Bismillah…
Ibn Hazm -rahimahullah- seorang ulama besar Islam dari negeri Andalusmenulis untaian yang lembut namun menghujam dalam kitab Ṭauq al-Ḥamāmah tentang kriteria sahabat yang baik. Beliau menerangkan bahwa di antara karunia terbesar dalam cinta adalah ketika Allah menganugerahkan kepada seseorang ṣadīqan mukhliṣan; sahabat yang tulus.
Karena sejatinya, sahabat sejati bukan hasil pencarian, tapi pemberian. Ia adalah wahb min Allāh anugerah yang dititipkan oleh Allah bagi hati-hati yang jujur, bukan sekadar hasil dari pandai bergaul atau pandai memilih teman.
Ibn Hazm al-Andalus -rahimahullah- berkata:
“Di antara sebab-sebab yang paling didambakan dalam cinta adalah ketika Allah ‘azza wa jalla menganugerahkan kepada seseorang seorang sahabat yang tulus dan setia; yang lembut dalam perkataan, sederhana dalam penampilan, baik dalam cara bergaul, halus dalam pendekatan, fasih dalam ungkapan, tajam lisannya, luas kesabarannya, dalam ilmunya, sedikit menentang, besar dukungannya, kuat menahan diri, sabar terhadap sikap manja sahabatnya, banyak kesesuaian, indah dalam perbedaan, terpuji akhlaknya, terjaga dari keburukan, pasti dalam memberi pertolongan, benci terhadap perpisahan, mulia perangainya, jauh dari tipu daya, dalam maknanya, paham keinginan orang lain, baik budi pekertinya, luhur asal-usulnya, pandai menyimpan rahasia, banyak kebaikannya, jujur amanahnya, dapat dipercaya, mulia jiwanya, tajam firasatnya, pasti bantuannya, terjaga kehormatannya, dikenal kesetiaannya, tampak kedermawanannya, cerdas pikirannya, tulus nasihatnya, yakin dalam persahabatan, mudah menyesuaikan diri, baik keyakinannya, jujur lisannya, ringan jiwanya, suci tabiatnya, lapang dadanya, luas sabarnya, berakhlak dengan keteguhan dan kesetiaan, mencintai ketulusan dalam hubungan (الإمحاض), tidak mengenal sikap berpaling.**
Kepadanya hati merasa tenang dalam kegelisahan, dapat berbagi rahasia dalam kesendirian, dan bertukar pikiran tentang hal-hal tersembunyi.
Sungguh, memiliki sahabat seperti ini adalah sumber ketenangan terbesar bagi seorang yang mencinta.
Namun, di mana bisa ditemukan orang seperti itu?!
Maka jika kedua tanganmu berhasil mendapatkannya, genggamlah erat seperti seseorang yang sangat pelit terhadap barang berharganya.
Jagalah ia seperti engkau menjaga harta yang paling berharga, karena dengannya kebersamaan menjadi sempurna, kesedihan sirna, waktu terasa singkat, hati menjadi lapang dan jiwa terasa damai.
Sungguh, seseorang yang memiliki sahabat dengan sifat-sifat seperti ini takkan pernah kehilangan pertolongan yang indah dan pendapat yang baik.”
📘 Ibn Hazm, Ṭauq al-Ḥamāmah, hlm. 164.
Berikut beberapa hikmah tajam dan indah yang dapat dipetik dari ucapan Ibn Hazm رحمه الله dalam Ṭauq al-Ḥamāmah tersebut:
1. Sahabat sejati memperindah hidup melebihi harta
Ibn Hazm menggambarkan bahwa bersama sahabat seperti itu, “kesedihan sirna, waktu terasa singkat, hati menjadi lapang, dan jiwa terasa damai.”
Sebuah gambaran indah bahwa kebahagiaan sejati tidak lahir dari tumpukan dunia, tapi dari ketulusan hati yang saling menaut karena Allah.
2. Bukan banyaknya teman, tapi kualitasnya
Ibn Hazm tidak memuja jumlah, tapi satu sosok yang jujur, sabar, amanah, penyayang, dan penolong.
Ia mengajarkan bahwa satu hati yang lurus lebih berharga dari seribu yang palsu.
Sebagaimana sabda Nabi ﷺ:
«الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ»
“Seseorang itu tergantung pada agama sahabat dekatnya, maka hendaklah kalian memperhatikan dengan siapa ia bersahabat.”
(HR. Abu Dawud, Tirmidzi)
Sahabat yang baik tidak hanya hadir di saat tawa, tetapi menjadi penyembuh hati saat kesunyian menekan.
Bersamanya, seseorang belajar sabar, jujur, dan rendah hati.
Dalam diamnya, ada nasihat. Dalam pandangannya, ada kasih.
4. Menemukan sahabat sejati itu langka, maka jagalah ia seperti permata
Ibn Hazm menasihati: “Jika engkau mendapatkannya, genggamlah erat seperti orang kikir menjaga hartanya.”
Ungkapan ini bukan ajakan untuk kikir, tapi untuk menjaga amanah kasih sayang yang Allah titipkan.
Sebab kehilangan sahabat yang tulus, berarti kehilangan bagian dari ketenangan jiwamu.
Ia sedikit menentang tapi banyak membantu, sabar terhadap kekurangan, dan indah dalam perbedaan.
Ia bukan hakim atas kesalahanmu, tapi penuntun yang sabar menuju kebaikan.
Sebab cinta yang benar bukan sekadar menerima apa adanya, tetapi menuntun agar menjadi lebih baik dari sebelumnya.
6. Ukuran cinta sejati adalah الإمحاض — ketulusan tanpa pamrih
Ibn Hazm menutup nasihatnya dengan kata: “يألف الإمحاض ولا يعرف الإعراض” — ia mencintai ketulusan dan tak mengenal berpaling.
Sahabat sejati tidak datang karena kepentingan, dan tidak pergi karena kehilangan manfaat.
Ia tetap ada — meski jarak memisah, karena hatinya terikat oleh Allah.
7. Persahabatan sejati adalah bagian dari kesempurnaan iman
Dalam sabda Nabi ﷺ:
«لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ»
“Tidak sempurna iman seseorang hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Maka cinta dan persahabatan karena Allah bukan sekadar hubungan sosial, tapi ibadah hati yang tinggi nilainya.
Menjaga sahabat seperti itu berarti menjaga nikmat iman yang Allah titipkan.
Sahabat sejati adalah cermin yang memantulkan cahaya Allah ke dalam hatimu.
Ia tidak menutupi aibmu untuk membiarkanmu binasa, tapi menasihatimu agar engkau selamat.
Ia tidak hadir untuk mengisi waktu, tapi untuk meneguhkan langkah menuju surga.
Maka jika Allah menganugerahkanmu satu saja sahabat yang demikian, genggamlah erat. Karena bersama dia, kebersamaan menjadi ibadah, dan cinta menjadi jalan menuju Allah.
Wallahul muwaffiq.
Ditulis oleh: Ahmad Anshori
Artikel: Remajaislam.com