“Laa Taḥzan” dalam Al-Qur’an: Larangan & Peniadaan
Bismillāh, segala puji bagi Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Segala puji hanya milik-Nya, yang menciptakan setiap perasaan dalam diri kita, termasuk rasa sedih yang kadang datang menghampiri. Namun, pada saat kita dilanda kesedihan, Allah memberikan petunjuk yang sangat jelas dalam kitab-Nya: Laa Tahzan….jangan bersedih.
Dalam Al-Qur’an, kita banyak menemukan larangan untuk bersedih hati, namun juga ada janji yang menguatkan bagi orang-orang yang mengikuti petunjuk Allah. Ini adalah hal yang perlu kita pahami dengan baik: sedih itu fitrah, tetapi Allah tidak menginginkan kita larut dalam kesedihan yang berlarut-larut, karena kesedihan yang berlarut-larut bisa melemahkan hati dan amal kita. Sebaliknya, kesedihan yang kita rasakan haruslah menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dan memperbaiki diri.
Kapan Dilarang, Kapan Dinafikan?
Allah berfirman dalam QS Āli ‘Imrān: 139:
وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Janganlah kamu lemah dan jangan bersedih; padahal kamulah yang paling tinggi derajatnya jika kamu beriman.”
Dalam ayat ini, Allah mengingatkan kita bahwa kesedihan yang berlarut-larut dapat melemahkan iman kita. Allah menggambarkan orang-orang yang beriman seharusnya tetap teguh dan kuat, bahkan dalam keadaan kesulitan sekalipun. Ini adalah larangan untuk larut dalam kesedihan, karena setiap ujian yang datang adalah sarana untuk mengangkat derajat kita di sisi-Nya, jika kita sabar dan bertawakkal.
Allah juga berfirman dalam QS An-Naḥl: 127:
وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلَّا بِاللَّهِ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ
“Bersabarlah, dan sabarmu itu hanya dengan (pertolongan) Allah; dan janganlah engkau bersedih terhadap mereka.”
Larangan ini datang ketika Nabi Muhammad ﷺ dan para sahabat menghadapi cobaan dan serangan dari kaum musyrikin. Allah mengingatkan kita untuk bersabar dan tidak larut dalam kesedihan atas perlakuan mereka. Bahkan, kesedihan yang kita rasakan haruslah diubah menjadi kesabaran yang berlandaskan tawakkal kepada Allah.
Kemudian dalam QS At-Tawbah: 40, Allah berfirman:
لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا
“Janganlah kamu bersedih; sesungguhnya Allah bersama kita.”
Ayat ini turun saat Rasulullah ﷺ berada dalam keadaan yang sangat sulit, ketika beliau dan sahabatnya berada dalam gua Ṯawr, dikejar oleh kaum musyrikin yang ingin membunuh mereka. Dalam situasi yang penuh ketegangan ini, Allah memberikan penghiburan bahwa Allah bersama mereka, dan kesedihan yang menghampiri mereka tidak akan merugikan, karena Allah pasti memberikan pertolongan kepada orang yang bertawakkal.
Intinya, larangan untuk bersedih dalam ayat-ayat ini bukan berarti kita tidak boleh merasakan kesedihan, tetapi Allah mengingatkan kita untuk tidak larut dalam kesedihan yang menghalangi kita untuk bergerak maju dalam kehidupan. Jangan sampai kesedihan merampas kekuatan kita, karena kita memiliki iman yang seharusnya menjadi sumber kekuatan kita.
Namun, Allah juga memberikan janji yang luar biasa dalam QS Al-Baqarah: 38:
فَمَن تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, maka tidak ada rasa takut atas mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
Inilah janji Allah bagi mereka yang mengikuti petunjuk-Nya. Tidak ada rasa takut dan tidak ada kesedihan yang menguasai hati orang-orang yang beriman dan mengikuti petunjuk Allah. Ini adalah peniadaan kesedihan dan ketakutan yang terjadi pada mereka yang terus-menerus berada dalam petunjuk-Nya.
Jadi, kesedihan bukanlah keadaan yang permanen dalam hidup seorang mukmin. Kesedihan hanyalah sebuah fase, dan ketika kita mengikuti petunjuk Allah dengan sabar dan tawakkal, Allah menjanjikan ketenangan hati yang sesungguhnya.
Insight Ibnul Qayyim: Esensi Manfaat Hati
Ibnul Qayyim -rahimahullah- menyebutkan bahwa sedih yang kita rasakan adalah bagian dari fitrah manusia, tetapi syariat tidak menginginkan kita terperangkap dalam kesedihan. Kesedihan yang berlarut-larut hanya akan menghalangi kita untuk bergerak menuju kebaikan, bahkan bisa menjauhkan kita dari Allah.
