Di saat sedang jeda antara rakaat tarawih biasanya kita mendengar imam atau bilal membimbing jamaah untuk membaca dzikir-dzikir tertentu. Apakah amalan seperti ini ada sesuai sunah Rasulullah ataukah tidak ya?
Mari kita penjelasan pada fatwa-fatwa yang kami kutip berikut:
Dalam Fatawa Islam Su-al wal Jawab (saol no. 50718) dijelaskan,
وقد صلَّى النبي صلى الله عليه وسلم القيام مع أصحابه ليالي ، وصلَّى الصحابة أفراداً ومجتمعين ، في زمانه صلى الله عليه وسلم ، وبعد موته ، ولا يُعلم أنهم ذكروا الله تعالى بذِكرٍ معيَّن بعد كل تسليمة أو تسليمتين ، وعدم نقل العلماء لذكر جماعي بين ركعات التراويح عن الصحابة ومن بعدهم دليل على عدم وقوعه
” Nabi ﷺ melaksanakan sholat tarawih bersama para sahabat beliau di beberapa malam. Para sahabat juga demikian, baik tarawih sendiri-sendiri atau berjama’ah. Di masa Nabi ﷺ ataupun sepeninggal beliau. Namun tak diketahui bahwa mereka membaca dzikir khusus di setiap jeda raka’at tarawih. Tidak adanya riwayat dari pada sahabat dan generasi setelah mereka, yang menjelaskan tentang dzikir yang biasa mereka baca bersama-sama, di sela raka’at tarawih, adalah dalil bahwa hal tersebut tak pernah terjadi di masa mereka.”(https:/islamqa.info/amp/ar/answers/50718)
Kami tambahkan keterangan dari Syaikh Muhammad Al-Abdari, yang populer dikenal dengan nama Ibnul Hajj, dalam kitabnya Al-Madkhol,
وينبغي له – أي : الإمام – أن يتجنب ما أحدثوه من الذكر بعد كل تسليمتين من صلاة التراويح ، ومن رفع أصواتهم بذلك ، والمشي على صوت واحد ؛ فإن ذلك كله من البدع ، وكذلك ينهى عن قول المؤذن بعد ذكرهم بعد التسلميتين من صلاة التراويح ” الصلاة يرحمكم الله ” ؛ فإنه محدث أيضاً ، والحدث في الدين ممنوع ، وخير الهدي هدي محمد صلى الله عليه وسلم ، ثم الخلفاء بعده ثم الصحابة رضوان الله عليهم أجمعين ولم يذكر عن أحد من السلف فعل ذلك فيسعنا ما وسعهم .
“Seorang Imam sholat tarawih sepatutnya meninggalkan amalan ibadah baru, yang biasa dilakukan oleh para jama’ah di antara jeda raka’at tarawih, diantaranya berdzikir dengan suara keras dan bersama-sama. Karena amalan seperti ini termasuk bid’ah.
Demikian pula setelah dzikir di antara jeda raka’at tarawih tersebut, Muazin tidak boleh mengucapkan, “As-sholaah Yar hamukumullah.”
Karena amalan seperti ini juga ibadah baru dalam agama (tidak ada di zaman Nabi, pent). Ibadah baru dalam agama itu terlarang. Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuknya Nabi Muhammad ﷺ, kemudian petunjuk Khulafaur Rasyidin lalu para sahabat semoga Allah meridhoi mereka semua. Tak satupun riwayat menerangkan bahwa para salaf (sahabat, tabi’in dan taabi’ut taabi’in, pent) melakukan amalan itu. Maka kita mencukupkan diri dengan amalan yang membuat mereka cukup.” (Al-Madkhol 1/443)
Meskipun demikian, dibolehkan membaca berdoa, membaca dzikir atau membaca Al-Qur’an, dengan syarat tidak mengkhususkan bacaan dzikir/doa/ayat dan surat Qur’an tertentu, kecuali yang memang dikhususkan oleh dalil.
Syekh Abdulaziz bin Baz rahimahullah menjelaskan saat ditanya tentang doa khusus yang dibaca di sela dua raka’at tarawih,
ما لها أصل.. ليس لهذا أصل، ومن دعا فلا بأس بما يسر الله من الدعاء، وإنما ليس هناك دعاء خاص بين التسليمتين، ولكن من دعا فلا حرج، أما شيء خاص … هذا الدعاء ولا غيره. نعم.
“Seperti ini tidak ada dalilnya. Tapi siapa yang mau berdoa silahkan berdoa dengan doa yang Allah mudahkan untuknya. Tidak ada doa khusus di jeda raka’at tarawih. Namun siapa yang mau berdoa (apa saja tanpa mengkhususkan), silahkan. Kalau doa khusus, maka tidak ada doa khusus atau bacaan dzikir khusus lainnya.” (Dikutip dari laman resmi beliau)