Adakah pertentangan antara memenejemen keuangan dengan hadis tentang pesan Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- kepada Asma’ binti Abu Bakr -radhiyallahu’anha-,
لاتحصي فيحصي الله عليك، ولا توعي فيوعي الله عليك.
“Jangan perhitungan, niscaya Allah akan hitung-hitung rizkiNya padamu. Dan jangan kamu menahan-nahan, niscaya Allah akan menahan-nahan rizkiNya padamu.” (HR. Bukhari)
Berikut jawabannya:
Hadis ini tidaklah bertentangan dengan konsep memenejemen keuangan, berapa uang masuk, berapa pengeluaran, priority penggunaan dan teori-teori mengatur keuangan lainnya. Karena Islam sejalan dengan konsep mengatur keuangan, agar penggunaannya bisa lebih manfaat dan efektif. Dalilnya diantaranya adalah ayat yang melarang bersikap mubazir,
وَآتِ ذَا الْقُرْبَىٰ حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا ﴿
٢٦﴾ إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ ۖ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا ﴿٢٧﴾
“Berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. (26) Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS. Al-Isra: 27)
Kemudian ayat tentang larangan menyerahkan harta kepada orang yang tidak dewasa menggunakan mengatur keuangan (safih).
وَلَا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلًا مَّعْرُوفًا
“Janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.” (QS. An-Nisa’: 5)
Imam Abu Ja’far At-Thobari -rahimahullah- menjelasakan makna safih dalam ayat ini,
و ” السفيه “ الذي لا يجوز لوليه أن يؤتِّيه ماله، هو المستحقُّ الحجرَ بتضييعه مالَه وفسادِه وإفسادِه وسوء تدبيره ذلك.
“Safih adalah orang yang tidak boleh dipasrahi uang, karena keteledorannya mengelola uang, merusak harta atau merusak dirinya jika dipasrahi harta serta buruknya kemampuan dalam mengatur keuangan.” (Tafsir At-Thobari)
Di samping itu, disebutkan dalam kisah perang tabuk, di saat Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- sampai di lembah Al-Quro, beliau berjumpa dengan seorang sahabat wanita pemilik sebuah kebun yang akan panen bertanya tentang zakatnya. Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- berkata kepada para sahabat yang membersamai beliau di tempat tersebut,
اخرصوا…
“Coba kalian kira-kira berapa total hasil panennya?”
وخرص رسول الله صلى الله عليه وسلم عشرة أوسق،
“Lalu Rasul -shallallahu’alaihi wa sallam- memperkirakan hasil panennya bisa mencapai 10 wasak.”
Kemudian Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- berpesan kepada Ibu-Ibu sahabat pemiliki kebun tersebut,
…أحصي ما يخرج منها
“Silahkan dihitung nilai kewajiban zakatnya….” (HR. Bukhari)
Dalam hadis ini Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- bahkan menyuruh para sahabatnya dan juga pemilik kebun untuk menghitung harta secara detail. Andai ini bisa menyebabkan hilangnya keberkahan, tentu tidak mungkin akan Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- perintahkan.
Bahkan menghitung harta untuk tujuan maslahat atau kebaikan, dapat menjadi sebab bertambahnya keberkahan pada harta tersebut. Sebagaimana keterangan dalam hadis dari sahabat Al-Miqdam -radhiyallahu’anhu- bahwa Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- bersabda,
كيلوا طعامكم، يبارك لكم فيه.
“Takarlah makanan kalian, Allah akan berkahi makanan kalian.” (HR. Bukhori)
Lantas apa makna hadis di atas?
Hadis di atas bermakna, orang yang akan disikapi Allah rizinya dihitung-hitung atau disedikitkan berkahnya adalah bukan orang yang semata-mata menghitug duit apalagi sedang berikhtiyar memenejemen harta. Tapi maknanya adalah orang yang gemar menimbun/menyimpan harta karena pelit tidak mau menginfakkan di jalan Allah.
Penjelasan selanjutnya kami akan nukilkan pernyataan para ulama terkait hadis ini insyaallah. Di sini ya sob “Makna Hadis “Jangan Perhitungan, atau Allah Akan Hitung-Hitung Rizkimu”
Semoga dapat mencerahkan.
Penulis: Ahmad Anshori
Artikel: Remajaislam.com