Ada salahsatu pengalaman hidup manusia suci nan luhur; Nabi Muhammad -shallallahu’alaihi wa sallam- yang sangat menarik dipelajari. Menjadi energi positif bagi jiwa dan inspirasi yang sangat mahal. Yaitu masa – masa di saat beliau diasuh oleh paman beliau Abu Tholib.
Ketika Nabi hidup di rumah Abu Tholib, beliau berada dalam keadaan serba prihatin. Karena Abu Tholib meski memiliki status sosial yang tinggi, beliau tergolong orang yang miskin. Salah seorang ulama pakar sejarah bernama Ibnu Sa’id -rahimahullah- menyatakan,
وكان أبو طالب لا مال له
“Abu Tholib adalah orang yang miskin.” (At-Thobaqot Al-Kubro 1/56)
Sehingga keadaan ini menuntut Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- untuk bekerja mandiri. Padahal saat itu usia beliau masih sangat belia. Beliau memilih bekerja mengembalakan kambing penduduk Makkah. Dari sinilah beliau mendapat tambahan uang saku.
Dalam hadis Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu- diterangkan, Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- bersabda,
ما بعث الله نبيا إلا رعى الغنم
“Tak seorangpun Nabi kecuali dia pernah mengembala kambing.”
Sejumlah sahabat beliau bertanya,
وأنت؟
“Apakah Anda juga demikian ya Rasulullah?”
Nabi menjawab,
نعم، كنت أرعاها على قراريط ﻷهل مكة
“Iya, dulu saya mengembalakan kambingnya masyarakat Makkah di lembah – lembah Makkah.” (HR. Bukhori)
Dr. Abdul Hadi Musa mengatakan,
وبذلك ضرب مثلا عاليا من صغره في اكتساب الرزق بالكد والتعب
“Melalui pengalaman hidup beliau ini, beliau telah memberikan teladan tentang mandiri mencari rizki dengan sungguh dan prihatin.” (Al-Lu’lu’ Al-Maknun (1/111) )
Sobat yang kami muliakan, ada pelajaran indah di sepenggal kisah hidup Nabi yang mulia ini.
Coba Anda perhatikan bagaimana beliau merespon masalah.
Anak sekecil itu sudah sedemikian matang akal dan kepribadiannya.
Beliau memilih untuk menjadikan masalah sebagai potensi daripada menganggap masalah hanya sebagai masalah. Beliau cerdas sekali menyikapi masalah, sempitnya hidup beliau sikapi sebagai peluang, daripada hanya berkeluh kesah dan mengutuk keadaan.
Saat mendapati kehidupan paman beliau yang pas-pasan, beliau tidak berpangku tangan, seraya pasrah menerima keadaan. Beliau move on brother, mencari solusi. Akhirnya justeru masalah berubah menjadi nikmat. Dari situ potensi beliau terpancing. Mencari mana penduduk Makkah yang bisa dikembalakan kambingnya. Dari menjual jasa mengembalakan kambingnya masyarakat. Dari sinilah beliau mendapat tambahan uang saku.
Lihatlah bagaimana cerdasnya anak mulia ini. Bisa bersikap dewasa lebih daripada anak – anak yang sebayanya.
Di tempat yang lain, banyak orang – orang yang dibuat stres oleh masalah hidupnya. Ada yang bad mood, tak bergairah bekerja. Bahkan ada yang sampai berniat bunuh diri.
Bedanya jauh ya sobat, yang satu menangkap masalah menjadi peluang. Sehingga masalah justeru memancing potensi yang terpendam. Yang satu menangkap masalah ya sebagai masalah. Sehingga masalah menjadi musibah dan penyakit yang meracuni jiwa dan jasmani. Nah di sinilah triknya. Yaitu di presepsi terhadap masalah. Yang beruntung itu ya yang menganggap masalah sebagai peluang.
Kalau dibandingkan kalian pilih yang mana sahabat?
Ya orang yang berakal tentu akan memilih “masalah menjadi nikmat”, daripada “masalah sebagai musibah dan penyakit”. Menganggap masalah sebagai musibah hanya akan merugikan. Sudah masalah itu sendiri adalah musibah, ditambah respon dan cara pikir dia kepada masalah yang tidak bijak, itu menjadi musibah yang lebih besar.
Kenyataan adalah persepsi anda. Jika anda ingin mengubah kenyataan hidup anda, mulailah dengan mengubah persepsi anda.” [Dr. Ibrahim Elfiky]
Baiklah, sobat RemajaIslam, yang punya masalah ayo segera move on yaa….
@ Kampung masa kecil: Dusun Derman, Sumbermulyo, Bambanglipura, Bantul, 11 Rabiul Tsani 1444 H
Penulis : Ahmad Anshori
Artikel RemajaIslam.Com