Bismillah…
Ternyata open minded itu diajarkan oleh Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam-. Berikut ini hadis tentang open minded:
Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, ia berkisah,
وَكَّلَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحِفْظِ زَكَاةِ رَمَضَانَ فَأَتَانِي آتٍ فَجَعَلَ يَحْثُو مِنْ الطَّعَامِ فَأَخَذْتُهُ فَقُلْتُ لَأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَصَّ الْحَدِيثَ فَقَالَ إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِيِّ لَنْ يَزَالَ مَعَكَ مِنْ اللَّهِ حَافِظٌ وَلَا يَقْرَبُكَ شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَدَقَكَ وَهُوَ كَذُوبٌ ذَاكَ شَيْطَانٌ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menugaskanku untuk menjaga harta zakat. Lalu pada suatu hari ada seseorang yang menyusup hendak mencuri makanan. Dengan sigap aku pun menangkapnya, “Aku akan menyerahkan kamu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam!” Kata Abu Hurairah.
Lalu ia menceritakan kejadian selengkapnya kemudian orang itu berkata, “Kalau kamu beranjak ke tempat tidur, bacalah ayat kursi, maka Allah akan selalu menjagamu dan setan, ia tidak akan bisa mendekatimu hingga pagi.”
Mendengar kisah kejadian ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda, “Ia telah berkata benar padamu, padahal ia adalah pendusta. Si penyusup itu sebenarnya adalah syetan.” (HR. Bukhari)
______
Orang-orang yang sukses adalah mereka yang sensitif menangkap makna di setiap langkah kehidupannya. Orang-orang yang antusias dan bahagia saat mendapatkan kebenaran. Baginya, kebenaran yang ia temukan meskipun berupa serpihan-serpihan, lebih berharga dari emas dan batu zamrud yang paling mahal. Karena ia tahu, kebenaran dan inspirasi yang ia tangkap, pasti akan memudahkannya langkahnya meraih kesuksesan. Tak peduli darimana makna kehidupan, isnpirasi atau kebenaran itu dia dapatkan, entah itu dari lawan ataupun kawan, dari orang berpendidikan ataupun tidak, dari orang cerdas maupun bodoh, bahkan dari hewan atau benda mati sekalipun. Perilaku ini telah tertuang di dalam sebuah pepatah yang populer:
الحق ضلة المؤمن
“Kebenaran itu ibarat barang yang hilang pagi orang mukmin.”
Itulah yang disebut open minded, yaitu kemampuan untuk berpikir secara terbuka terhadap berbagai macam ide, gagasan, informasi, maupun argumen. Kemampuan untuk berpikir terbuka akan membantu seseorang untuk lebih kritis, rasional, dan menemukan solusi atau pemecahan masalah yang lebih tepat (dp3appkb.bantulkab.go.id, 2022).
Dan Nabi kita -shallallahu’alaihi wa sallam- mengajarkan sikap open minded. Hadis di atas mengandung pesan yang sangat menarik dan jelas, bahwa seorang mukmin selayaknya bersikap open minded. Pesan ini ditunjukkan oleh sabda Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- kepada Abu Hurairah untuk menerima petuah dari setan untuk selalu membaca ayat kursi setiap hendak tidur, Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- berkata,
“Ia telah berkata benar padamu, padahal ia adalah pendusta. Si penyusup itu sebenarnya adalah setan.”
Di dalam hadis ini diterangkan tentang informan dan penerima informasi. Sumber informasinya adalah setan, penerimanya adalah sahabat Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu-. Bila kita perhatikan, informan ini sama sekali tidak memiliki karakteristik yang menjadi dasar untuk bisa menerima informasinya. Setidaknya, sumber informan itu adalah sosok yang padanya ada kapasitas (ahli dibidang yang ia sampaikan) dan kredibilitas (bisa dipercaya), kedua karakter ini tak ada sedikitpun pada setan. Bahkan Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- menegaskan pada penutup hadis
“ia adalah pendusta.”
Namun, karena yang ia sampaikan adalah kebenaran, meskipun ia tak mempunyai kapasitas dan kredibilitas, bahkan yang ada terkumpul padanya seluruh kehinaan dan sifat-sifat buruk, Nabi mengatakan,
“Ia telah berkata benar padamu, padahal ia adalah pendusta.”
