Ajaklah masyakarat kepada kebenaran, tapi jangan sedikitpun Anda mengalah kepada kesalahan.
“Biarlah saya tak gabung dulu di musik mereka.”
“Atau saya hadirkan biduan di tempat kajian.”
“Atau pengajian diselingi dangdutan.”
“Jangan haramkan dulu riba, nanti orang mau kerja apa?”
Nanti kalau sudah cair dan dekat hubungan, baru mereka mau menerima dakwah ini.
Perilaku seperti ini dalam istilah fikih dakwah disebut “mudahanah“. Yaitu mengalah kepada kesalahan dalam rangka mengambil hati objek dakwah. Ini sebuah kesalahan yang sangat serius bila terjadi pada para penyeru kebaikan.
Di dalam Al Qur’an kata Mudahanah disebutkan di dalam surat Al-Qalam,
فَلَا تُطِعِ ٱلۡمُكَذِّبِينَ
Janganlah engkau patuhi orang-orang yang mendustakan (ayat-ayat Allah).
وَدُّواْ لَوۡ تُدۡهِنُ فَيُدۡهِنُونَ
Mereka menginginkan agar engkau bersikap mudahanah maka mereka bermudahanah pula kepada kamu. (Surat Al-Qalam: 8-9)
Sahabat Ibnu Abbas -radhiyallahuanhuma- menjelaskan makna mudahanah yang tersebut di ayat ini:
لَوْ تُرَخِّص لَهُمْ فَيُرَخِّص لكم
“Mereka berharap kamu memberikan pemakluman terhadap kesalahan mereka lalu mereka akan memberikan pemakluman terhdap amalan kalian.”
Mujahid rahimahullah menerangkan makna mudahanah,
وَدُّوا لَوْ تَرْكَنُ إِلَى آلِهَتِهِمْ وَتَتْرُكُ مَا أَنْتَ عَلَيْهِ مِنَ الْحَقِّ.
“Orang-orang musyrikin berharap agar kalian condong kepada tuhan mereka lalu kalian meninggalkan kebenaran yang kalian pegang.”
(Tafsir Ibnu Katsir)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari sikap mudahanah, beliau bersabda,
مَثَلُ المُدْهِنِ فِي حُدُودِ اللَّهِ، وَالوَاقِعِ فِيهَا، مَثَلُ قَوْمٍ اسْتَهَمُوا سَفِينَةً، فَصَارَ بَعْضُهُمْ فِي أَسْفَلِهَا وَصَارَ بَعْضُهُمْ فِي أَعْلاَهَا، فَكَانَ الَّذِي فِي أَسْفَلِهَا يَمُرُّونَ بِالْمَاءِ عَلَى الَّذِينَ فِي أَعْلاَهَا، فَتَأَذَّوْا بِهِ، فَأَخَذَ فَأْسًا فَجَعَلَ يَنْقُرُ أَسْفَلَ السَّفِينَةِ، فَأَتَوْهُ فَقَالُوا: مَا لَكَ، قَالَ: تَأَذَّيْتُمْ بِي وَلاَ بُدَّ لِي مِنَ المَاءِ، فَإِنْ أَخَذُوا عَلَى يَدَيْهِ أَنْجَوْهُ وَنَجَّوْا أَنْفُسَهُمْ، وَإِنْ تَرَكُوهُ أَهْلَكُوهُ وَأَهْلَكُوا أَنْفُسَهُمْ “
Perumpamaan orang yang melaksanakan hukum-hukum Allah dan orang yang terjerumus didalamnya seperti suatu kaum yang melakukan undian dalam sebuah kapal. Maka sebagiannya ada di bagian atas dan yang lain di bagian bawah. Orang-orang yang berada di bawah, apabila mengambil air, melewati orang-orang yang ada di atas. Mereka berkata, ‘jika kita membuat satu lubang pada bagian kita dan kita tidak mengganggu orang yang berada di atas kita. ‘jika mereka (orang-orang yang di atas) membiarkan orang-orang yang di bawah melakukan apa yang mereka kehendaki, niscaya semuanya binasa. Dan jika mereka (orang-orang yang di atas) memegang tangan mereka (menghalangi mereka melakukan kerusakan), niscaya mereka semua akan selamat. (HR. Bukhori no. 2686)
Tak ada metode dakwah yang paling hikmah dan berkah, kecuali metode dakwahnya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.
Nabi shalallahu alaihi wassallam menyampaikan kebenaran tanpa sejengkalpun beliau mengalahkan diri beliau kepada kesalahan. Beliau berdakwah dengan penuh hikmah dan kelembutan, namun beliau tidak pernah setitikpun menjatuhkan diri pada kesalahan dalam rangka mengambil hati masyarakat dakwah beliau.
Berdakwahlah dengan kelembutan dan hikmah, dan tetap pegang teguh kebenaran. Kita tidak akan ditanya oleh Allah mengapa mereka tidak menerima dakwah, atau jumlah orang yang menerima dakwah. Tapi kita akan ditanya oleh Allah tentang proses dakwah yang kita lakukan; ikhlaskah atau tidak, hikmahkah atau tidak, sudahkah kebenaran yang sesuai dengan ajaran Rasulullah yang didakwakan atau bukan.
Para ulama mengatakan, “Andai seluruh Eropa masuk Islam dengan syarat saya mencukur jenggot, maka tak akan saya lakukan itu. Karena saya tidak akan ditanya oleh Allah mengapa seluruh Eropa tidak masuk Islam, tapi saya akan ditanya oleh Allah mengapa kamu cukur jenggotmu.”
Semoga Allah meneguhkan kita di atas kebenaran sampai akhir hayat.
Solo, 20 Jumadas Tsani 1444 H.
***
Referensi:
- Ar-Ruhaili, Ibrahim bin Amir. Manhaj Ahlis Sunnah fil Amri bil Ma’ruf wan Nahyi ‘anil Munkar.
- Anshori, Ahmad (2023). Catatan dauroh syar’iyah ke 7 bersama Syaikh Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaili -hafidzohullah-, mengulas kitab beliau berjudul “Manhaj Ahlis Sunnah fil Amri bil Ma’ruf wan Nahyi ‘anil Munkar (Metodologi Ahlussunah dalam Beramar Ma’ruf Nahi Munkar)”.
Penulis : Ahmad Anshori
Artikel : RemajaIslam.com