Bismillah….
Banyak orang berpikir bahwa zuhud berarti hidup dalam kemiskinan atau menjalani gaya hidup yang sangat sederhana. Namun, pemahaman ini terlalu sempit dan tidak menggambarkan makna sebenarnya dari zuhud. Zuhud sebenarnya lebih berkaitan dengan sikap dan cara pandang seseorang terhadap dunia. Ini bukan hanya soal meninggalkan harta atau hidup sederhana. Tetapi tentang bagaimana kita memandang dunia dan menjalani hidup dengan kesadaran yang lebih besar kepada kehidupan akhirat.
Saat kita menggali lebih dalam tentang zuhud, kita akan menemukan bahwa inti dari konsep ini adalah menemukan ketenangan dan kebahagiaan sejati, terlepas dari apa yang kita miliki di dunia ini. Kita akan semakin mamhami kesimpulan ini dengan memperhatikan definisi zuhud yang dijelaskan oleh para ulama, bahwa zuhud adalah suatu sikap, mindset atau cara pandang seseorang terhadap dunia ini. Bukan tentang berpakaian lusuh, bersendal copot, berkendaraan reot. Mari kita pahami bersama penjelasan para ulama tentang zuhud berikut ini:
Sufyan As-Tsauri -rahimahullah- menerangkan,
الزهد في الدنيا قصر الأمل، ليس بأكل الغليظ ولا لبس العباء
“Zuhud di dunia adalah memendekkan angan-angan, bukan dengan makan yang kasar atau memakai pakaian yang buruk…”
Ibnul Jalla’ -rahimahullah mengatakan,
الزهد هو النظر إلى الدنيا بعين الزوال، فتصغر في عينك ويسهل عليك الإعراض عنها
“Zuhud adalah memandang dunia dengan pandangan ketidakkekalan, sehingga menjadi kecil di matamu dan mudah bagimu untuk berpaling darinya.”
Ada ulama yang menerangkan,
هو عزوف القلب عن الدنيا بلا تكلف
“Zuhud adalah berpalingnya hati dari dunia tanpa paksaan,”
Abu Sulaiman Ad-Darini -rahimahullah- menerangkan bahwa zuhud adalah,
ترك ما يشغل عن الله
“Meninggalkan apa yang menyibukkan dari Allah.”
Seorang bertanya kepada Ruwaym: “Apa itu zuhud?”
Dia menjawab,
استصغار الدنيا ومحو آثارها من القلب
“Menganggap kecil dunia dan menghapus segala pengaruhnya di dalam hati.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -rahimahullah- menjelaskan bahwa:
الزهد ترك ما لا ينفع في الآخرة، والورع ترك ما تخاف ضرره في الآخرة
“Zuhud adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat di akhirat, sementara waro’ adalah meninggalkan hal-hal yang dikhawatirkan akan membahayakan di akhirat.”
Definisi yang terakhir ini diyakini oleh salah seorang ulama penting di masa mutaakhirin (akhir-akhir); Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah -rahimahullah- sebagai definisi terbaik dalam menjelaskan hakikat zuhud:
وهذه العبارة من أحسن ما قيل في الزهد والورع و أجمعها
“Ungkapan ini adalah salah satu yang paling bagus dan paling lengkap tentang zuhud dan wara’.”
Dari penjelasan para ulama di atas, kita dapat memahami bahwa zuhud memiliki makna yang lebih dalam daripada sekadar hidup sederhana atau menolak kemewahan. Sufyan As-Tsauri menekankan bahwa zuhud berarti memendekkan angan-angan dan tidak terjebak dalam keinginan duniawi, yang menunjukkan bahwa sikap mental kita terhadap kehidupan sangat penting. Sementara itu, Ibnul Jalla’ menambahkan bahwa melihat dunia sebagai sesuatu yang tidak kekal membuatnya tampak kecil di mata kita, sehingga kita lebih mudah untuk berpaling darinya.
Dalam perspektif yang lebih dalam, zuhud juga diartikan sebagai kondisi di mana hati secara alami menjauh dari dunia tanpa adanya paksaan, seperti yang dijelaskan oleh beberapa ulama. Ini menyoroti bahwa zuhud bukanlah tentang kesederhanaan materi atau hidup menderita, melainkan tentang kesadaran akan nilai-nilai yang lebih tinggi. Abu Sulaiman Ad-Darini menggarisbawahi bahwa meninggalkan hal-hal yang menyibukkan kita dari Allah adalah inti dari zuhud, sementara Ruwaym menambahkan pentingnya menganggap dunia kecil dan menghapus pengaruhnya dari hati kita.
Perbandingan antara zuhud dan wara’ juga penting untuk dipahami. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menjelaskan bahwa zuhud berkaitan dengan meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat untuk akhirat, sementara wara’ adalah menjauhi hal-hal yang dapat berbahaya bagi kita di kehidupan setelah mati. Ini menunjukkan bahwa zuhud bukan hanya tentang penghindaran, tetapi juga tentang pengambilan keputusan yang bijak mengenai apa yang kita pilih untuk fokuskan dalam hidup.
Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah menganggap definisi ini sebagai yang paling lengkap (komperhensif) dan terbaik dalam menjelaskan hakikat zuhud, menegaskan bahwa inti dari zuhud terletak pada kesadaran untuk memprioritaskan kehidupan yang abadi di akhirat daripada terjebak dalam godaan dunia. Dengan demikian, zuhud sejatinya adalah tentang memilih untuk hidup dengan penuh kesadaran dan tujuan, menjauhkan diri dari keterikatan duniawi yang dapat mengalihkan kita dari tujuan spiritual yang lebih tinggi.
Wallahul muwaffiq…
Referensi:
Al-Quwaisi, Mufrih bin Sulaiman bin Abdullah (1436H/2015M). Qiyam As-suluk Ma’allah Inda Ibni Qoyyim Al-Jauziyyah. Dar At-Tadmuriyyah. Riyadh-Saudi Arabia.
Disarankan menyimak penjelasan penulis tentang zuhud pada link ini.
Ditulis oleh: Ahmad Anshori
Artikel: Remajaislam.com