Sebuah hadis yang berbicara tentang hal ini bersumber dari sahabat Abdullah bin Abbas -radhiyallahu’anhuma, dikisahkan dalam hadis tersebut bahwa ada seorang bertanya kepada Rasul, “Ya Rasulullah apa saja dosa besar itu?” Rasul menjawab,
الشرك بالله، والإياس من روح الله، والقنوط من رحمة الله
“Dosa besar itu adalah syirik dan berputus asa dari rahmat Allah serta …” (HR. Al-Bazzar)[1]
kemudian hadis dari sahabat Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu- bahwa Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- bersabda,
لو يعلم المؤمن ما عند الله من العقوبة ما طمع بجنته أحد، ولو يعلم الكافر ما عند اللع من الرحمة..
“Andai seorang mukmin itu menyadari ngerinya azab Allah, niscaya tidak akan ada orang yang berharap surga. Andai seorang kafir itu menyadari betapa luasnya rahmat Allah, maka tak akan ada orang yang putus asa dari mencari rahmatNya.” (HR. Muslim).[2]
Putus asa dari Rahmat Allah اليأس dan القنوط adalah dua sifat yang mengundang petaka. Agama telah menjelaskan bahaya dua sifat ini. Bila menguasai hati, pasti akan menghancurkan nasib seseorang. Bila merasuk ke dalam jiwa, pasti akan merusaknya. Kedua sifat ini tergolong dosa besar. Allah ta’ala berfirman,
إِنَّهُ لَا يَيْأَسُ مِن رَّوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ
“Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” (QS. Yusuf: 87)
Allah juga berfirman,
قَالَ وَمَن يَقْنَطُ مِن رَّحْمَةِ رَبِّهِ إِلَّا الضَّالُّونَ
Ibrahim berkata: “Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhan-nya, kecuali orang-orang yang sesat”. (QS. Al-Hijr: 56)
Sumber dua sifat ini adalah ketidaktahuannya tentang kesempurnaan nama dan sifat Allah, yang jelas dia tidak begitu mengenal tentang Allah tabaaraka wa ta’ala. Allah itu maha berilmu, ilmunya meliputi segala sesuatu di semesta ini. Maha kuasa yang tak ada sesuatu apapun di bumi ataupun di langit yang dapat melemahkan kekuatannya. Tuhan yang senang menerima taubat hambaNya. Penyayang kepada hambaNya. Dia bentangkan tanganNya di malam hari untuk menerima taubat hamba-hambaNya yang bebuat salah di siang hari. Dan membentangkan tanganNya di siang hari untuk menerima taubat hamba-hambaNya yang bebuat salah di malam hari. Dia yang maha dermawan, tangan kananNya selalu penuh dengan pemberian yang tidak pernah habis oleh rizki-rizki makhlukNya. Tuhan yang selalu lapang memberi di malam dan siang hari. Robb yang maha pengampun, tak ada satupun dosa yang berat untuk dia ampuni. Robb yang maha sempurna hidupNya, selalu memberi kebaikan kepada makhlukNya, Dia malu tidak mengabulkan doa hambaNya yang menengadahkan kedua tangannya meminta kepada Allah, lalu Allah membiarkan dia tak mendapatkan apa-apa dari yang dia pinta. Dan masih banyak nama-nama Allah yang indah dan sifat-sifatNya yang sempurna, memahami dan merenungkannya akan memunculkan penghambaan yang sempurna kepadaNya, membuat hamba semakin bergantung, semakin tawakkal, semakin berharap kepadaNya. Allah tabaaraka wata’ala berfirman di dalam hadis Qudsi,
أنا على ظني عبدي بي
Siapa yang sudah meyakini bahwa semua masalah dan urusan hidup berada di tangan Allah yang maha agung. Dan bahwa semua persoalan terjadi berdasarkan takdir dan keputusan Allah, yang tidak dikehendaki Allah tak akan terjadi, yang telah ditakdirkan Allah pada hambaNya, tak akan salah alamat, yang bukan takdir seorang, tak akan mengenainya. Seorang meyakini itu dengan sebenarnya, pasti hatinya akan tenang, hatinya tak akan bimbang, hatinya tak akan gelisah. Apakah kegelisahan hati akan mengubah takdir Allah?! Apakah kebimbangan hati akan mengubah takdir? Sungguh gelisah dan bimbang merespon takdir Allah hanyalah hama yang menyakiti hati, melemahkan iman dan membuat hubungan seorang dengan Allah menjadi renggang. Oleh karenanya doa tentang mengusir kegelisahan dan kesedihan berisi makna yang mengembalikan seorang hamba pada pondasi yang kuat ini. Ada sebuah hadis diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari Abdullah bin Mas’ud -radhiyallahu’anhu- beliau berkata, Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- bersabda,
ما أصاب أحدا قط هم ولا حزن فقال: اللهم إني عبدك ابن عبدك ابن أمتك…
Catatan kaki:
[1] HR. Al-Bazzar (106 كشف), dinilai Hasan oleh Al-Albani di dalam Shahih Al-Jami’ (4603).
[2] HR. Muslim (2755)
Diterjemahkan oleh: Ahmad Anshori dari Kitab Ahadits Ishlah Al-Qulub, karya Syaikh Prof. Abdurrazaq bin Abdulmuhsin Al-‘Abbad.
Artikel: RemajaIslam.com