Bismillah…
Dalam diri manusia, Allah ﷻ menciptakan potensi yang bisa mengarah pada kebaikan maupun keburukan. Potensi itu disebut nafsu. Para ulama menjelaskan bahwa nafsu terbagi menjadi beberapa jenis, dan masing-masing memiliki sifat yang berbeda. Memahami perbedaan jenis nafsu sangat penting agar seorang muslim mampu mengendalikan dirinya dan mengarahkan jiwanya menuju keridhaan Allah.
Tiga Jenis Nafsu dalam Al-Qur’an
1. Nafsu Ammarah (النفس الأمارة بالسوء)
Inilah nafsu yang selalu mendorong manusia kepada keburukan. Allah ﷻ mengabadikan sifat ini dalam firman-Nya:
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي ۚ إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌۢ بِالسُّوٓءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّىٓ ۚ إِنَّ رَبِّى غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya jiwa itu benar-benar menyuruh kepada kejahatan, kecuali jiwa yang diberi rahmat oleh Rabbku.” (QS. Yusuf: 53)
Ciri-ciri nafsu ini adalah merasa bebas tanpa aturan, mengikuti syahwat, membisikkan alasan untuk bermaksiat, dan mencela seseorang ketika ia menahan diri dari perbuatan dosa.
2. Nafsu Lawwamah (النفس اللوامة)
Nafsu lawwāmah adalah jiwa yang suka mencela. Allah ﷻ berfirman:
لَا أُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ وَلَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ
“Aku bersumpah demi hari kiamat, dan Aku bersumpah demi jiwa yang suka mencela.” (QS. Al-Qiyāmah: 1–2)
Ulama berbeda pendapat: apakah ia adalah jenis nafsu tersendiri, atau sekadar sifat dari dua nafsu sebelumnya. Jiwa yang baik mencela pemiliknya ketika ia berbuat dosa atau lalai dari kewajiban. Sebaliknya, jiwa yang jahat pun bisa mencela saat seseorang berbuat taat, dengan membisikkan: “Mengapa engkau menyusahkan dirimu? Mengapa tidak bebas saja?”
3. Nafsu Mutmainnah (النفس المطمئنة)
Inilah jiwa yang tenang, damai, dan tenteram dengan ketaatan. Allah ﷻ memujinya dalam firman-Nya:
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً فَادْخُلِي فِي عِبَادِي وَادْخُلِي جَنَّتِي
“Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Rabbmu dengan ridha dan diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.”(QS. Al-Fajr: 27–30)
Jiwa ini menenangkan pemiliknya untuk selalu istiqamah di atas kebaikan, sabar dalam ketaatan, dan ridha dengan ketentuan Allah.
Kesimpulan ini didasarkan pada penjelasan para ulama diantaranya; Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin -rahimahullah- menjelaskan bahwa nafsu itu ada tiga: ammārah, lawwāmah, dan muṭma’innah. Sedangkan Ibnu Qayyim -rahimahullah- menyebutkan, dalam diri seorang hamba bisa terkumpul sifat ketiganya sekaligus, bahkan dalam satu hari. Kadang ia terdorong berbuat buruk (ammārah), lalu menyesal dan mencela dirinya (lawwāmah), lalu kembali tenang dalam ketaatan (muṭma’innah).
Hukum setiap jiwa ditentukan oleh sifat yang dominan. Jika kebaikan lebih kuat, ia terpuji. Jika kejelekan lebih dominan, ia tercela.
Jihad Melawan Nafsu
Seorang muslim tidak dituntut untuk “menyeimbangkan” antara nafsu yang baik dan buruk. Akan tetapi ia diperintahkan untuk mujahadah (berjihad melawan nafsu) agar jiwanya terdidik dan meningkat menjadi nafsu muṭma’innah.
Allah ﷻ berfirman:
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
“Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh di jalan Kami, pasti akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang-orang yang berbuat ihsan.” (QS. Al-‘Ankabūt: 69)
Rasulullah ﷺ bersabda:
الْمُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ فِي طَاعَةِ اللَّهِ
“Seorang mujahid adalah orang yang berjihad melawan dirinya dalam ketaatan kepada Allah.”
(HR. at-Tirmidzi, hasan shahih)
Ibnu Qayyim -rahimahullah- menegaskan: “Jihad yang paling wajib adalah jihad melawan jiwa, hawa nafsu, setan, dan dunia. Barangsiapa berjihad menghadapi keempatnya karena Allah, niscaya Allah akan menunjuki jalannya menuju keridhaan-Nya.”
Ringkasan
Tiga jenis nafsu yang disebut dalam Al-Qur’an adalah:
- An-nafs al-ammārah: jiwa yang menyeru pada keburukan.
- An-nafs al-lawwāmah: jiwa yang suka mencela, bisa menuju kebaikan atau keburukan.
- An-nafs al-muṭma’innah: jiwa yang tenang dalam ketaatan.
Seorang muslim hendaknya selalu berusaha menundukkan nafsu ammārah, mengambil pelajaran dari celaan nafsu lawwāmah, hingga sampai pada derajat nafsu muṭma’innah. Itulah jiwa yang diridhai Allah, yang akan disambut dengan surga-Nya.
Ditulis oleh: Ahmad Anshori, Lc., M.Pd.
Artikel: Remajaislam.com