Sebaliknya, kesedihan yang dikelola dengan sabar dan tawakkal kepada Allah akan membawa kita pada kedekatan dengan-Nya. Sedih yang datang karena kehilangan orang yang kita cintai, atau karena berbuat dosa, adalah kesedihan yang terpuji. Ini adalah tanda dari keimanan yang hidup, yang mendorong kita untuk memperbaiki diri dan kembali kepada Allah dengan penuh harap.
Ibnul Qayyim juga mengatakan bahwa sedih yang berlarut-larut adalah jebakan setan. Setan ingin agar kita terjebak dalam kesedihan yang mematikan semangat hidup kita. Oleh karena itu, setiap kali kita dilanda kesedihan, kita harus segera mengingat Allah, berdoa, dan berusaha untuk bangkit kembali dengan penuh harap kepada-Nya.
Narasi Diri Positif & Tawakkal
Ketika kesedihan datang, Allah mengajarkan kita untuk mengubah narasi diri kita. Bukan hanya menerima kesedihan, tetapi memandangnya sebagai ujian yang akan mengangkat derajat kita di sisi Allah.
1) Narasi diri berdasarkan QS Āli ‘Imrān: 139
“Aku beriman, dan dengan iman ini aku akan tetap teguh. Aku tidak akan larut dalam kesedihan, karena aku tahu bahwa ini adalah ujian untuk mengangkat derajatku di sisi Allah.”
Dengan narasi seperti ini, kita diingatkan bahwa setiap kesulitan yang datang adalah jalan menuju kemuliaan yang lebih besar.
2) Narasi diri berdasarkan QS An-Naḥl: 127
“Sabar ini dengan pertolongan Allah. Aku tidak akan bersedih atas perlakuan buruk manusia, karena aku tahu bahwa Allah lebih mengetahui apa yang terbaik untukku.”
Narasi ini mengingatkan kita untuk bersabar dan fokus pada apa yang bisa kita kendalikan; ikhtiar dan amal kita bukan pada reaksi orang lain.
3) Narasi diri berdasarkan QS At-Tawbah: 40
“Allah bersama kita, dan dengan kebersamaan-Nya, tidak ada yang perlu ditakuti. Aku tidak sendirian.”
Ini adalah pengingat bahwa ma‘iyyah Allah (kebersamaan Allah) selalu ada untuk hamba-Nya yang bertawakkal dan bersabar.
4) Narasi diri berdasarkan QS Al-Baqarah: 38
“Petunjuk Allah adalah jalan hidupku, dan dengan mengikuti-Nya, aku tahu bahwa tidak ada yang perlu aku takutkan atau sesalkan.”
Narasi ini mendorong kita untuk terus-menerus mengikuti petunjuk Allah agar hati kita tetap tenang, bahkan dalam kondisi yang penuh tantangan.
Ringkasan Praktis 1 Halaman
Playbook “Lā Taḥzan”
Ayat-ayat penting:
- Āli ‘Imrān: 139: Larangan larut dalam sedih.
- An-Naḥl: 127: Sabar dengan pertolongan Allah.
- At-Tawbah: 40: Ma‘iyyatullah sebagai penenang hati.
- Al-Baqarah: 38: Janji ketenangan bagi pengikut petunjuk-Nya.
Prinsip yang harus diterapkan:
- Sedih itu fitrah, tapi bukan tempat tinggal.
- Tawakkal dan sabar adalah kunci untuk mengelola kesedihan.
- Narasi diri positif: ganti keluhan dengan doa, dan sedih dengan tindakan positif.
Checklist harian:
- Shalat tepat waktu.
- Tilawah ≥ 1 halaman dan tadabbur.
- Zikir حَسْبِيَ اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ.
- Selesaikan masalah dengan aksi nyata.
- Lakukan satu kebaikan diam-diam.
Doa pendek:
- لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا — penguat hati di saat sulit.
- اللَّهُمَّ لَا سَهْلَ إِلَّا مَا جَعَلْتَهُ سَهْلًا — memohon kemudahan.
- رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا — meminta kesabaran dalam menghadapi ujian.
Tanda keberhasilan:
- Keluhan berkurang, doa dan ikhtiar meningkat.
- Hati lebih tenang meski kesedihan datang.
- Tindakan nyata dilakukan untuk memperbaiki keadaan.
Semoga kita bisa menjadikan kesedihan sebagai sarana untuk lebih dekat kepada Allah, dan melalui setiap ujian hidup, kita tetap teguh bersyukur dalam kelapangan dan bersabar dalam kesempitan. Āmīn.
Wallahul muwaffiq.
Ditulis oleh: Ahmad Anshori
Artikel: Remajaislam.com