Secara umum ada tiga metode turunnya wahyu yang dialami oleh para Nabi:
1) Melalui mimpi.
Seperti kisah Nabi Ibrahim -shallallahu’alaihi wa sallam- mendapat wahyu menyembelih putranya yang bernama Ismail.
2) Allah berbicara kepada Nabi dari balik tirai/hijab.
Seperti yang dialami Nabi Musa -alaihissalam-.
3) Allah mengutus Malaikat utusan (Jibril) untuk menyampaikan wahyu.
Wahyu dengan metode ini disebut “Wahyu Jali” (wahyu yang jelas).
Adapun turunnya wahyu kepada Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- , ada sejumlah keadaan yang dijumpai Nabi -shallallahu’alaihi wasallam- di saat menerima wahyu:
Pertama, malaikat datang dengan suara gemerincing. Keadaan seperti ini adalah keadaan turun wahyu yang paling berat dialami Nabi -shallallahu’alaihi wasallam-. Beliau pernah bersabda,
أسمع صلصلة، ثم سكت عند ذلك، فما من مرة يوحى إلي إلا ظننت أن نفسي تقبض
“Aku pernah mendengar suara kemerincing (di saat menerima wahyu). Lalu saat itu aku terdiam. Tidaklah aku menerima wahyu dengan keadaan seperti itu kecuali aku menyangka bahwa nyawaku telah dicabut.” (HR. Al-Haitsami, sanad Hasan)
Suara gemerincing tersebut bersumber dari kepakan sayap Malaikat. Hikmah adanya suara ini adalah agar Nabi -shallallahu’alaihi wasallam- siap untuk fokus mendengarkan wahyu.
Biasanya beliau mendapatkan wahyu dalam keadaan seperti ini di saat wahyu berisi ayat tentang ancaman.
Kedua, wahyu ditiupkan ke hati beliau.
Nabi -shallallahu’alaihi wasallam- pernah bersabda:
إن روح القدس نفث في روعي
“Sesungguhnya Malaikat Jibril meniupkan wahyu pada diriku…”
Ketiga, malaikat datang dalam bentuk sosok manusia, lalu berbicara menyampaikan wahyu kepada Nabi. Cara ini adalah cara yang paling nyaman dialami Nabi dalam menerima wahyu, sebagaimana beliau katakan,
وهو أهونه علي
“Keadaan seperti ini adalah yang paling ringan aku alami di saat menerima wahyu.”
Keempat, malaikat datang dalam bentuk sosok aslinya. Peristiwa ini dialami Nabi sebanyak dua kali: sekali saat beliau berada di Sidrotul Muntaha, kemudian sekali Nabi melihat Jibril dalam bentuk aslinya yang turun dari Al-Ufuq Al-A’la (ufuk yang paling tinggi), maksudnya ufuk tempat terbitnya matahari, sebagaimana tertera di dalam surat An-Najm.
Kelima, malaikat datang di dalam mimpi beliau, berupa mimpi yang wujudnya seperti cahaya terangnya fajar yang menyingkap kegelapan malam. Beliau sering mengalami demikian sebelum mendapatkan wahyu.
Keenam, Allah mengajak Nabi berbicara, seperti yang terjadi dalam peristiwa Mi’roj.
Proses Turunnya Al-Quran dari Lauhul Mahfudz
Al-Quran diturunkan secara utuh ke langit dunia di malam Lailatul Qodar. Kemudian diturunkan secara bertahap ke Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam selama 23 tahun, 13 tahun di Makkah dan 10 tahun di Madinah. Imam As-Suyuti dalam Al-Mursyad Al-Wajiz menerangkan hikmahnya Al-Quran diturunkan secara utuh ke langit dunia kemudian bertahap ke dunia:
- Memberikan penekanan terhadap segala kabar dan perintah yang Allah kabarkan di dalam Al-Qur’an.
- Sebagai kabar kepada penduduk langit bahwa Al-Quran adalah kitab terakhir yang Allah turunkan kepada Nabi yang paling mulia serta penutup para Rasul.
- Adanya dua cara turunnya Al-Quran adalah untuk menunjukkan keutamaan dan kemuliaan kitab ini.
Ada pula ulama yang menjelaskan bahwa Al-Quran pertama kali diturunkan di malam Lailatul Qodar. Ulama yang memegang pendapat ini adalah As-Sya’bi -rahimhahullah-.
Keterangan di atas adalah penjelas terhadap ayat:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ
Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). (QS. Al-Baqarah: 185).
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. (QS. Al-Qodar: 1)
References:
Al-Jami’ah Al-Alamiyyah Al-Madinah/Al-Madina Internasional University (2009). Madkhol ila ‘Ulum Al-Qur’an.
Al-‘Azimi, Musa bin Rasid (2015). Al-Lu’lu’ Al-Maknun fi Siroti An-Biyyil Ma’mun Shallallahu’alaihi wa sallam. Penerbit Dar As-Sumai’i. Riyad-Saudi Arabia.
Sawo Kampoeng Santri Jogja, 08 Dzulqo’dah 1444H
Penulis : Ahmad Anshori
Artikel : RemajaIslam.com