Terjadi perbedaan pendapat fikih adalah suatu hal yang lumrah, sebagaimana perbedaan pemahaman para ahli juga terjadi di disiplin ilmu lainnya.
Dengan syarat perbedaan tersebut didasari prinsip-prinsip ilmiyah yang berlaku dalam ilmu keislaman serta kaidah-kaidah yang benar.
Ingat: Perbedaan ini terjadi pada pemahaman para ulama kepada syariat, bukan syariatnya yang terjadi perbedaan-perbedaan.
Para ulama tidak menyengaja untuk menyelisihi dalil. Oleh karenanya seluruh Imam Mazhab menyatakan “Jika hadis itu shahih maka itulah mazhabku.”
Imam Syafi’i mengatakan:
أن من استبانت له سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم
لم يكن له أن يدعها لقول أحد
“Jika telah tampak jelas dihadapan seorang itu sebuah sunnah Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- maka tidak boleh dia meninggalkan sunnah Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- karena ucapan seorang manusia.”
ٍManfaat Mengetahui Sebab Perbedaan Fikih
- Menjadi lebih dewasa dengan perbedaan mazhab atau kesimpulan fikih,
- Mudah saling menghormati
- Mudah bertoleransi saudara muslim yang lain.
- Mengetahui bahwa ilmu agama ini luas
Sebab Terjadi Perbedaan Fikih
Belum sampainya dalil kepada sebagian ulama.
Contoh kasus:
Utsman bin Affan tidak pernah meyakini wanita yang ditinggal wafat suaminya tidak dalam menghabiskan masa iddah tidak harus di rumah suaminya.
Ibnu Abbas dan Ali berpendapat masa iddah wanita yang dicerai saat hamil bukan sampai melahirkan, tapi menggunakan masa iddah yang paling lama diantara dua iddah, boleh jadi iddah kehamilan yaitu sampai melahirkan kandungannya atau juga dengan iddah kematian yaitu empat bulan sepuluh hari.
Kisah Umar yang belum tahu sunnah meminta izin.
Berbeda memahami dalil.
Contoh kasus:
Perbedaan pemahaman sahabat terhadap sabda Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam-,
لا يصلين أحد العصر إلا في بني قريظ
“Jangan ada yang shalat Asar keculai saat sudah tiba di kampungnya Bani Quraidzoh.”
Perbedaan memahami dalil tentang wilayah Batn Uronah apakah masuk padang arofah atau tidak.
Perbedaan menyikapi kaki dalam wudhu, dibasuh atau diusap.
Tampak kontradiktif pada dalil (nisbi atau tidak sebenarnya).
Solusi: Al-jam’u (Mengkompromikan) → Naskh (menghapus keberlakuan salahsatu dalil), syaratnya “waktu terbitnya dalil dapat diketahui → Tarjih (memilih salahsatu).
Seperti:
Hukum upah muazin
Membekam apakah membatalkan wudhu?
Menyentuh kemaluan batal wudhu?
Alat untuk tayamum.
Lafad dalil yang multitafsir.
Seperti:
Makna القرء pada ayat tentang iddah talak (Al-Baqarah 228)
Makna إغلاق pada hadis tentang talak.
Berbeda dalam hal kaidah ushul
Seperti: berdalil dangan qiyas, istihsan, istishab, berdalil dengan hadif doif, hasan atau tidak.
Berbeda dalam menilai keshahihan hadis.
Contoh:
Hukum bekas warna najis pada pakaian.
Referensi:
Al-Janbaz, Umair (1435/ 2014). Aham Al-Asbab fi ikhtilaf Al-fuqohaa’. alukah.net
Disusun oleh : Ahmad Anshori
Artikel: Remajaislam.com