Ketika Dakwah Tak Disambut, Tapi Diancam
Bismillah…
Ada masa ketika berdakwah bukan soal keberanian berbicara di hadapan orang banyak, melainkan keberanian untuk tetap diam saat ditolak, tetap ramah saat dicibir, dan tetap berjalan meski semua orang memilih pergi. Itulah saat di mana kita tak lagi sedang berurusan dengan manusia, tetapi sedang diuji tentang siapa yang sebenarnya kita harapkan ridhanya.
Nabi Ibrahim ‘alaihis salam pernah berada di titik itu. Bukan karena ia membenci kaumnya. Bukan karena ia marah pada ayah kandungnya. Justru karena cinta yang tulus; cinta yang tak ingin melihat manusia tersesat dalam gelap, cinta yang membuatnya memilih menyampaikan kebenaran meski sendirian.
Tapi justru karena cinta itu, beliau diancam. Bukan oleh orang asing, tapi oleh ayahnya sendiri. “Jika engkau tidak berhenti, akan kurejam engkau!”
Kaumnya pun tak kalah kejam. Mereka menertawakan dakwahnya, memperoloknya, dan kemudian memutuskan untuk membakarnya hidup-hidup. Bukan dengan api kecil, tapi api besar yang dibuat ramai-ramai sebagai proyek nasional satu negeri. Orang-orang berbondong-bondong menyumbangkan kayu bakar untuk membinasakan seorang nabi.
Namun apa yang dilakukan Ibrahim?
Ia tak berteriak. Tak mencari pembelaan. Ia cukup berkata:
حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ
“Cukuplah Allah bagi kami, dan Dialah sebaik-baik Pelindung.” (HR. Bukhari no. 4563)
Kalimat itu bukan sekadar zikir. Ia adalah nafas panjang dari jiwa yang bertawakal total. Sebuah pengakuan tanpa ragu, bahwa ketika semua orang menolak, Allah tak pernah pergi. Dan sungguh, bagi siapa yang cukup Allah baginya, maka tak ada yang bisa membuatnya jatuh.
Kalau Kamu Hari Ini Merasa Dilecehkan karena Kebaikan…
Barangkali hari ini, kamu tidak dibakar dengan api seperti Nabi Ibrahim. Tapi bisa jadi kamu merasa hangus oleh dinginnya penolakan. Kamu merasa sendirian karena ajakan baikmu dibalas sinis. Kamu merasa kecil karena niat tulusmu ditertawakan oleh teman dekatmu sendiri.
Ketahuilah, kamu sedang berjalan di jejak para nabi. Karena setiap nabi, tanpa kecuali, pernah merasakan luka di jalan dakwah. Mereka tetap sabar, karena mereka tahu: jalan ini mulia, meski kadang sunyi.
Kenapa Harus Sabar?
Dakwah itu adalah ketaatan kepada Allah. Dan setiap bentuk ketaatan akan mengundang ujian. Maka sabar di jalan dakwah bukan tambahan, tapi syarat. Menyeru pada kebaikan tak selalu langsung menuai hasil. Tapi menyeru tetaplah sebuah amal besar, meskipun tak langsung tampak buahnya.
Sabar itu tidak diam yang tanpa arah. Ia adalah keteguhan. Ia adalah kesetiaan untuk tetap menyalakan cahaya, meski di tengah padang yang luas dan gelap. Sabar dalam dakwah adalah tentang tidak berhenti menanam meski tanahnya keras dan langitnya tak kunjung hujan.
Sebab, kita tidak sedang mengharap tepuk tangan dan pujian. Kita sedang merintis jalan. Jalan yang pernah dilalui oleh Ibrahim, Musa, Isa, dan Nabi Muhammad ﷺ. Jalan yang bukan hanya berisi cerita indah, tapi juga luka dan air mata yang mengantar kita pada keikhlasan yang sejati.
Allah berfirman:
فَصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُوا الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ
“Maka bersabarlah kamu sebagaimana sabarnya para rasul yang memiliki keteguhan hati.” (QS. Al-Ahqaf: 35)
Dan bagi mereka yang sabar, janji Allah bukan biasa-biasa saja:
إِنَّمَا يُوَفَّى ٱلصَّـٰبِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya orang-orang yang sabar akan diberikan pahala mereka tanpa batas.”
(QS. Az-Zumar: 10)
Alasan untuk sabar dalam dakwah seperti yang dijelaskan dalam artikel remajaislam.com tentang semangat dalam dakwah,artikel remajaislam.com tentang semangat dalam dakwah, bahwa tanda umat terbaik adalah gemar mengajak pada kebaikan (ma’ruf) dan mencegah kemungkaran (munkar) disertai beriman kepada Allah. Dalam suatu ayat disebutkan,
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imron: 110)
Jalan Ini Sunyi, Tapi Mulia
Maka bila saat ini engkau merasa sendiri dalam dakwah, janganlah mengalah. Bila langkahmu terasa berat dan balasan dari manusia tak seperti harapanmu, jangan berhenti. Teruslah bergerak, meski pelan. Teruslah menyalakan cahaya, meski kecil.
Sebab, Allah tidak menilai hasil. Allah menilai ketulusan dan kesetiaanmu di jalan ini. Dan cukuplah Dia sebagai sebaik-baik Pelindung.
حسبنا الله ونعم الوكيل
HASBUNALLAH WANI’MAL WAKIIL
Cukuplah Allah sebagai penolong kami, Dialah sebaik-baik penolong.
Kalimat yang dulu diucapkan Ibrahim saat dilempar ke api. Kalimat yang juga diucapkan Rasulullah saat dikepung musuh dari segala arah. Kalimat yang selayaknya engkau ucapkan… saat dunia seakan tak berpihak, tapi engkau tetap ingin berpihak kepada-Nya.
Yuk sebarkan semangat dakwah yang penuh kesabaran. Bagikan artikel ini ke teman-temanmu. Mungkin ada yang sedang butuh penguat hari ini.
Oleh: Ahmad Anshori, Lc,. M.Pd.
Artikel: Remajaislam.com