Ada sebuah ungkapan yang bersumber dari sahabat Ali bin Abi Thalib -radhiyallahu’anhu-, dinukil oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin -rahimahullah- di dalam kitab Syarah Hilyah Tholib Al-‘Ilm,
هتف العلم بالعمل، فإن أجابه وإلا ارتحل
“Ilmu memanggil seseorang untuk diamalkan, kalau panggilan itu tidak direspon maka ilmu akan pergi.”
Inilah cara yang tepat merespon ilmu, yaitu diamalkan. Tak ada tujuan lain dari perjuangan belajar kecuali untuk mewujudkan amal, tindak tanduk atau perbuatan sebagai wujud nyata dari ilmu yang dipelajari. Sebanyak apapun pengetahuan yang dikuasai kalau tidak berbuah amal ya buat apa?! Ilmu yang seperti itu, ya itulah ilmu tak bermanfaat, yang Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- takut dengan ilmu yang seperti ini, beliau sering memanjatkan doa,
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ، وَمِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ، وَمِنْ نَفْسٍ لاَ تَشْبَعُ، وَمِنْ دَعْوَةٍ لاَ يُسْتَجَابُ لَهَا
ALLAHUMMA INNI ‘AUDZUBIKA MIN ‘ILMIN LAA YANFA’ WA MIN QOLBIN LAA YALHSYA’, WAMIN NAFSIN LAA TASYBA’, WA MIN DA’WATIN LAA YUSTAJAABU LAHA
“Ya Allah aku berlindung kepada engkau dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyu’, jiwa yang rakus dan dari doa yang tidak dikabulkan.” (HR. Muslim, hadis sahabat Zaid bin Arqom).
Ilmu yang tidak bermanfaat adalah ilmu yang tidak diamalkan. Di dalam Fatawa Islam diterangkan tentang makna ini:
(علمٍ لا ينفع)
أي: لا نفع فيه لصاحبه ولا لغيره، لا في الدنيا ولا في الآخرة، وهو العلم الذي لا يقترن به التقوى، وهو العلم لا يعمل به صاحبُه ولا يُعلّمه
“Ilmu yang tidak bermanfaat, adalah ilmu yang pemikulnya tak menddapatkan manfaat dari pengetahuan yang ia kuasai. Tidak juga bermanfaat bagi orang lain. Tak bermanfaat di dunia dan akhirat. Itulah ilmu yang tidak bersandingan dengan takwa. Itulah ilmu yang tidak diamalkan atau diajarkan oleh pemikulnya.”
Dinyataka demikian karena buah yang sesungguhnya dari ilmu adalah amal. Orang yang dianggap berilmu namun tak mengamalkan ilmunya, tidak juga mmengindahkan perintah Allah, tidak menjauh dari larangan Allah, maka sejatinya bukan orang berilmu. Pengetahuannya tak lebih dari sekedar wawasan. Orang yang seperti ini sikapnya kepada keilmuannya, bagaikan pohon yang tak berbuah. Kalau ilmu tak berbuah, yang hanya akan menyebabkan petaka bagi pemikulnya. Inilah yang menjadi alasan Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- berlindung dari ilmu yang tak bermanfaat.
Ilmu dipelajari bukan hanya untuk mengisi memori pikiran. Bukan hanya sebatas untuk menambah wawasan. Bukan sekedar untuk bangga-banggaan. Tapi ilmu diperjuangkan supaya Anda menjadi terhiasi oleh ilmu, Anda menjadi lebih mulia oleh ilmu. Caranya adalah dengan menghargai ilmu yang telah Allah masukkan dalam diri Anda, dengan cara diwujudkan menjadi amalan yang nyata.
Karena fungsi ilmu dalam diri seorang, hanya ada dua, kalau tidak membuatnya mulia maka akan menghinakannya. Akan memuliakan seorang jika diamalkan, sehingga ilmu betul-betul bukan sebatas teori yang tertulis di kertas, atau video yang terekam di kamera. Ilmu betul-betul hidup dalam kehidupan yang nyata. Akan menghinakan seorang jika tidak diamalkan, saat ilmu hanya sebatas teori/catatan. Tidak diwujudkan menjadi kehidupan. Yah seperti ilmunya orang Yahudi yang sangat tahu tentang Muhammad adalah utusan Allah yang terakhir. Allah sampai mengabarkan di dua surat dalam Al-Quran, surat Al-Baqarah ayat 146 dan Al-An’am ayat 20,
الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ
“Orang-orang yang diberi kitab itu mengenali Muhammad sebagai Rasul, seperti mereka mengenali anak-anak mereka sendiri.”
Sehingga membuat mereka hina oleh ilmu. Mereka menjadi orang-orang terlaknat, sebagaimana yang disinggung di dalam penutup surat Al-fatihah, mereka adalah Al-Maghduubi ‘alaihim, orang yang terlaknat karena ilmunya.
Na’udzubillah min dzalik.
Semoga Allah melindungi kita dari ilmu yang tidak bermanfaat.
Penulis: Ahmad Anshori
Artikel: Remajaislam.com