukan sekadar kritik. Ia adalah wujud kasih sayang seorang muslim terhadap pemimpin agar tidak tergelincir dalam kesalahan.
Dalil Al-Qur’an tentang Nasihat dan Kepemimpinan
1. Taat kepada Allah, Rasul, dan Ulil Amri
Allah ﷻ berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, taatilah Rasul, dan ulil amri (pemimpin) di antara kalian.”
(QS. An-Nisa: 59)
Ayat ini menunjukkan bahwa taat kepada pemimpin adalah bagian dari iman, dengan syarat ketaatan tersebut tidak bertentangan dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.
2. Musyawarah sebagai Prinsip Kepemimpinan
Allah juga berfirman:
وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ
“Dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka.”
(QS. Asy-Syura: 38)
Musyawarah adalah ciri kepemimpinan Islami. Maka, memberi nasihat adalah bentuk musyawarah rakyat kepada pemimpinnya, bukan untuk menjatuhkan, melainkan untuk memperbaiki.
Dalil Hadis tentang Nasihat kepada Pemimpin
Rasulullah ﷺ menegaskan bahwa ketaatan kepada pemimpin bersifat terbatas:
إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ
“Sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam perkara yang ma’ruf (baik).”
(Muttafaq ‘alaih)
Artinya, seorang muslim hanya wajib taat kepada pemimpin dalam hal kebaikan. Jika pemimpin memerintahkan maksiat, maka tidak ada ketaatan dalam hal itu. Oleh karenanya, agar ketaatan kepada pemimpin dapat terjaga demi terwujudnya maslahat yang luas, diperlukan adanya upaya menasihati mereka agar setiap keputusan dan kebijakan mereka tidak menyelisihi syariat Allah. Sehingga kaum muslimin memiliki alasan kuat untuk mentaati mereka.
Selain itu, Rasulullah ﷺ juga memberi panduan adab menasihati pemimpin:
من أراد أن ينصح لذي سلطان فلا يبده علانية ، ولكن يأخذ بيده فيخلوا به ، فإن قبل منه فذاك ، وإلا كان قد أدى الذي عليه
“Barang siapa ingin menasihati penguasa dalam suatu urusan, maka janganlah ia menampakkannya di depan umum. Tetapi hendaknya ia menggenggam tangannya, lalu menyendiri dengannya. Jika pemimpin itu menerima, maka itulah nasihat yang bermanfaat. Jika tidak, ia telah menunaikan kewajibannya.”
(HR. Ahmad, hasan)
Hadis ini menunjukkan bahwa nasihat yang benar adalah dengan cara privat, bukan hujatan di depan publik.
Adab Memberi Nasihat kepada Pemimpin
Islam menekankan adab dalam segala hal, termasuk saat memberi nasihat kepada pemimpin. Beberapa adab penting adalah:
1. Tidak mencaci atau mempermalukan di muka umum
Karena hal itu hanya menimbulkan fitnah dan kebencian.
2. Disampaikan dengan lembut
Firman Allah kepada Nabi Musa ketika menghadapi Fir’aun:
“Maka berbicaralah kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut.” (QS. Thaha: 44)
3. Dilakukan secara pribadi
Hadis Rasulullah ﷺ menegaskan nasihat sebaiknya diberikan dalam ruang privat.
4. Disertai doa
Mendoakan pemimpin agar mendapat hidayah lebih utama daripada melaknatnya.
Dengan adab inilah, nasihat menjadi sarana perbaikan, bukan sumber perpecahan.
Faedah Nasihat kepada Pemimpin
Menjalankan kewajiban nasihat kepada pemimpin membawa banyak manfaat, di antaranya:
1. Menjaga kesatuan umat
Nasihat yang benar membuat umat tetap bersatu dan tidak tercerai-berai.
2. Doa membawa maslahat
Ulama salaf lebih memilih mendoakan kebaikan pemimpin, karena jika pemimpin baik, rakyat akan ikut merasakan kebaikan.
3. Menghindari kebencian dan fitnah
Dengan nasihat, hati menjadi bersih dari dendam, iri, dan hasad terhadap penguasa.
4. Menjaga stabilitas negeri
Pemimpin yang mendapat nasihat bijak akan lebih mudah menjaga keamanan dan kesejahteraan rakyat.
Perbedaan Nasihat dengan Memberontak
Islam melarang pemberontakan kepada pemimpin muslim, kecuali jika mereka melakukan kekufuran nyata yang jelas dalilnya. Rasulullah ﷺ bersabda:
إلا أن تروا كفرا بواحا عندكم فيه من الله برهان
“Kecuali jika kalian melihat kekufuran yang nyata, yang kalian punya bukti dari Allah.”
(Muttafaq ‘alaih)
Artinya, nasihat bukanlah jalan untuk menggulingkan pemimpin, melainkan bentuk kasih sayang agar mereka tetap berada di jalan yang benar.
