Ibnul Qoyyim -rahimahullah- menerangkan upaya-upaya yang dapat mencegah seorang dari terkena dampak buruk orang yang hasad, beliau mengatakan:
“Keburukan hasad kepada orang yang dihasadi dapat dicegah dengan upaya-upaya berikut ini:
Pertama, berlindung kepada Allah Ta’ala dari kebutukan yang muncul dari orang yang hasad.
Kedua, bertakwa kepada Allah dan menjaga perintah dan laranganNya.
Siapa yang bertakwa kepada Allah Ta’ala, maka Allah akan menjamin penjagaan dirinya, dan Dia tidak akan menyerahkannya kepada selainnya. Allah berfirman,
وإن تصبروا وَتَتَّقُوا لَا يَضُرُ كُم كيدهم شَيْئًا
“Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu.” (Qs. Ali Imran : 120)
Nabi shalallahu alaihi wasallam pernah berkata kepada Abdullah bin Abbas,
احْفَظِ اللَّهَ يَحْفَظْكَ، احفظ الله تجده تُجَاهَكَ
“Jagalah (batasan-batasan syariat) Allah, maka Allah akan menjagamu, jagalah (batasan-batasan syariat) Allah, maka kamu akan mendapati Allah di hadapanmu (selalu bersamamu dan menolongmu).”
Siapa yang menjaga batasan-batasan syariat Allah, maka Allah akan menjaganya dan dia akan mendapati Allah pertolonganNya dihadapannya di manapun ia berada. Orang yang penjaganya adalah Allah, mau takut kepada siapa lagi ?!
Ketiga, bersabar dalam menyikapi pihak yang hasad.
Dengan tidak meresponnya, tidak mengeluh tentangnya, dan tidak berbicara pada dirinya sendiri tentang gangguan musuh sama sekali. Karena tidak ada pertolongan yang dapat memenangkan seorang dari orang yang hasad, seperti pertolongan karena kesabarannya.
Keempat, bertawakkal kepada Allah.
Allah berfirman,
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Siapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Dia akan mencukupinya.” (QS. At-Thalaq: 3)
Tawakkal merupakan benteng terkuat yang akan mencegah bahaya, kezaliman dan permusuhan dari makhluk yang ia tidak mampu menghadapinya. Disebut sebagai sebab yang paling kuat karena Allah yang menjamin untuk mencukupinya. Siapa yang telah dicukupkan Allah, maka tak akan ada musuh yang dapat membahayakannya.
Kelima, kosongkan hati dan pikiran dari sibuk dengan orang yang hasad.
Hendaknya ia berusaha untuk melupakannya. Setiap kali melintasi pikirannya, maka jangan tertarik untuk memikirkannya. Tidak perlu takut dan memikirkan dengan berlebihan. Ini termasuk resep obat yang paling bermanfaat untuk menolak dampak buruk dari orang yang hasad.
Keenam, menghadapkan diri sepenuhnya kepada Allah dan memurnikan penghambaankepadanya (ikhlas).
Menjadikan cinta kepadaNya, mendapatkan ridhoNya dan selalu kembali kepadanya menjadi hal yang selalu menyibukkan pikirannya dan harapan-harapannya. Pikiran-pikiran ini merayap masuk ke dalam dirinya sedikit demi sedikit sampai dia menaklukkannya, membanjiri mereka, dan melenyapkan sepenuhnya. Hingga semua pikiran dan harapannya adalah meraih cinta Allah dan semakin mendekat kepada-Nya.
Ketujuh, bertaubat kepada Allah dari dosa-dosa, karena dosa bisa menyebabkan musuh dapat menguasainya.
Allah Ta’ala telah berfirman
وما أصابكم من مصيبة فبما كسبت أيديكم
“Apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri” (QS. Asy Syura : 30)
Kedelapan, bersedekah dan berbuat baik kepada orang lain sesuai kemampuan.
Hal tersebut memiliki pengaruh yang menakjubkan dalam menolak bala’, musibah yang disebabkan ‘ain (pandangan mata) dan hasad. Andaikan tidak ada bukti selain sejarah umat-umat sebelum kita tentang tentang pengaruh sedekah dan berbuat baik kepada sesama dalam menolak bala’, tentu itu sudah cukup. Mata yang jahat, hati yang hasad hampir tidak pernah bisa membahayakan seorang yang dermawan gemar bersedekah. Jika salah satu dari semua itu menimpanya, dia menyikapi dengan baik, penuh kelembutan dan empati. Dengan demikian dia akan mendapatkan akibat yang baik.
