Air yang Sama, Cinta yang Tak Terpisah
Bismillah…
Tak semua cinta bisa dijelaskan dengan kata-kata.
Kadang, cinta itu hadir dalam hal-hal paling sederhana. Dalam semangkuk air. Dalam tangan yang sama-sama menciduk. Dalam diam yang penuh penghormatan. Seperti yang diceritakan Aisyah -radhiyallahu’anhu- wanita yang paling tahu lembutnya cinta Nabi ﷺ.
كنتُ أغتسلُ أنا ورسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ من إناءٍ واحدٍ ونحنُ جُنبانِ
“Aku dan Rasulullah ﷺ mandi dari satu bejana, sedangkan kami berdua dalam keadaan junub.”
(HR. Abu Dawud, no. 77 | Shahih menurut al-Albani | juga diriwayatkan Bukhari dan Muslim)
Lihatlah… betapa dekatnya Nabi dengan istrinya. Betapa lembutnya ia dalam memperlakukan perempuan yang ia cintai. Bukan sekadar berbagi air, tapi berbagi kehangatan, adab, dan kasih yang suci.
Hadits ini bukan sekadar tentang fiqih mandi junub. Ia adalah potret rumah tangga yang penuh adab. Yang tidak kaku, tidak berlebihan dalam menjaga jarak, tapi juga tidak sembarangan. Ia menggambarkan bagaimana seorang pemimpin umat, manusia termulia, tetap menjadi pasangan terbaik di rumah.
Ia tahu bahwa mencintai itu bukan hanya soal berkata manis. Tapi juga hadir, membersamai. Bahkan dalam momen yang paling manusiawi. Ia tidak meninggikan dirinya. Tidak membuat jarak antara dirinya dan istrinya, bahkan ketika mereka sedang junub.
Dari satu wadah, mereka mandi. Dari satu cinta, mereka hidup. Dalam satu ibadah, mereka berdua saling menjaga.
Dan betapa indahnya Islam…
Ia mengajarkan bahwa kebersamaan suami-istri itu bukan aib. Ia adalah rahmat. Asal dijalani dengan adab, dijaga dengan niat yang suci, dan diselimuti oleh cinta yang lahir dari iman.
Karena rumah yang diberkahi bukan yang besar atau mewah.
Tapi rumah yang di dalamnya, suami dan istri berbagi air, berbagi tawa, dan berbagi jalan menuju Allah.
Referensi syarah hadis:
Al-Dorar Al-Sunniyah. (n.d.). Sharḥ al-ḥadīth 28750 [Penjelasan hadits no. 28750]. Diambil dari https://dorar.net/hadith/sharh/28750