Qailulah adalah salah satu sunnah yang dianjurkan dalam Islam, yaitu tidur ringan atau istirahat sejenak di pertengahan siang hari. Dalilnya adalah hadis dari Anas bin Malik -radhiyallahuánhu-, Nabi ﷺ bersabda:
قِيلُوا فَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لاَ تَقِيلُ
“Tidurlah kalian qailulah, karena setan tidaklah tidur qailulah.”
(HR. Abu Nu‘aim dalam Ath-Thibb, 1/12; Akhbār Ashbahān, 1/195, 353; 2/69)
Hadits ini dinyatakan hasan sanadnya oleh Syaikh Al-Albani رحمه الله dalam Silsilah al-Aḥādīts aṣ-Ṣaḥīḥah no. 1647.
Namun yang menjadi pertanyaan, kapan sebenarnya waktu qailulah yang disyariatkan? Sebelum atau setelah zhuhur?
Makna Qailulah dalam Bahasa dan Istilah
Para ahli bahasa menyebutkan bahwa qailulah (القيلولة) adalah tidur di waktu zhuhur. Dalam al-Ādāb asy-Syar‘iyyah, Ibn Muflih menyebutkan:
القائلة: النوم في الظهيرة. ذكره أهل اللغة
“Qailulah adalah tidur di waktu zhuhur, sebagaimana disebutkan oleh ahli bahasa.” (al-Ādāb asy-Syar‘iyyah, 3/161)
Bahkan istirahat di tengah siang tanpa tidur, juga bisa disebut qailula.
Dalam Kashshāf al-Qinā‘, al-‘Allāmah al-Buhūtī -rahimahullah- berkata:
(وتستحب القائلة) أي الاستراحة وسط النهار، وإن لم يكن مع ذلك نوم، قاله الأزهري
“Disunnahkan melakukan qailulah, yaitu istirahat di tengah hari, meskipun tidak disertai tidur.”
Ini dikatakan oleh al-Azhari -rahimahullah-.
Artinya, meskipun kamu cuma rebahan, rileks, atau sekadar ngaso sejenak di siang hari, itu sudah termasuk qailulah. Gak harus benar-benar tidur sampai pulas.
Lalu al-Buhūtī menambahkan dalil dari Al-Qur’an:
أَصْحَابُ الْجَنَّةِ يَوْمَئِذٍ خَيْرٌ مُسْتَقَرًّا وَأَحْسَنُ مَقِيلًا
‘Penghuni surga pada hari itu tempat tinggalnya paling baik dan tempat istirahat siangnya paling indah.'” (QS. Al-Furqan: 24)
Menariknya, kata “maqīlā” dalam ayat itu mengacu pada tempat qailulah (istirahat siang), padahal… di surga gak ada tidur! Tapi Allah tetap menyebut maqīl sebagai nikmat istirahat siang yang luar biasa.
مع أنه لا نوم في الجنة
“Padahal tidak ada tidur di surga.”
Ini menunjukkan betapa berharganya qailulah itu sampai dijadikan bagian dari kenikmatan surga.
Qailulah = Tidur Sebelum Dhuhur
Al-‘Allāmah al-Buhūtī -rahimahullah- dalam Kashshāf al-Qinā‘ menyatakan:
وتستحب القائلة والنوم نصف النهار
“Disunnahkan qailulah dan tidur di pertengahan siang.”
Beliau menafsirkan qailulah sebagai tidur tengah hari (نصف النهار), dan menukil bahwa Imam Ahmad -rahimahullah- selalu melakukannya baik musim panas maupun dingin.
