Sebuah pelajaran menarik yang bisa kita petik dari kehidupan Rasulullah – shallallahu’alaihi wa sallam- adalah berusaha hidup mandiri dan bekerja. Kita semua tahu bahwa Nabi kita shallallahu’alaihi wa sallam terlahir dalam keadaan yatim, lalu di usia 6 tahun Ibu beliau meninggal. Lalu beliau diasuh oleh kakek Abdulmuttholib, 2 tahun kemudian kakek beliau meninggal. Kemudian Nabi diasuh oleh paman beliau Abu Tholib. Abu Tholib adalah orang yang tidak kaya, sebagaimana keterangan ulama sejarah bernama Ibnu Sa’id -rahimahullah-
وكان أبو طالب لا مال له
“Abu Tholib adalah orang yang miskin.” (At-Thobaqot Al-Kubro 1/56)
Keadaan ini menuntut Muhammad -shallallahu’alaihi wa sallam- bekerja mandiri, walau saat itu usia beliau masih sangat belia. Sepulangnya Rasulullah bersama rombongan pamannya dari Syam, beliau memulai mengembalakan kambing penduduk Makkah. Dari sinilah beliau mendapat tambahan uang saku.
Dr. Musa bin Rasyid Al ‘Azimi -hafidzohullah- mengatakan dalam Al-Lu’lu’ Al-Maknun (1/111),
وبذلك ضرب مثلا عاليا من صغره في اكتساب الرزق بالكد والتعب
“Melalui pengalaman hidup beliau ini, beliau telah memberikan teladan tentang mandiri mencari rizki dengan sungguh dan prihatin.”
Rekan – rekan yang kami muliakan, ternyata Nabi kita Muhammad -shallallahu’alaihi wa sallam- sejak kecil adalah pekerja keras. Beliau berusaha hidup mandiri sejak usia kanak – kanak. Maka umatnya; para pecinta dan pengangum beliau, musti meneladani jejak beliau ini. Hidup mandiri dan jauhi pengangguran.
Bahkan teman – teman, seluruh Nabi adalah para pekerja keras. Contoh saja Nabi Musa pernah dikontrak mengembalakan kambing. Nabi Zakariya adalah seorang tukang kayu. Nabi Isa adalah tabib yang bisa menyembuhkan penyakit buta bawaan, kusta dan penyakit lainnya.
Dalam hadis Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu- diterangkan, Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- bersabda,
ما بعث الله نبيا إلا رعى الغنم
“Tak seorangpun Nabi kecuali dia pernah mengembala kambing.”
Sejumlah sahabat beliau bertanya,
وأنت؟
“Apakah Anda juga demikian ya Rasulullah?”
Nabi menjawab,
نعم، كنت أرعاها على قراريط ﻷهل مكة
“Iya, dulu saya mengembalakan kambingnya masyarakat Makkah di lembah – lembah Makkah.” (HR. Bukhori)
Dalam keterangan dari hadis shahih yang lain, yakni dalam hadis sahabat ‘Abdah bin Haznin -radhiyallahu’anhu-, disampaikan sabda Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam-,
بعث موسى وهو راعي غنم، وبعث داود وهو راعي غنم، وبعثت أنا وأنا أرعى غنما ﻷهلي بأجياد
“Musa diutus dan beliau bekerja mengembala kambing. Dawud juga diutus dan bekerja mengembala kambing. Saya juga demikian diutus dan aku pernah mengembalakan kambing masyarakatku (Makkah) di daerah Ajyad (daerah pegunungan Makkah).” (HR. Bukhori)
Ini pelajaran berharga untuk setiap Muslim. Bahwa seorang muslim itu menjauh dari pengangguran. Dia adalah pekerja yang ulet dan cerdas. Dia bisa proposional menyikapi kehidupan dunia sebagai kehidupannya sekarang, dan alam akhirat sebagai kehidupannya di masa depan.
Ternyata, bekerja duniawi itu tidak bertentangan dengan prinsip mencari akhirat atau akhirat oriented teman – teman. Andai saja bekerja duniawi itu bertentangan dengan akhirat oriented, dalam bahasa lain bertentangan dengan ketakwaan dan kesholihan, tentu orang – orang yang paling tinggi takwa dan keshalihannya adalah orang – orang yang paling jauh dari pekerjaan duniawi. Namun buktinya, ternyata semua Nabi sebagai orang yang paling takwa paling sholih, itu punya pekerjaan duniawi sebagai penopang kebutuhannya di dunia. Ada yang tukang kayu, tukang besi, tabib, pedagang dan yang pasti semua Nabi pernah bekerja sebagai pengembala kambing.
Allah berfirman,
وَٱبۡتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلۡأٓخِرَةَۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنۡيَاۖ وَأَحۡسِن كَمَآ أَحۡسَنَ ٱللَّهُ إِلَيۡكَۖ وَلَا تَبۡغِ ٱلۡفَسَادَ فِي ٱلۡأَرۡضِۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُفۡسِدِينَ
Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepada kamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al-Qashash: 77)
Mari kita simak juga pesan Nabi ini,
مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَإِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ
“Tidaklah seorang (hamba) memakan makanan yang lebih baik dari apa yang ia makan, yang berasal dari hasil usaha tangannya (sendiri). Dan sungguh Nabi Dawud ‘alaihissalam makan dari hasil usaha tangannya (sendiri).” (HR. Bukhari)
Jika demikian, dalam pekerjaan duniawi itu tidak menjadi murni soal dunia saja. Pekerjaan duniawi bisa selain menjadi penopang nafkah di kehidupan dunia, juga bisa menjadi pundi – pundi pahala.
Saat bekerja diniatkan untuk ibadah.
Bagaimana caranya?
- Caranya niatkan untuk meneladani para Nabi.
- Mengamalkan ayat dan hadis di atas.
- Niatkan perjuangan nafkah untuk sedekah kewajiban kepada keluarga yang menjadi tanggungan nafkah. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam secara khusus bersabada memotivasi para pejuang nafkah,
دِينَارٌ أَنْفَقْته فِي سَبِيلِ اللَّهِ ، وَدِينَارٌ أَنْفَقْته فِي رَقَبَةٍ ، وَدِينَارٌ تَصَدَّقْت بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ ، وَدِينَارٌ أَنْفَقْته عَلَى أَهْلِك ، أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِي أَنْفَقْته عَلَى أَهْلِك
“Satu dinar yang engkau belanjakan di jalan Allah, satu dinar yang engkau belanjakan untuk memerdekakan budak, satu dinar yang engkau sedekahkan kepada orang miskin, dan satu dinar yang engkau belanjakan bagi keluargamu, yang paling agung pahalanya adalah yang engkau belanjakan bagi keluargamu.” (HR. Muslim)
- Niatkan cari dunia untuk akhirat. Karena memang banyak ibadah yang harus menggunakan duit. Haji, umrah, zakat, sedekah, menyantuni anak yatim, wakaf, bangun masjid dll, semua ibadah ini perlu modal teman – teman.
Semangat bekerja ya…
Semoga tulisan ini bisa menjadi motivasi berbuat baik.
@ Kampung Santri Jogjakarta, 09 Rabiul Tsani 1444 H
Penulis : Ahmad Anshori
Artikel RemajaIslam.Com