Shalat dalam keadaan ada najis yang menempel di badan atau pakaian, karena lupa membersihkan atau ganti pakaian yang suci. Baru keinget pas shalat atau setelah shalat. Bagaimana dengan status shalatnya?
Ada tiga rincian keadaan yang berkaitan dengan permasalahan ini :
Pertama, ingat ada najis di saat masih di dalam shalat.
- Bila mampu menghilangkan, maka segera hilangkan najisnya.
Ukuran mampu di sini adalah, tidak menyebabkan terlihatnya aurat. Seperti najis yang melekat pada kopyah, saat ingat di dalam shalat, segera lepas koyahnya. Kemudian lanjutkan shalat dan status shalatnya sah alhamdulillah.
- Tidak mampu menghilangkan najis.
Bisa karena dapat menyebabkan terbukanya aurat, atau karena najisnya menempel pada badan, dalam keadaan ini dia harus membatalkan shalatnya untuk menghilangkan najis, lalu mengulang shalat.
Kedua, ingat ada najis saat shalat sudah selesai.
Sholat sudah usai baru ingat di celananya ada najis, di baju yang dia pakai shalat kena najis, atau di tempat dia shalat ada najisnya. Maka status shalatnya sah, walhamdulillah.
Dalil dari dua kesimpulan di atas atas adalah :
- Hadits Abi Said Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
صلى بنا رسول الله صلى الله عليه وسلم
ذات يوم فلما كان في بعض صلاته خلع نعليه فوضعهما عن يساره، فلما رأى الناس ذل خلعوا نعالهم فلما قضى صلاته قال: ما بالكم ألقيتم نعالكم؟ قالوا رأيناك ألقيت نعليك فألقينا نعالنا فقال: “إن جبريل أتاني فأخبرني أن فيها قذرا”
“Kami pernah shalat bersama Rasulallah shalallahu ‘alaihi wasalam sholat, suatu ketika beliau beliau pernah melepas kedua sandal beliau di beberapa shalat yang beliau lakukan. Lalu beliau meletakka sandalnya di sebelah kiri. Melihat hal tersebut, para sahabat ikit melepas sandal mereka. Setelah sholat selesai, Rasul bertanya,
“Mengapa kalian melepas sandal-sandal kalian?”
Para sahabat menjawab, “Kami melihat Anda melepas sandal, kamipun ikut melepas sandal”
Raslulullah shallallahu’alaihi wa sallam kemudian merespon “Jibril tadi datang lalu mengabarkan kepadaku bahwa di sandal ini ada najisnya.” (HR Abu Daud, Ahmad dan yang lainnya dan mensohihkannya Syaikh Al Albani di Al Irwa
284)
Nabi shallallahu’alaihi wa sallam tidak membatalkan shalat, padahal beliau baru ingat ada najis di sandal saat sudah masuk ke dalam ibadah shalat. Sehingga ada sebagian momen shalat beliau ketika itu yang dilakukan di saat ada najis di sandal beliau. Namun Nabi tidak membatalkan shalat itu dan menilai shalat itu tetap sah. Hal ini karena najis itu ada di dalam shalat tanpa disengaja atau beliau lupa. Ini menunjukkan bahwa shalat dengan membawa najis, dalam keadaan lupa atau tidak disengaja, tidak membatalkan shalat. Namun saat ingat harus segera dihilangkan bila memungkinkan. Bila tidak, tentu harus dengan membatalkan shalat.
2. Kaidah fikih yang berbunyi,
من فعل المحظور جهلا أو نسيانًا برئت ذمته وتمت عبادته
“Siapa yang melakukan tindakan yang dilarang dalam keadaan tidak tahu atau lupa, maka terlepas tanggungannya dan sempurna ibadahnya.”
Kaidah di atas didasari oleh hadis – hadis yang shahih, diantaranya hadis tentang orang yang lupa makan saat sedang puasa,
من نسي وهو صائم، فأكل أو شرب فليتمّ صومه فإنما أطعمه الله وسقاه
“Siapa berpuasa lalu dia makan dan minum dalam keadaan lupa, maka lanjutkanlah puasanya, karena sesungguhnya Allahlah yang telah memberikan dia makan dan minum.” (HR Bukhori dan Muslim)
Makan dan minum saat puasa tentu perbuatan terlarang. Namun saat dilakukan dalam keadaan lupa, maka dimaafkan oleh syariat dan ibadah puasa tetap dianggap sah. Demikian pula yang berlaku pada kasus shalat membawa najis dalam keadaan lupa. Membawa najis tentu dilarang apalagi saat shalat. Namun karena itu terjadi dalam keadaan lupa, maka dimaafkan. Lalu shalat tetap sah.
Kemudian, ada kasus yang hampir mirip dengan yang lupa ada najis saat shalat, yaitu shalat dalam keadaan lupa berwudhu atau lupa kalau masih berhadats besar / junub. Kedua kasus ini berbeda. Kalau lupa ada najis saat shalat, jawabannya ada di paparan di atas. Adapun shalat dalam keadaan lupa berwudhu atau berhadats seperti junub, maka shalatnya batal. Baik ingatnya saat shalat atau setelah shalat. Dia wajib mengulang shalatnya. Dalilnya adalah hadis Nabi shallallahu’alaihi wa sallam,
لا تقبل صلاة بغير طهور
“Shalat tidak sah bila tanpa bersuci…” (HR. Muslim)
Wallahua’alam bis shawab.
___
Daftar Pustaka :
- Al-Qahtani, Sa’ad bin Wahb. 1416 H. Tuhur Al-Muslim fi Dhou’ Al-Kitab was Sunnah.
- شرح متن القواعد الفقهية – للسعدي. Prof. Dr. Kholid bin Utsman As-Sabt. khaledalsabt.com. 08 Dzulqa’dah 1431 H. Dukutip pada 04 Rabi’us Tsani 1444 H. https://khaledalsabt.com/explanations/2593/5
@ Kampung Santri Jogjakarta, 04 Rabiul Tsani 1444 H
Penulis : Ahmad Anshori
Artikel RemajaIslam.Com