Ibnu Muflih -rahimahullah- dalam al-Furū‘ berkata:
وحقيقة الغداء والقيلولة: قبل الزوال
“Hakikat dari makan pagi dan qailulah adalah sebelum zawāl.” (al-Furū‘, 11/36)
Hal ini juga ditegaskan oleh Abū Ya‘là al-Farrā’ -rahimahullah- :
القيلولة ما كانت قبل الزوال
“Qailulah adalah yang dilakukan sebelum zawāl.” (at-Ta‘līq al-Kabīr, 3/295)
Begitu pula Ibn Bulbān menyatakan:
وتسن القائلة نصف النهار، وحقيقتها قبل الزوال
“Disunnahkan qailulah di pertengahan siang, dan hakikatnya adalah sebelum zawāl.” (Mukhtashar al-Ifādāt, hlm. 410)
Syaikh Ibn ‘Utsaimīn -rahimahullah- dalam Syarḥ al-Mumti‘ menjelaskan:
القائلة التي تكون في منتصف النهار، قبل الظهر
“Qailulah adalah yang dilakukan di pertengahan siang, sebelum zhuhur.” (Syarḥ al-Mumti‘, 13/525)
Al-Khaṭīb asy-Syarbīnī -rahimahullah-, ulama mazhab Syafi‘i, berkata:
ويسن للمتهجد القيلولة، وهو النوم قبل الزوال
“Disunnahkan bagi orang yang shalat malam untuk qailulah, yaitu tidur sebelum zawāl.” (Mughnī al-Muḥtāj, 1/463)
Dalil dari Hadis dan Atsar Sahabat
Diriwayatkan dari Sahl bin Sa‘d -radhiyallahuánhu-, beliau berkata:
ما كنا نقيل ولا نتغدى إلا بعد الجمعة
“Kami tidak qailulah dan tidak makan siang kecuali setelah shalat Jum‘at.”
(HR. Bukhari no. 6279, Muslim no. 860)
Ibn Hajar al-‘Asqalānī -rahimahullah- menjelaskan:
العادة في القائلة أن تكون قبل الزوال
“Qailulah biasa dilakukan sebelum zawāl. Maka sahabat itu menyampaikan bahwa karena sibuk mempersiapkan Jum‘at, mereka menunda qailulah hingga setelahnya.” (Fatḥ al-Bārī, 2/428)
Diriwayatkan pula bahwa Umar bin al-Khaṭṭāb -radhiyallahuánhu- melakukan qailulah di waktu dhuha:
خرج عمر بن الخطاب ثم رجع بعد صلاة الجمعة فيقيل قائلة الضحى
“Umar keluar lalu kembali setelah shalat Jum‘at dan tidur qailulah di waktu dhuha.”
(HR. Mālik dalam al-Muwaṭṭa’, 1/45)
Abū Ya‘là berkomentar:
وهذا يدل على أن القيلولة تكون قبل الزوال؛ لأنه أضافها إلى الضحى
“Ini menunjukkan bahwa qailulah dilakukan sebelum zawāl karena dikaitkan dengan waktu dhuha.” (at-Ta‘līq al-Kabīr, 3/298)
Bolehkah Setelah Zhuhur?
Sebagian ulama memperbolehkan qailulah dilakukan setelah zawāl. Al-Manāwī -rahimahullah- berkata:
النوم وسط النهار، عند الزوال وما قاربه، من قبل أو بعد
“Tidur di tengah hari adalah saat zawāl atau waktu yang mendekatinya, baik sebelum maupun sesudahnya.” (Fayḍ al-Qadīr, 1/494)
Namun, pendapat yang lebih kuat dan lebih sering dipegang oleh para ulama adalah bahwa qailulah dilakukan sebelum zawāl, yaitu menjelang masuk waktu zhuhur.
Kesimpulan
Qailulah adalah sunnah yang dianjurkan, dan waktu terbaik untuk melakukannya adalah sebelum zawāl, yaitu sekitar jam 11.00 siang sampai menjelang dhuhur (menyesuaikan kondisi setempat). Meskipun demikian, tidak mengapa jika dilakukan setelah zhuhur, selama tidak mengganggu kewajiban atau aktivitas lainnya.
Wallāhu a‘lam.
Referensi: Islam Q&A. (n.d.). متى وقت النوم نصف النهار (القيلولة). https://islamqa.info/ar/answers/543264/%D9%85%D8%.
Penulis: Ahmad Anshori, Lc., M.Pd.
Artikel: Remajaislam.com