Siapa yang putus asanya karena dosa yang banyak yang dia lakukan, maka renungkan firman Allah subhanahu wa ta’ala,
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Az-Zumar: 53)
Ayat ini adalah ayat Al-Quran yang paling membangkitkan keyakinan optimisme. Di dalam ayat ini dijelaskan bahwa tak ada dosa yang berat untuk Allah ampuni. Allah juga tidak meminta suatu kebutuhan kepada hambaNya. Dialah Allah sebagai tuhan yang lebih dermawan dari apa yang diminta, lebih luas kekayaanNya dari apa yang Dia beri, lebih penyayang dari kasih sayang yang diminta. Allah memuliakan setiap hamba yang menuju kepadanya, memuliakan hamba yang kembali kepadaNya, memcukupkan kebutuhan orang-orang yang bertawakkal kepadaNya. Allah lebih sayang kepada hambaNya, melebihi sayangnya seorang Ibu kepada anaknya. Oleh karenanya, kata para ulama tentang definisi berharap kepada Allah adalah melihat pada luasnya rahmat Allah.
Wajib bagi seorang untuk memanajemen dirinya agar mau diajak taat kepada Allah. Serta berusaha menjauh dari dosa-dosa. Tidak menyerah pada keputus asaan. Tapi terus berjuang mengatur dirinya untuk taat kepada Allah, beramal mencari ridho Allah. Tetap memperhatikan maslahat dunia, silahkan berjuang mendapatkan kehidupan dunia yang nyaman. Dan coba perhatikan ada pelajaran di sini, bukankah kita bisa bersikap optimis, tidak putus asa terhadap persoalan dunia?!
Saat lapar orang tidak menyerah kepada laparnya, saat haus orang tak menyerah pada dahaganya, dia akan mencari air yang menghilangkan hausnya. Dan maslahat dan kebutuhan duniawi lainya. Lantas mengapa menyerah kepada dosa?!
Mengapa Anda tidak berusaha menghindar dari hukuman di akhirat dengan bertaubat kepada Allah ‘azza wa jalla?! Jika seorang berusaha menghindari banyak makanan karena khawatir menyebabkan penyakit, mengapa tidak berusaha menghindar dari dosa karena takut kesusahan yang diakibatkan?! Bukankah nanti dia akan berdiri di hadapan Allah, kemudian mempertanggungjawabkan semua yang dia lakukan di kehidupan dunia ini?! Adahuai betapa seringnya orang-orang begitu khawatir dari hal-hal yang membahayakan kesehatan badannya, namun ia tidak khawatir dari hal-hal yang menyebabkan dia ditimpa azab Allah.
Ibnu Syubrumah berkata,
عجبت لمن يحتمي من الطغيبات مخافة الداء، كيف لا يحتمي من المعلصي مخافة النار
“Aku heran dengan orang menghindari makanan-makanan yang baik, karena takut menyebabkan penyakit, namun tidak menghindari dosa-dosa karena takut neraka.” (Lihat: Adab Ad-Dunia wa Ad-Din, Al-mawardi (hal. 97).
Hammad bin Zaid berkata,
عجبت عمن يحتمي من الأطعمة لمضراتها، كيف لا يحتمي من الذنوب لمعرتها
“Aku heran dengan orang yang berhati-hati dari makanan yang baik, karena takut menyebabkan penyakit, namun tidak berhati-hati dari dosa-dosa karena takut dengan kesusahan yang disebabkannya.” (Lihat: Adab Ad-Dunia wa Ad-Din, Al-mawardi (hal. 103).
Referensi:
Al-Badr, Abdurazzaq bin Abdulmuhsin, (1444H). Ahadits Ishlah Al-Qulub, Dar Imam Muslim, Madinah, Saudi Arabia.
Diterjemahkan oleh: Ahmad Anshori
Artikel: Remajaislam.com