Bismillah…
Saudaraku yang dirahmati Allah,
Dalam sejarah turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad ﷺ, ada satu istilah yang mungkin jarang kita dengar: الناموس. Istilah ini muncul dalam kisah yang sangat penting, yaitu ketika Rasulullah ﷺ pulang dari Gua Hira setelah menerima wahyu pertama. Khadijah pun membawa beliau kepada sepupunya, seorang alim dari kalangan Nasrani, yaitu Waraqah bin Nawfal.
Ketika mendengar kisah Nabi ﷺ tentang datangnya malaikat yang menyuruh beliau membaca, Waraqah langsung berkata:
هذا النَّامُوسُ الذي نَزَّلَ اللَّهُ علَى مُوسَى، يا لَيْتَنِي فيها جَذَعًا، لَيْتَنِي أكُونُ حَيًّا إذْ يُخْرِجُكَ قَوْمُكَ
“Itu adalah Namus (Jibril) yang pernah datang kepada Musa. Andai aku masih hidup ketika kaummu mengusirmu, pasti aku akan menolongmu.” (HR. Muslim)
Apa itu “الناموس”?
Para ulama bahasa menjelaskan, kata الناموس memiliki banyak arti. Bisa bermakna pemegang rahasia, orang cerdas, wadah ilmu, bahkan juga dipakai untuk nyamuk. Tapi dalam hadis Waraqah, para ulama sepakat: yang dimaksud adalah Malaikat Jibril ‘alaihissalām.
Kenapa Jibril disebut al-Nāmūs?
Karena beliaulah pemegang rahasia wahyu. Allah titipkan kepadanya amanah besar yang tidak bisa disentuh siapa pun kecuali dengan izin Allah. Dialah yang membawa cahaya dari langit, yang kemudian menjadi petunjuk hidup seluruh umat manusia.
Pelajaran dari Penyebutan “الناموس”
Ada beberapa hikmah besar:
-
Konsistensi risalah para nabi.
Waraqah menghubungkan wahyu yang turun kepada Nabi Muhammad ﷺ dengan wahyu yang dulu turun kepada Musa. Artinya, agama para nabi itu satu, sumbernya satu, hanya syariatnya yang berbeda. -
Jibril adalah penjaga rahasia wahyu.
Dengan menyebut beliau al-Nāmūs, kita diingatkan bahwa wahyu itu suci, penuh rahasia, dan hanya sampai kepada manusia pilihan. Tidak sembarang orang bisa mengaku mendapat wahyu. -
Bahasa itu kaya, tapi konteks yang menentukan.
Masyarakat Mesir dulu menyebut nyamuk dengan kata al-Nāmūs. Tetapi dalam hadis, al-Nāmūs adalah Jibril. Inilah yang disebut dalam ilmu fikih bahasa sebagai lafazh musytarak. Jadi, jangan keliru memahami teks tanpa melihat konteks.
Apa Manfaatnya untuk Kita?
Saudaraku, memahami istilah al-Nāmūs bukan sekadar tahu arti kata. Ada tarbiyah yang bisa kita ambil:
-
Menghargai wahyu.
Wahyu itu tidak datang sembarangan. Ia dijaga, dibawa oleh malaikat mulia, dan disampaikan kepada manusia pilihan. Maka tugas kita adalah menjaga kesucian wahyu itu di hati dan amal kita. -
Bahasa sebagai sarana dakwah.
Dengan memahami keluasan bahasa Arab, kita belajar bagaimana ulama bisa menggali makna yang dalam dari satu kata. Itulah sebabnya memoelajari bahasa arab adalah bagian penting dari memahami agama. -
Kita diajak untuk percaya.
Jika Waraqah; seorang alim Nasrani langsung percaya dan menyebut Jibril sebagai al-Nāmūs, bagaimana dengan kita yang sudah beriman? Seyogyanya kita lebih yakin, lebih tenang, dan lebih teguh dalam menerima kebenaran wahyu.
Semoga Allah menjadikan kita hamba yang mencintai wahyu, menjaga kemurniannya, dan mengambil cahaya darinya untuk menerangi hidup kita.
Wallahua’lam bis showab.
Referensi:
IslamQA.info. (2014, 29 Oktober). تسمية البعوض بــ “الناموس” مع إطلاق ذلك على ملك الوحي؟ Retrieved from https://islamqa.info/ar/answers/214193
Ditulis oleh: Ahmad Anshori
Artikel: Remajaislam.com