Hal ini menjadi dalil bahwa, seorang muslim yang baik yang sikap berfikirnya open minded, ia menerima segala kebenaran dan inspirasi dari manapun dan siapapun. Karena pribadi muslim adalah pribadi yang haus kepada nutrisi akal dan jiwa. Pribadi yang selalu ingin berkembang menjadi lebih baik, penuh manfaat.
Jika kepada setan saja, yang sedemikian buruk akhlak dan parah dustanya, kita diajarkan open minded saat yang disampaikan kebenaran. Maka kebenaran yang datang dari manusia jauh lebih berhak kita terima. Maka tidaklah patut seorang muslim gengsi menerima kebenaran dari anak kecil, dari pasangannya, dari yang lebih muda, dari yang lebih rendah pendidikan, dari yang lebih miskin, dari yang lebih rendah jabatannya dst. Sikap itu justeru kesombongan, karena kata Nabi sombong itu…
بطر الحق وغمط الناس
“Menolak kebenaran dan merendahkan manusia.”
Di saat perilaku open minded itu diajarkan oleh Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam-, ini menunjukkan bahwa jalan kesuksesan itu adalah berfikir open minded. Dan sebaliknya, berfikir closs minded (berfikir tertutup; susah menerima masukan yang berisi fakta dan kebenaran), bisa menghancurkan seseorang. Dalam bahasa Islam disebut ‘ujub (bangga diri), karena tidaklah seorang bersikap ujub kecuali ia merasa sudah sempurna. Sehingga tak perlu lagi ada masukan dari yang lain. Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- telah mengingatkan bahwa ujub bisa menghancurkan kesuksesan seorang,
الْمُهْلِكَاتُ ثَلَاثُ : إِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ، وَشُحٌ مُطَاعُ، وَهَوًى مُتَّبِعُ .
“Ada tiga hal yang merusak: ujubnya seseorang pada dirinya sendiri, keserakahan yang dituruti, dan hawa nafsu yang diikuti. (HR. Al-Bazzar)
Dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِي قَدْ أَعْجَبَتْهُ جُمَّتُهُ وَبُرْدَاهُ إِذْ خُسِفَ بِه الأرض ، فَهُوَ يَتَجَلْجَلُ فِي الْأَرْضِ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ.
“Seorang laki-laki berjalan dalam keadaan ujub kepada pakaian dan sandalnya, kemudian ia ditelan bumi, lalu ia berguling-guling di dalam bumi tanah hingga hari kiamat.” (HR. Muslim)
Oh apakah ini artinya muslim itu boleh ambil ilmu kepada siapapun??
Sebentar, agar lebih sempurna pemahaman tentang pesan hadis ini, ada dua hal yang perlu kita bedakan teman-teman:
- Mengambil kebenaran atau inspirasi.
- Mengambil ilmu atau belajar.
Hadis ini berbicara tentang “mengambil kebenaran atau inspirasi”, silahkan anda ambil dari siapapun dan manapun. Adapun “mengambil ilmu atau belajar”, ini jangan sembarangan, karena mengambil ilmu ada proses belajar. Proses belajar bukan sekali dua kali bertemu dengan guru, namun perjalanan yang panjang, dan hal yang digali lebih dari sekedar wawasan, tapi juga ilmu, adab, keteladanan dari guru dan lain sebagainya. Itulah yang dimaksud dalam pesan seorang ulama Salaf bernama Muhammad bin Sirin -rahimahullah- :
إن هذا العلم دين، فانظروا عمن تأخذون دينكم
“Sesungguhnya ilmu ini adalah agama kalian. Maka perhatikanlah darimana anda mengambil ilmu ini.” (Riwayat Muslim)
Maka dalam hal belajar, belajarlah kepada orang yang berkapasitad dan berkredibilitas. Ilmu agama maka ambilah dari ahli ilmu agama yang lurus akidahnya; ahlussunnah wal jama’ah dengan pemahaman para sahabat. Ilmu dunia juga silahkan ambil dari ahlinya.
Referensi:
Al-‘Ajin, Ali bin Ibrahum (2021), Al-Arba’un At-Tatwiriyyah; 40 Haditsan fi Tatwir Az-Dzat wa Asbab An-Najah. Naqatech.
Ditulis oleh: Ahmad Anshori
Artikel: Remajaislam.com