Bismillah…
Wasiat takwa selalu kita dengar sebagai pembuka setiap khutban Jumat. Mengapa para khatib selalu mengulangi wasiat takwa pada setiap khutbah Jumat mereka?
Jawabannya adalah, karena wasiat takwa diyakini sebagai salahsatu rukun khutbah Jumat. Mengingat wasiat takwa adalah rukun khutban Jumat, jika tidak disampaikan di dalam khutban Jumat bisa menyebabkan khutbah menjadi tidak sah. Pendapat dipegang oleh sebagian ulama mazhab Syafi’i dan didukung oleh mazhab Hambali. Dalil yang mendasari wasiat takwa di dalam khutban Jumat tergolong rukun khutbah adalah,
(1) Firman Allah ta’ala,
وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ اتَّقُوا اللَّهَ
“Sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah…” (QS. An-Nisa: 131)
Pesan mau’idzoh yang disampaikan pada ayat yang menyampaikan pesan wasiat kepada umat ini dan kaum Ahlul Kitab berisi wasiat takwa. Sehingga hal ini menjadi wajib disampaikan dalam khutban jumat dengan ungkapan wasiat yang berisi pesan untuk bertakwa.
(2) Dalil dari hadis:
Dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu-, Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- saat menyampaikan khutbah jumat diantara yang beliau sampaikan adalah,”
يا أيها الناس، اتقوا الله، فإن التقوى خير زاد
“Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Allah, karena takwa adalah sebaik-baik bekal.” (HR. Tirmidzi)
Dari Abu Bakr As-Shiddiq -radhiyallahu’anhu-, beliau menyampaikan bahwa diantara isi khutbah jumat Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- adalah,
أيها الناس، اتقوا الله، فإن التقوى جنة
“Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Allah, karena takwa adalah perisai dari azab Allah.” (HR. Ibnu Majah)
(3) Karena tujuan utama daripada khutbah Jumat adalah menyampaikan pesan nasehat (mau’idzoh), sebuah pesan nasehat tidak akan sempurna tanpa ada ajakan untuk bertakwa kepada Allah.
Kemudian apakah harus meggunakan lafad wasiat atau tidak, mari kita perhatikan seksama keterangan dari Imam Nawawi -rahimahullah- berikut ini:
وهل يتعين لفظ الوصية؟ فيه وجهان: الصحيح الذي نص عليه الشافعي وقطع به الأصحاب والجمهور لا يتعين بل يقوم مقامه أي وعظ كان, والثاني حكاه القاضي حسين والبغوي وغيرهما من الخراسانيين أنه يتعين كلفظ الحمد والصلاة, وهذا ضعيف أو باطل, لأن لفظ الحمد والصلاة تعبدنا به في مواضع, وأما لفظ الوصية فلم يرد نص بالأمر به ولا بتعيينه.
“Tentang masalah apakah wajib menyampaikan nasehat takwa dengan menyebutkan lafad wasiat? Ada dua pendapat berkenaan hal ini. Pendapat yang benar menurut Imam Asy-Syafi’i dan mayoritas ulama adalah bahwa tidak wajib menyampaikan nasehat takwa dengan lafad wasiat (seperti ungkapan “Aku wasiatkan para jamaah untuk bertakwa…” pent). Tetapi cukup disampaikan pesan atau nasihat. Pendapat kedua, yang dikemukakan oleh Qadhi Husain, Al-Baghawi, dan beberapa ulama lain dari wilayah Khurasan, adalah wajib menyebutkan pujian kepada Allah dan shalawat untuk Nabi. Namun pendapat ini lemah atau tidak sah, karena menyebut kalimat pujian dan shalawat merupakan ibadah dalam berbagai keadaan (tidak terkhusus dalam khutbah saja), sedangkan menyebutkan lafad wasiat tidak ada nash yang memerintahkan atau menetapkannya.”
Wallahua’lam bis showab.
Ditulis oleh: Ahmad Anshori
Artikel: Remajaislam.com