Melanjutkan pembahasan hadis ini; lanjutan dari tulisan sebelumnya di sini.
Dari Abu Hurairah Radiyallahu anhu ia berkata: Rasulullah -sallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
“اَلْمُؤْمِنُ اَلْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلىَ اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ، وَفِيْ كُلٍّ خَيْرٍ، اِحْرِصْ عَلىَ ماَ يَنْفَعُكَ، وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ، وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّيْ فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا، وَلَكِنْ قُلْ: قَدَّرَ اللَّهُ وَماَ شَاءَ فَعَلَ، فَإِنَّ لَوْ تَـفْتَـحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ .
“Mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Namun pada masing-masing (dari keduanya) ada kebaikan. Bersungguh-sungguhlah menggapai hal-hal yang bermanfaat untukmu, mohonlah pertolongan kepada Allah, dan jangan lemah. Jika kamu ditimpa sesuatu yang tak sesuai harapan, jangan katakan “aandai aku berbuat begin dan begitu, maka akan begini dan begitu. Tetapi katakanlah “Allah telah menakdirkan, dan karena kehendakNyalah hal ini terjadi”. Sebab kata ‘seandainya’ itu dapat membuka perbuatan setan.” (HR. Muslim)
______
Keempat, minta tolong sama Allah.
Langkah ini sangat dibutuhkan oleh orang yang menderita ketidakberdayaan (learned helplessness). Karena dengan upaya yang diulang-ulang namun terus-menerus mengalami kegagalan, jiwa akan menjadi lemah dan tidak mampu melanjutkan. Oleh karena itu, dia perlu memohon pertolongan kepada kekuatan Tuhannya dan meminta bantuan dari Sang Pencipta agar bisa keluar dari ketidakberdayaan tersebut. Karena alasan inilah, Nabi Muhammad -shallallahu’alaihi wa sallam- selalu mendapatkan kekuatan dan keteguhan hatinya dengan meminta kepada Allah ta’ala, memohon perlindungan dari ketidakberdayaan dan kemalasan.
Sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku sering mendengar Nabi Muhammad -sallallahu ‘alaihi wasallam- berdoa,
اللهم إني أعوذ بك من الهم والحزن، والعجز والكسل، والبخل والجبن
ALLAHUMMA INNI A’UDZU BIKA MINAL HAMMI WAL HAZAN, WAL ‘AJZI WAL KASAL, WAL BUKHLI WAL JUBNI…
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kecemasan dan kesedihan, dari ketidakberdayaan dan kemalasan, dari kekikiran dan sifat pengecut…” (HR. Bukhari no. 6363).