Membersihkan Najis dengan Tisu Basah?
Tidak jarang sebagian orang, terutama di era modern ini, merasa praktis menggunakan tisu basah untuk membersihkan najis, baik ketika di perjalanan, di kantor, maupun saat terbatasnya fasilitas air. Pertanyaan yang muncul: apakah najis bisa benar-benar hilang hanya dengan tisu basah, tanpa air?
1. Prinsip Dasar: Menghilangkan Najis
Islam menekankan pentingnya menjaga kebersihan, terutama ketika berkaitan dengan ibadah. Allah ﷻ berfirman:
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ
“Dan pakaianmu sucikanlah.” (QS. al-Muddatsir: 4)
Ayat ini menjadi dasar bahwa suci dari najis adalah syarat sah ibadah, khususnya shalat. Karena itu, najis harus dihilangkan sampai benar-benar bersih, tidak hanya secara lahiriah, tapi juga secara hukum.
Mayoritas fuqaha (jumhur ulama) bersepakat bahwa air adalah satu-satunya sarana utama untuk menghilangkan najis, karena sifatnya yang menyucikan dan membersihkan secara sempurna. Imam an-Nawawi rahimahullah menyebutkan dalam al-Majmu‘ (2/586):
لَا يُزِيلُ النَّجَاسَةَ إِلَّا الْمَاءُ
“Najis tidak dapat dihilangkan kecuali dengan air.”
Maka, penggunaan tisu basah saja tidak mencukupi jika masih ada bekas warna atau bau najis yang tertinggal.
2. Batasan Bersih dari Najis
Para ulama menegaskan bahwa yang dimaksud dengan suci adalah hilangnya ‘ain al-najasah (zat najis itu sendiri). Jika najis masih meninggalkan bekas yang menunjukkan zatnya (misalnya warna kuning atau bau menyengat), maka ia belum dianggap hilang.
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata dalam al-Mughni (1/766):
إِنْ بَقِيَ أَثَرُ النَّجَاسَةِ بَعْدَ غَسْلِهَا وَمَشَقَّتْ إِزَالَتُهُ عُفِيَ عَنْهُ
“Jika setelah dibasuh masih ada bekas najis yang sulit dihilangkan, maka hal itu dimaafkan.”
Artinya, jika sudah dicuci dengan air dan masih ada warna samar yang sulit hilang, maka itu dimaafkan. Tetapi jika hanya menggunakan tisu basah dan zat najisnya belum hilang, maka belum suci.
3. Najis Kering dan Sentuhan
Bagaimana dengan najis yang sudah kering?
Menurut madzhab Syafi‘iyah: najis kering tidak menularkan najis kepada sesuatu yang kering pula, kecuali jika ada perantara berupa basah atau lembap.
Menurut jumhur ulama: najis kering tidak menularkan najis sama sekali, meskipun disentuh sesuatu yang basah.
Hal ini menunjukkan betapa syariat Islam memberi kelapangan dalam masalah ini, dan tidak membebani melebihi kemampuan manusia.
4. Solusi Praktis
Bagi muslim yang berada dalam kondisi sulit menemukan air, ada beberapa solusi:
1. Tetap prioritaskan air bila memungkinkan, meski sedikit. Air adalah alat utama penyuci.
2. Gunakan tisu basah sebagai penghapus zat najis terlebih dahulu, lalu sempurnakan dengan sedikit air jika memungkinkan.
3. Jika benar-benar tidak ada air (seperti dalam perjalanan panjang), maka bersihkan sebisanya, dan Allah tidak membebani hamba di luar kemampuannya. Allah ﷻ berfirman:
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. al-Baqarah: 286)
4. Ketika sudah menemukan air, segera bersihkan kembali area yang terkena najis agar sesuai dengan syarat sah shalat.
5. Penutup
Dari seluruh keterangan ulama, dapat disimpulkan:
Membersihkan najis hanya dengan tisu basah tidak cukup, selama masih tersisa warna atau bau najis.
Air tetap menjadi syarat utama penyucian dari najis.
Namun, jika darurat, tisu bisa digunakan sementara untuk menghilangkan zat najis, dan dilanjutkan dengan air bila memungkinkan.
Najis kering memiliki hukum khusus: tidak menularkan bila disentuh sesuatu yang juga kering.
Syariat Islam datang untuk memudahkan, bukan menyulitkan. Menjaga kesucian adalah bentuk penghormatan seorang hamba dalam berdiri di hadapan Allah ﷻ.
Wallahu a‘lam.
Ditulis oleh: Ahmad Anshori
Artikel: Remajaislam.com