Kesembilan, ini adalah diantara sebab yang paling sulit dan paling berat bagi jiwa, dan tidak mungkin dilakukan kecuali oleh orang-orang yang bagiannya di sisi Allah sangat besar. Yaitu memadamkan api orang yang dengki, orang yang zalim, dan orang yang menyakiti dengan berbuat baik kepadanya. Semakin bertambahnya bahaya, kejahatan, kezaliman, dan kedengkiannya, maka semakin bertambah pula kebaikan yang ia lakukan kepada orang yang memusuhinya, serta nasihat dan kasih sayang kepadanya.
Allah ta’ala berfirman,
وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ۚ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ
“Tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.”
وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ
“Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” (QS. Fusshilat: 34-35)
Kesepuluh, suatu upaya yang menjamak seluruh upaya di atas, dan menjadi pondasi seluruh upaya di atas, yaitu berusaha menjaga kemurnian tauhid dan pengembaraan pikiran tentang sebab-sebab kepada Allah yang maha kuat dan maha bijaksana.
Meyakini bahwa bahwa semua itu adalah alat seperti gerakan angin, yang berada di tangan penggeraknya dan penciptanya. Tidak akan membahayakan dan tidak memberi manfaat kecuali dengan izin-Nya. Dialah yang menyentuh hamba-Nya dengan semua itu, dan Dia pula yang memalingkannya dari hamba-Nya, tidak ada yang lain.
Allah berfirman,
وَإِن يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ وَإِن يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلَا رَآد لِفَضْلِهِ، يُصِيبُ بِهِ مَن يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Yunus: 107)
Nabi pernah berpesan kepada Abdullah bin Abbas -radhiyallahu’anhuma-,
وَاعْلَمُ أَنَّ الأُمَّةَ لَوِ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ كَتَبَهُ اللَّهُ لَكَ، وَلَوِ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ لَمْ يَضُرُّوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَيْكَ
“Ketahuilah, kalau seandainya umat manusia bersatu untuk memberikan kemanfaatan kepadamu dengan sesuatu, niscaya mereka tidak akan mampu memberi manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tentukan untukmu, dan kalau seandainya mereka bersatu untuk menimpakan bahaya kepadamu dengan sesuatu, niscaya tidak akan membahayakanmu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan akan menimpamu.”
Di saat seorang hamba memurnikan tauhidnya, maka rasa takut kepada selain Allah akan hilang dari hatinya, dan musuhnya ringan dia hadapi, karena Allah Ta’ala memberikan perlindungan kepadanya. Bahkan tak ada yang dia takuti kecuali hanya Allah, tuhan yang telah melindunginya dari apa yang ia takutkan dari Allah. Orang yang takutnya hanya kepada Allah, akan menjadikan ia tidak begitu konsentrasi kepada orang yang hasad dan tindak tanduknya. Ia telah disibukkan oleh kecintaan, ketakutan, taubat, tawakkal, dan keasyikannya kepada Allah, melebihi selain-Nya. Ia memandang bahwa terlalu melelahkan pikirannya untuk memikirkan musuhnya, perasaan takut kepada musuhnya, dan kesibukannya dengan hal itu adalah bertentangan dengan nilai tauhidnya. Karena tauhid adalah benteng Allah yang paling kokoh. Siapa saja yang memasukinya maka ia akan aman. Sebagian ulama salaf Fudhail bin Iyadh berkata:
من خاف الله خافه كل شيء، ومن لم يخف الله أخافه من كُلّ شيء
“Siapa yang takut kepada Allah, maka segala bahaya akan dibuat takut kepadanya, dan siapa yang tidak takut kepada Allah, maka segala bahaya tidak akan takut kepadanya.”
Demikian, hanya Allah yang kita harapkan untuk menjaga iman kita, dan membersihkan hati kita dari sifat hasad, kebencian dan seluruh akhlak yang buruk. Dialah Dzat yang sebaik-sebaik kita pintai.
***
Dikutip secara ringkas dari kitab Badai’ Al-Fawaid, karya Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah -rahimahullah-, dalam Ahadis Al-Qulub, karya Prof. Abdurrazaq Albadr.
Diterjemahkan oleh: Ahmad Anshori
Artikel: Remajaislam.com