Bismillah…
Silaturahmi adalah kewajiban besar dalam Islam. Allah Ta’ala berfirman:
وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ
“Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kalian saling meminta, dan jagalah hubungan silaturahmi.” (QS. An-Nisa: 1)
Nabi ﷺ juga bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia menyambung silaturahmi.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Pendapat yang lebih kuat – Rahim yang wajib disambung adalah kerabat yang kalau salah satunya laki-laki dan satunya perempuan maka haram dinikahi. Ini mencakup:
- Orang tua dan kakek-nenek ke atas.
- Anak dan cucu ke bawah.
- Saudara kandung.
- Paman dan bibi dari jalur ayah maupun ibu.
Sebagian ulama memperluas cakupan kepada semua kerabat, baik mahram atau bukan. Namun yang lebih rajih adalah terbatas pada kerabat yang haram dinikahi.
Tidak Ada Batasan Waktu
Silaturahmi tidak ditentukan waktunya dalam syariat. Tidak ada dalil yang mewajibkan harus sebulan sekali atau setahun sekali. Ukurannya kembali kepada ‘urf (kebiasaan masyarakat).
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata:
“Silaturahmi itu mengikuti kadar kedekatan. Yang paling utama adalah orang tua, lalu yang setelahnya sesuai urutan. Bentuk silaturahmi mengikuti kebiasaan masyarakat. Jika dalam kebiasaan dianggap sebagai bentuk menyambung, maka itulah silaturahmi. Jika dianggap sebagai memutus, maka itu termasuk memutus.” (Syarah Riyadus Sholihin)
Kesimpulan
- Wajib menyambung rahim dengan kerabat mahram.
- Tidak ada ketentuan waktu baku, ukurannya adalah kebiasaan masyarakat.
- Semakin dekat hubungan kekerabatan, semakin besar kewajiban menyambungnya.
- Bentuk silaturahmi bisa dengan berkunjung, menelpon, mengirim pesan, membantu kebutuhan, atau mendoakan.
Nabi ﷺ bersabda:
لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ، إِنَّمَا الْوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا
“Bukanlah orang yang menyambung (rahim) itu yang membalas kunjungan dengan kunjungan, tetapi yang benar-benar menyambung adalah orang yang ketika diputus hubungannya, dia tetap menyambungnya.” (HR. Bukhari)
Wallahu a‘lam.
Ditulis oleh: Ahmad Anshori
Artikel: Remajaislam.com