Suuzon seringkali menghacurkan kehidupan seorang. Dengannya persahabatan menjadi ternodai, berganti menjadi musuh dan saling membenci. Bersikaplah kepada orang lain dengan sikap yang kamu senangi jika orang lain bersikap sebuah sikap kepadamu. Karena orang beriman itu senang kebaikan itu ada pada sauranya layaknya dia senang bila kebaikan itu ada pada dirinya.”
Jika hati seorang diserbu oleh berbagai prasangka, selama tidak dia ucapkan dan ekspresikan, maka dimaafkan dan tidak membahayakannya. Sebagaimana dikatakan oleh Sufyan As-Tsauri -rahimahullah-,
الظن ظنان: فظن إثم وظن ليس بإثم فأما الذي هو إثم فالذي يظن ظنا ويتكلم، وأما الظن الذي ليس بإثم فالذي يظن ولا
يتكلم به
“Prasangka ada dua macam: prasangka yang mengandung dosa, dan prasangka yang tak mengandung dosa. Adapun prasangka yang mengandung dosa adalah yang berprasangka lalu ia ucapkan. Adapun prasangka yang tak mengandung dosa adalah prasangka yang tidak diucapkan.” (Riwayat Tirmidzi dalam Sunannya hadis no. 1988)
Agar seorang dapat terhindar dari dosa-dosa yang disebabkan oleh su-uzon, hendaknya ia ingat bahwa ada hak saudara semuslim yang harus dia jaga, dan perbanyaklah doa-doa baik untuk orang lain, karena itu akan mencegah dari kekuatan setan yang berupaya mempermainkan prasangka-prasangka.
Ibnu Qudamah -rahimahullah- mengatakan,
“Di saat muncul prasangka yang tidak baik kepada saudara semuslim, berusahalan mengusirnya dengan cara Anda memberikan empati dan perhatian yang lebih kepada saudaramu yang kamu prasangkai. Kemudian juga doakan doa-doa baik untuknya. Dengan seperti itu, kekuatan setan akan melemah dan kalah. Setan tak akan mampu mempengaruhi prasangkamu kepada saudaramu karena kamu telah sibuk oleh mendoakan saudaramu dan memberikan empati yang lebih kepada saudaramu. Jika memang ternyata tampak sebuah kesalahan saudara semuslimmu, nasehatilah secara diam-diam. Sadarilah bahwa kelanjutan dari suuzon adalah tajassus (mencari-cari aib). Karena hati manusia tidak akan puas hanya dengan prasangka. Ia akan mendorong untuk mencari bukti dari prasangka itu hingga seorang disibukkan oleh perbuatan tajassus. Padahal tajassus itu dilarang oleh agama. Karena tajassus akan membuatmu tahu aib-aib saudarmu yang sebenarnya dia sudah berupaya menutupi. Andai aib itu tidak Anda ketahui, perilaku hatimu kepada saudara semuslim itu akan lebih selamat.[2]
Dari Abu Hazim Salamah bin Dinar -rahimahullah- beliau berkata,
لا تعادين رجلا ولا تناصبنه حتى تنظر إلى سريرته بينه وبين الله عزوجل، فإن تكن له سريرة حسنة فإن الله تبارك
وتعالى لم يكن مخذله بعداوتك له، وإن كانت له سريرة ردية فقد كفاك مساوئه، فلو أردت أن تعمل به أكثر من معاصي
الله لم تقدر
“Jangan memusuhi orang sampai kamu benar-benar tahu amalan rahasianya antara dia dan Allah ‘azza wa jalla. Bila dia mempunyai amalan rahasia yang baik, maka Allah tidak akan menghinakannya karena permusuhanmu itu. Jika ternyata amal rahasianya itu buruk, maka anda telah terjaga dari keburukannya itu. Lalu saat kamu ingin berbuat melebihi maksiat kepada Allah, kamu tak akan mampu.” (Riwayat Ad-Dinuri dalam Al-Mujalasah wa Jawahir Al-‘Ilm (1100).
Betapa indahnya akhlak seorang muslim di saat dia berjuang melawan nafsunya untuk bernikmat-nikmat dengan akhlak yang mulia dan etika yang sempurna. Itu adalah hidayah dan arahan agama yang mulia ini, yang ajarannya telah menjadikan manusia merasakan kenyamanan, ketentraman, ketenangan, mendapatkan kekuatan cinta, ketulusan dan persaudaraan. Seorang muslim memang dituntut untuk memperhatikan hak-hak dan etika terhadap saudaranya semuslim, serta berupaya menjaga pertalian persahabatan yang di dasari oleh iman dan ikatan islam.
Kita memohon kepada Allah ‘azza wa jalla agar Allah menjaga persaudaraan, ketentraman dan keimanan kita semua. Serta semoga Allah memperbagus seluruh urusan hidup kiya. Sesungguhnya Allah tabaaraka wa ta’ala maha mendengarkan doa.
Referensi:
Al-Badr, Abdurazzaq bin Abdulmuhsin, (1444H). Ahadits Ishlah Al-Qulub, Dar Imam Muslim, Madinah, Saudi Arabia.
Diterjemahkan oleh: Ahmad Anshori
Artikel: Remajaislam.com