Bismillah…
Pernahkah kita merenung tentang apa sesungguhnya yang disebut akhlak? Ternyata bukan sekadar perilaku atau ucapan yang kita tunjukkan, namun sesuatu yang berasal dari lapisan terdalam jiwa, sesuatu yang menggambarkan diri kita secara utuh dan hakiki. Ibnu Mandzur -rahimahullah- mengibaratkan akhlak sebagai “gambaran batin manusia,” sebuah cerminan dari kepribadian yang tersembunyi, seperti bentuk fisik kita yang terlihat secara lahiriah.
أنه صورة الإنسان الباطنة، وهي نفسه وأوصافها ومعانيها المختصة بها، بمنزلة الخَلقِ لصورته الظاهرة
Inilah esensi akhlak, bukan sekadar perilaku yang sesaat muncul, tetapi sebuah cermin dari jiwa yang terukir dalam. Sebuah sikap yang muncul tanpa rekayasa atau tuntutan keadaan. Akhlak adalah siapa diri kita saat tak ada yang melihat, ketika tak ada ganjaran atau hukuman yang menanti.
Al-Ghazali -rahimahullah- memperjelas kedalaman makna ini dengan menyatakan bahwa akhlak adalah keadaan yang tertanam kokoh dalam jiwa, dan darinya mengalir perbuatan baik yang datang secara alami, tanpa perlu dipaksakan atau disertai dengan banyak berpikir:
الخلقُ عبارة عن هيئةٍ في النَّفس راسخة، عنها تصدر الأفعالُ بسهولة ويسر، من غير حاجة إلى فكر ورويَّة
“Akhlak adalah keadaan yang mengakar dalam jiwa, dari mana tindakan-tindakan muncul dengan mudah dan ringan, tanpa perlu berpikir panjang atau merenung.”
Akhlak, dalam pandangan ini, adalah keadaan yang telah melebur dengan jiwa kita. Maka, setiap perbuatan baik yang keluar darinya bukan lagi hasil latihan yang terus-menerus dipaksakan, melainkan sesuatu yang terlahir dari dalam. Sebagaimana pohon menghasilkan buah yang segar dari akar yang kuat, begitu pula akhlak adalah buah dari akar jiwa yang tertanam dalam ketulusan. Akhlak adalah tabiat yang mengalir dari lubuk hati yang tertanam kuat, hingga tak lagi membutuhkan dorongan luar untuk melakukannya.
Ada juga sebuah ungkapan dari sebagian ulama yang menggugah hati kita untuk menjaga niat dan menjaga ketulusan dalam berbuat kebaikan:
ما أسر عبدٌ سريرةَ خيرٍ، إلا ألبسه الله رداءها، ولا أسرَّ سريرةَ شرٍّ قط، إلا ألبسه الله رداءها
“Tidak ada seorang hamba yang menyimpan niat baik, kecuali Allah akan memberinya pakaian dari kebaikan itu; dan tidak ada seorang pun yang menyimpan niat buruk, kecuali Allah akan memberinya pakaian dari keburukan itu.”
Betapa indah dan menenangkan hati kita jika memahami bahwa setiap niat baik yang kita simpan, sekecil apa pun itu, akan tampak dalam bentuk-bentuk kebaikan yang terpancar dalam diri kita. Akhlak baik bukan sekadar ‘topeng’ atau perilaku sopan, tetapi ia adalah cahaya dari dalam yang menghiasi dan memberikan keindahan pada diri kita, seperti halnya cahaya mentari yang menerangi bumi dari sudut yang tak kasat mata. Ketika kita menyimpan niat buruk, maka keburukan itu, meskipun tersembunyi, tetap akan tampak dalam diri kita sebagaimana bayangan mengikuti tubuh.
Maka, dapat kita simpulkan bahwa akhlak adalah tabiat yang tertanam dalam jiwa seseorang. Baik atau buruknya akhlak seseorang tergantung pada niat yang tersembunyi di balik perbuatannya. Dengan menjaga niat yang tulus dan bersih, kita akan mendapati bahwa setiap amal kita menjadi ringan, indah, dan penuh makna, sebuah amal yang tak hanya baik untuk dilihat, tetapi juga dirasakan dalam hati orang lain. Akhlak baik, pada akhirnya, adalah buah dari keikhlasan yang terpancar tulus dari jiwa yang senantiasa ingin mendekat kepada Allah.
Wallahu a’lam bis showab
*Materi yang disampaikan Ustadz Ahmad Anshori, Lc, di kelas penutup Sekolah Akhlaq Shae Academy.
Ditulis oleh: Ahmad Anshori
Artikel: Remajaislam.com