Baca part #1 di sini.
Jika sifat sombong dan ujub terkumpul di dalam diri seseorang, maka azabnya adalah pasti. Kedua sifat itu akan menghilangkan kebaikan diri dan memunculkan kerendahan. Orang yang dikuasai oleh dua sifat ini tidak akan mau mendengarkan nasihat atau bisa diperbaiki.
Mari kita renungkan kisah pemilik dua kebun yang dijadikan permisalan oleh Allah di dalam Al Qur’an, menunjukkan betapa bahayanya sifat ujub. Allah ta’ala berfirman,
وَاضْرِبْ هُم مَّثَلَا رَجُلَيْنِ جَعَلْنَا لِأَحَدِهِمَا جَنَّتَيْنِ مِنْ أَعْتنبٍ وَحَفَفْنهُما بِنَخْلِ وَجَعَلْنا بينهما زَرْعًا (٢) كلتا الجنتينِ ءاتت أُكُلَهَا وَلَمْ تَظْلِم مِنْهُ شَيْئًا وَفَجَّرْنَا خِللَهُمَا نهرا ) وَكَانَ لَهُ ثَمَرُ فَقَالَ لِصَحِبهِ، وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَنَا أَكْثَرُ مِنكَ مَالًا وَأَعَزُّ نَفَراً ) وَدَخَلَ جَنَّتَهُ وَهُوَ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ، قَالَ مَا أَظُنُّ أَن تَبِيدَ هَذِهِ أَبَدًا وَمَا أَظُنُّ السَّاعَةَ قَابِمَةً وَلَين رددتُ إلَى رَبِّي لَأَجِدَنَّ خَيْرًا مِنْهَا مُنقَلَبًا ) قَالَ لَهُ صَاحِبُهُ، وَهُوَ يُجَاوِرُه أَكَفَرْتَ بِالَّذِى خَلَقَكَ مِن تُرَابٍ ثُمَّ مِن نُّطْفَةٍ ثُمَّ سَوَّتِكَ رَجُلًا (۳) لَكِنَّا هُوَ اللَّهُ رَبِّي وَلَا أُشْرِكُ بِرَبّى أَحَدًا وَلَوْلَا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ إِن تَرَنِ أَنَا أَقَلَ مِنكَ مَالًا وَوَلَدًا (٣) فَعَسَى رَبِّي أَن يُؤْتِينِ خَيْرًا مِن جَنَّيْكَ وَيُرْسِلَ عَلَيْهَا حُسْبَانًا مِنَ السَّمَاءِ فَنَصْبِحَ صَعِيدًا زَلَفًا أَوْ يُصْبِحَ مَاؤُهَا غَوْرًا فَلَن تَسْتَطِيعَ لَهُ طَلبًا ) وَأُحِيطَ بِثَمَرِهِ، فَأَصْبَحَ يُقَلْبُ كَفَّيْهِ عَلَى مَا أَنفَقَ فِيهَا وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُونِهَا وَيَقُولُ يَلَيْتَنِي لَمْ أُشْرِكَ يريت أحدًا وَلَمْ تَكُن لَّهُ فِئَةٌ يَنصُرُونَهُ مِن دُونِ اللَّهِ وَمَا كَانَ مُنتَصِرًا ﴾ [الكهف: ٣٢ ٤٣]
“Dan sampaikanlah kepada mereka sebuah contoh yaitu tentang kisah Dua orang lelaki, Kami jadikan bagi seorang di antara keduanya (yang kafir) dua buah kebun anggur dan kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon kurma dan di antara kedua kebun itu Kami buatkan ladang. Kedua buah kebun itu menghasilkan buahnya, dan kebun itu tiada kurang buahnya sedikitpun, dan Kami alirkan sungai di celah-celah kedua kebun itu, dan dia mempunyai kekayaan besar.
Maka ia berkata kepada kawannya (yang mukmin) ketika bercakap-cakap dengan dia: “Hartaku lebih banyak dari pada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat.
Dan dia memasuki kebunnya sedang dia zalim terhadap dirinya sendiri; ia berkata: “Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya. Dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku kembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik dari pada kebun-kebun itu.”
Kawannya (yang mukmin) berkata kepadanya — sedang dia bercakap-cakap dengannya: “Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna? Tetapi aku (percaya bahwa), Dialah Allah Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan Tuhanku dengan sesuatu pun. Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu “maasya allah, laa quwwata illaa billaah (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan.
Mudah-mudahan Tuhanku, akan memberi kepadaku (kebun) yang lebih baik dari pada kebunmu (ini); dan mudah-mudahan Dia mengirimkan ketentuan (petir) dari langit kepada kebunmu; hingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin atau airnya menjadi surut ke dalam tanah, maka sekali-kali kamu tidak dapat menemukannya lagi.