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menerangkan hadis ini,
فلا بد من الكفر الصريح المعروف الذي لا يحتمل التأويل، فإن كان يحتمل التأويل فإنه لا يكفر صاحبه وإن قلنا إنه كفر، فالتأويل الفاسد هو بلاء الأمة، فقد يكون الشيء غير كفر فيعتقدها هذا الإنسان أنه كفر بواح فيخرج، وقد يكون الشيء كفرا لكن الفاعل ليس بكافر لوجود مانع يمنع من تكفيره، فيعتقد هذا الخارج أنه لا عذر له فيخرج
“Maka haruslah berupa kekafiran yang jelas dan nyata, yang tidak mengandung kemungkinan takwil. Apabila masih memungkinkan adanya takwil, maka pelakunya tidak divonis kafir, meskipun kita mengatakan bahwa perbuatan itu adalah kekufuran. Sesungguhnya takwil yang rusak adalah musibah besar bagi umat. Bisa jadi sesuatu pada hakikatnya bukanlah kekufuran, namun seseorang meyakininya sebagai kekufuran yang terang sehingga ia keluar (memberontak). Dan bisa jadi sesuatu memang merupakan kekufuran, tetapi pelakunya tidak dihukumi kafir karena adanya penghalang yang mencegah pengkafiran, sementara orang yang keluar itu meyakini bahwa tidak ada alasan pemaaf baginya, lalu ia pun keluar (memberontak).”
Kemudian dalam Fatawa Islam ada catatan menarik tentang penerapan Hadis ini:
ومما ينبغي التنبه له أنه إذا ثبت كفر الحاكم فهذا لا يعني التعجل إلى الخروج عليه، بل إن الأمر في هذا يتوقف على المصلحة الشرعية في ذلك من عدمها، إضافة إلى أنه لا يجوز لآحاد الناس إصدار الأحكام في هذا الأمر الخطير الذي قد يجر على الأمة من البلايا ما لا يحصى، بل يسند ذلك إلى العلماء وأهل الحل والعقد من هذه الأمة، والواقع خير شاهد على خطورة التساهل في هذا الباب
“Dan perlu diperhatikan, bahwa apabila telah tetap kekafiran seorang penguasa, hal itu bukan berarti tergesa-gesa untuk keluar (memberontak) darinya. Akan tetapi, persoalan ini bergantung pada ada atau tidaknya maslahat syar‘i dalam tindakan tersebut. Selain itu, tidak dibenarkan bagi individu-individu dari kalangan rakyat untuk mengeluarkan hukum dalam perkara yang berbahaya ini, yang bisa menjerumuskan umat ke dalam bencana yang tak terhitung jumlahnya. Urusan ini justru dikembalikan kepada para ulama dan ahlul halli wal ‘aqdi dari kalangan umat ini. Dan realita (sejarah) merupakan saksi terbaik atas bahaya meremehkan perkara yang sangat penting ini.”
Pandangan Ulama Salaf tentang Nasihat kepada Pemimpin
Para ulama salaf sangat berhati-hati dalam menyikapi pemimpin. Fudhail bin ‘Iyadh رحمه الله berkata:
“Seandainya aku punya doa yang mustajab, maka aku akan tujukan untuk pemimpin.”
Imam Ahmad -rahimahullah- juga menegaskan bahwa mendoakan pemimpin agar mendapat hidayah lebih utama daripada mendoakan keburukan. Karena kebaikan mereka akan berdampak langsung pada umat.
Relevansi di Era Modern
Di era media sosial, banyak orang menyalurkan kritik dengan cara terbuka dan tanpa batas. Sayangnya, hal ini sering melahirkan fitnah, perpecahan, dan kebencian.
Prinsip Islam tetap relevan: nasihat harus diberikan dengan adab, penuh kasih sayang, dan jauh dari caci maki. Jika tidak bisa bertemu langsung, seorang muslim tetap bisa memberi nasihat dengan doa, tulisan ilmiah yang sopan, atau menyampaikan aspirasi melalui jalur yang benar.
Ikhtisar
Nasihat kepada pemimpin adalah bagian penting dari ajaran Islam. Ia bukan hujatan, bukan pula pemberontakan, melainkan wujud ketulusan seorang muslim agar pemimpin tetap berada di jalan yang benar.
Islam mengajarkan kita untuk menasihati dengan adab: tidak di muka umum, penuh kelembutan, dan disertai doa kebaikan. Faedahnya pun besar: menjaga kesatuan umat, membersihkan hati dari kebencian, serta menjaga stabilitas negeri.
Rasulullah ﷺ bersabda:
الدِّينُ النَّصِيحَةُ
“Agama adalah nasihat.” (HR. Muslim)
Dengan adab yang benar, nasihat kepada pemimpin menjadi jalan menuju keberkahan umat dan tanda hati yang tulus karena Allah.