Ada satu perkara yang begitu mulia tetapi jarang kita renungkan: bahwa kebaikan dalam umat ini tak pernah benar-benar padam. Bahkan ketika zaman terasa begitu jauh dari masa Nabi ﷺ dan para sahabatnya, cahaya kebenaran tetap menyala—dijaga oleh tangan-tangan yang ikhlas, hati-hati yang jernih, dan jiwa-jiwa yang menolak tenggelam dalam kebisingan dunia.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“يَحْمِلُ هَذَا العِلْمَ مِنْ كُلِّ خَلَفٍ عُدُولُهُ، يَنْفُونَ عَنْهُ تَحْرِيفَ الْجَاهِلِينَ، وَانْتِحَالَ الْمُبْطِلِينَ، وَتَأْوِيلَ الْغَالِينَ”
Yang akan memikul ilmu ini dari setiap generasi adalah orang-orang yang adil. Mereka membersihkan (agama ini) dari penyimpangan orang-orang jahil, dari kedustaan para pemalsu, dan dari penafsiran orang-orang yang melampaui batas.
(HR. al-‘Uqaili, Abu Nu’aim, al-Baihaqi, dinilai shahih oleh Imam Ahmad)
يَنْفُونَ عَنْهُ تَحْرِيفَ الْجَاهِلِينَ
“Mereka menolak penyimpangan orang-orang bodoh.”
Bodoh di sini bukan sekadar tidak tahu, tapi berani bicara tanpa ilmu. Mereka memelintir ayat, mengartikan sesuka rasa, dan mengira dirinya lebih paham dari para ulama terdahulu. Maka para penjaga ilmu hadir untuk meluruskan.
وَانْتِحَالَ الْمُبْطِلِينَ
“Dan klaim-klaim palsu para pembuat kebatilan.”
Ada yang dengan sengaja mengaku-ngaku membawa ajaran Islam, tapi sesungguhnya mereka menyelipkan kebatilan dalam nama dakwah. Bisa karena kepentingan politik, bisa karena syahwat dunia, bisa juga karena hawa nafsu yang dibungkus kata-kata hikmah.
وَتَأْوِيلَ الْغَالِينَ
“Dan penakwilan menyimpang dari orang-orang ekstrem.”
Mereka ini bukan hanya sesat sendiri, tapi juga menghukum orang lain dengan tafsir yang keras dan serampangan. Mereka lupa rahmat, hilang hikmah, dan menyempitkan agama yang semestinya luas.
Maka ketahuilah, jika engkau hari ini memilih jalan dakwah, jalan ilmu, jalan menyeru kepada kebaikan dan menolak kebatilan—engkau sedang menapaki jalan orang-orang yang dipuji Nabi ﷺ. Engkau adalah penjaga, bukan hanya ayat dan hadis, tapi juga penjaga kejernihan makna dan kemurnian jalan.
Bukan pekerjaan mudah. Tapi bukankah justru itu tanda bahwa ia agung? Karena yang remeh tidak membutuhkan penjaga. Tapi yang bernilai, selalu dilindungi.
Lalu apa tugasmu hari ini, wahai dai, wahai pelajar, wahai orang tua, wahai guru?
Pertama, berilmu dengan benar. Jangan engkau berani bicara tanpa hujjah, apalagi menyesatkan dengan retorika yang tampak islami tapi tak berdasar. Belajarlah dari para ulama, ikuti sanad ilmu, jangan cepat puas dengan viral.
Kedua, membersihkan agama dari penyimpangan. Di sinilah kau diuji: bukan hanya menyampaikan yang manis, tapi juga menyingkap yang palsu. Jangan takut dikata keras atau tak toleran, jika memang itu untuk menjaga kemurnian ajaran.
Ketiga, menghidupkan dakwah yang seimbang. Hindari ghuluw (berlebihan), jauhi tajahul (kebodohan yang dibuat-buat), dan jangan lelah memperbaiki niat.
Dan ingatlah, engkau bukan sendiri. Selalu akan ada “generasi adil” yang akan memikul risalah ini. Sebagian mungkin tak terkenal, tapi disebut di langit. Sebagian mungkin tak viral, tapi menangis dalam sujud-sujud malamnya.
Bila engkau memilih jalan ini, bersiaplah dengan ujian. Tapi bersiap pulalah dengan pahala dan keindahan yang disimpan Allah untuk para penjaga ilmu.
Karena siapa yang menjaga agama ini dengan jujur dan sabar, mereka bukan hanya sedang berdakwah, mereka sedang mengokohkan pondasi peradaban