Dan harta kekayaannya dibinasakan; lalu ia membulak-balikkan kedua tangannya (tanda menyesal) terhadap apa yang ia telah belanjakan untuk itu, sedang pohon anggur itu roboh bersama para-paranya dan dia berkata: “Aduhai kiranya dulu aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku.
Dan tidak ada bagi dia segolonganpun yang akan menolongnya selain Allah; dan sekali-kali ia tidak dapat membela dirinya.” (QS. Al-Kahfi: 32-43)
Inilah orang yang dikuasai oleh ujub. Dia masuk ke dalam kebunnya bersama temannya, ia mengajaknya berkeliling dan menceritakan tentang keindahannya, dalam keadaan dia sedang berbuat zalim kepada dirinya sendiri dengan sikap ujubnya. Ujubnya sangat berlebihan hingga sampai membuatnya berkata, “Aku tidak menyangka bahwa kebun ini akan binasa. Aku juga tidak menyangka bahwa kiamat akan datang. Jika aku kembali kepada Tuhanku, aku akan mendapatkan tempat yang lebih baik untuk beristirahat di dalamnya.”
Ketika Allah menimpakan azab kepadanya dan mengepung buahnya, yakni: azab itu meruntuhkan bebuahan di kebun itu serta menghancurkannya, hingga tak ada lagi yang tersisa. Dan dihancurkannya buah-buah mengharuskan kehancuran pohonnya, buah, dan kebunnya, maka ia sangat menyesal. Ia membolal balikkan telapak tangan dengan perasaan rugi terhadap kekayaannya yang ia sikapi dengan ujub. Hal itu membuatnya sangat menyesal. Ia pun lenyap dan ia sangat menyesali sikap kufur nikmat dan ujubnya.
Nasehat temannya kepadanya yang berbunyi,
وَلَوْلَا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّنَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ الله لا قوة إلا بالله
“Alangkah baiknya saat kamu masuk ke kebunmu, kamu mengatakan: “Ini semua adalah kehendak Allah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dari Allah.” (QS. Al-Kahfi: 39),
adalah sebuah nasihat yang agung yang dibutuhkan oleh setiap orang ketika ia dijangkiti sifat ujub. Karena kata ini dapat menghilangkan sikap ujub. Di saat seorang mengucapkan ucapan ini saat ia kagum dengan bisnisnya atau lainnya, maka itu akan dapat menghilangkan ujub di dalam hati. Dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya,
أَنَّهُ كَانَ إِذَا رَأَى مِنْ مَالِهِ شَيْئًا يُعْجِبُهُ، أَوْ دَخَلَ حَائِطًا مِنْ حِيطَانِهِ، قَالَ: مَا شَاءَ اللهُ، لَا قُوَّةَ إِلا بِاللهِ
“Setiap kali ia melihat sesuatu dari hartanya yang ia sukai, atau memasuki salah satu pagar di antara pagar tanahnya, ia selalu berucap, “MaasyaAllah, laaquwwata Illa Billah (masyaallah, Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dari Allah.” Diriwayatkan oleh Al-Baghawi dalam Syarh As-Sunnah.
Beliau melakukan itu karena menyadari realitas dari kekayaan yang ia miliki, yaitu apa yang ia capai terjadi atas kehendak Allah. Jika bukan karena kehendak Allah dan izin kauni dan takdirNya, capaian itu tidak akan terjadi padanya. Apa pun yang Allah kehendaki, pasti terjadi, dan apa yang tidak kehendakiNya, maka tidak akan terjad. Manusia tidak memiliki kekuatan untuk mencapai suatu hal atau mendapatkan suatu yang maslahat kecuali dengan pertolongan dan kehendak Allah ta’ala.
Bacaan ini akan membuat seorang menyadari hakikat yang sebenarnya di balik rizki yang ia peroleh, ia akan ingat bahwa semua ini didapat karena karunia Allah kepadanya. Dan ia akan menyadari bahwa capaian-capaian terwujud hanya dengan kehendak Allah. Jika Allah tidak menghendakinya dan mengkaruniakan kepadanya maka hal itu tidak akan terjadi. Dengan keyakinan seperti ini, perasaan ujub akan berubah menjadi pujian kepada Allah dan rasa syukur, ia akan memuji Tuhan yang memberinya nikmat. Dari terperdaya oleh kemampuan diri menjadi pengakuan bahwa prestasi itu adalah karunia Sang Pemberi nikmat, Allah Maha Suci Allah, atas karunia-Nya, dan seandainya bukan karena karunia dan rahmat Allah kepadanya, Maha Suci Allah. Kalau bukan karena karunia Allah ia tidaka akan mendapatkan semua itu.
Berlanjut part #3.
Diterjemahkan oleh: Ahmad Anshori, dari kitab Ahadits Al-Qulub karya Syaikh Abdurrazaq Al-badr -hafidzahullah-.
Artikel: Remajaislam.com