Bismillah…
Pernahkah kamu merasa kecewa berat pada seseorang hanya karena satu kebohongan kecil?
Bahkan setelah mereka bersikap baik lagi, tetap saja rasa itu sulit hilang. Ternyata, Rasulullah ﷺ pun pernah merasakan hal yang serupa…
Kita hidup di zaman di mana kebohongan dianggap hal biasa. Dusta jadi strategi, bukan lagi aib. Bahkan anak-anak pun bisa berkata, “Bohong dikit gapapa, yang penting nggak ketahuan.”
Tapi tahukah kamu, satu kebohongan saja bisa membuat seseorang kehilangan tempat di hati Rasulullah ﷺ?
Analisis Hadis
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata:
“ما كانَ خُلُقٌ أبغضَ إلى رسولِ اللهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ منَ الكذبِ، ولقد كانَ الرَّجلُ يحدِّثُ عندَ النَّبيِّ صلَّى اللهُ علَيهِ وسلَّمَ بالكذبةِ فما يزالُ في نفسِه حتَّى يعلمَ أنَّهُ قد أحدثَ منها توبةً.”
“Tidak ada akhlak yang lebih dibenci oleh Rasulullah ﷺ selain dusta. Bila ada seseorang berbicara dusta di hadapan beliau, maka hal itu akan terus membekas dalam hati beliau, hingga beliau tahu bahwa orang itu telah bertaubat dari kebohongannya.” (HR. At-Tirmidzi, no. 1973; dinilai shahih oleh Al-Albani)
Bayangkan. Satu kebohongan. Sekali ucap. Tapi cukup membuat Rasulullah ﷺ merasa berat terhadap orang itu, sampai ia benar-benar bertaubat.
Kita sering menjumpai hal ini.
Seorang teman dekat tiba-tiba membohongi kita. Padahal, hubungan sudah terbangun bertahun-tahun.
Namun sejak dusta itu terjadi, kepercayaan retak. Rasa nyaman hilang. Kita tetap menyapa, tapi tidak sepenuh hati seperti dulu.
Rasanya… ada yang berubah. Dan itu tidak akan pulih sampai ada kejujuran yang diperjuangkan.
Begitulah yang dirasakan Nabi ﷺ; beliau adalah manusia paling lembut hatinya. Tapi terhadap dusta, beliau tegas dan tidak kompromi.
Solusi
Lalu bagaimana jika kita terlanjur pernah berdusta?
Jawabannya ada di hadis itu sendiri:
“…hingga beliau tahu bahwa orang itu telah bertaubat dari kebohongannya.”
Kuncinya taubat. Bukan sekadar minta maaf, tapi sungguh-sungguh memperbaiki diri dan berjanji dalam hati: “Saya tidak mau mengulanginya lagi.”
Dalam hadis lain, Nabi ﷺ bersabda:
«آيةُ المُنافِقِ ثلاثٌ: إذا حَدَّثَ كَذَبَ، وإذا وَعَدَ أَخْلَفَ، وإذا اؤْتُمِنَ خَانَ»
“Tanda orang munafik itu ada tiga: jika berbicara, ia berdusta; jika berjanji, ia ingkar; dan jika diberi amanah, ia berkhianat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jika kejujuran adalah syarat agar keluar dari ciri kemunafikan, maka meninggalkan dusta adalah langkah awal menuju hati yang bersih.
Kesimpulan
Dusta bukan sekadar salah ucap. Ia adalah racun bagi kepercayaan, dan menjadi penghalang seseorang mendapat tempat di hati manusia sebaik Nabi ﷺ.
Kita bisa salah. Kita bisa terpeleset. Tapi jangan biasakan berdusta.
Bertobatlah. Jujurlah.
Karena setiap lisan yang jujur, akan mendekatkan kita pada hati yang mulia; dan semoga juga pada surga-Nya.
Oleh: Ahmad Anshori, Lc., M.Pd.
Artikel: Remajaislam.com