Lapangnya hati serta selamatnya hati dari keresahan dan kegundahan adalah sebuah tujuan yang agung. Hal itu adalah nikmat yang besar dari Tuhan semesta alam. Yang dimaksud kelapangan hati adalah ketenangan yang dirasakan oleh hati, serta terhindar dari kotoran-kotorannya, kemudian hati tetap merasa bahagia di kehidupan yang mulia dan indah.
Jika Allah subhanah telah mengaruniakan kelapangan hati kepada hambanya, serta dimudahkan urusan-urusan hidupnya, dihindarkan dari keresahan dan kegundahan, maka dia akan dapat meraih maslahat-maslahat agama dan dunianya, tercapai cita-citanya, sehingga dia menjadi mudah melakukan berbagai ibadah dan berbagai amal kebajikan, dia akan mampu menjaga maslahat-maslahat hidupnya. Berbeda jika seorang merasakan sempitnya hati, dengan banyak gelisah dan sedih, maka akan banyak hal-hal bermanfaat dalam hidup seorang hamba akan terbengkalai. Dia menjadi tak mampu beramal kebajikan, tidak bergairah untuk masuk pada pintu-pintu kebaikan, dia hanya akan berpindah dari satu kesedihan menuju kesedihan yang lain, atau dari satu kegelisahan menuju kegelisahan yang lain.
Hal ini menunjukkan bahwa kelapangan hati merupakan potensi yang paling dapat membantu seorang mewujudkan segala cita-cita dan berbagai hal yang bermaslahat untuk hidupnya. Oleh karenanya di saat Allah memerintahkan Nabi Musa ‘alaihis salaam menghadap kepada Fir’aun, untuk mendakwahinya dan memperingatkannya dari kesombongan kuasanya, Musa mengadu kepada Allah dengan berdoa,
قَالَ رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي
وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي
Musa mengucapkan doa: “Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, (25) dan mudahkanlah untukku urusanku…” (QS. Thoha: 25-26)
Allah ta’ala juga mengatakan kepada hamba, utusan dan pilihanNya; Muhammad -shallallahu’alaihi wa sallam-, menjelaskan suatu nikmat yang Allah berikan kepada beliau,
أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ
Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu. (QS. As-Syarh: 1)
Ini dalil bahwa kelapangan hati adalah nikmat Ilahi, karunia robbani, sebuah nikmat Allah yang Allah berikan kepada Anda. Kelapangan hati adalah sebab yang paling besar seorag dapat meraih hidayah. Sebagaimana sempitnya hati adalah sebab tersesatnya seorang manusia. Sebagaimana kelapangan hati adalah nikmat yang paling besar, maka sempitnya hati adalah musibah yang paling besar (Syifa’ Al-‘Alil, Ibnul Qoyyim (1/351).
Nikmat besar ini tak mungkin dapat diraih kecuali dengan seorang memberikan perhatian serta mengamalkan agama Islamnya. Di saat seorang berusaha istiqomah mengamal agama ini, dan komitmen terhadap aturan-aturannya, maka kadar kelapangan hati yang diperoleh oleh seseorang, adalah selaras dengan kadar keistiqomahannyadalam menjalankan agama ini. Oleh karenanya segala sebab kelapangan hati, dapat disimpulkan kepada dua sebab yang saling berkaitan:
Pertama, taufik dari Allah dan pertolonganNya kepada hamba untuk mendapat kelapangan hati.
Kedua, Nikmat hati yang lapang tak akan mungkin didapat kecuali dengan menjadi hamba Allah yang taat dan komitmen kepada ajaran Islam.
Dua hal inilah yang menjadi inti dan pondasi pembahasan ini. Karena hati itu di tangan Allah, Allah mampu membolak-balikkan hati kapanpun. Hati berada di bawah pengaturan Allah. Segala hal yang Allah kehendaki, pasti akan terjadi, dan yang Allah tidak kehendaki, pasti tak akan terjadi. Allah ta’ala berfirman,
فَمَن يُرِدِ اللَّهُ أَن يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ ۖ وَمَن يُرِدْ أَن يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ ۚ كَذَٰلِكَ
يَجْعَلُ اللَّهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ
“Siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.” (QS. Al-An’am: 125)
Allah ta’ala juga berfirman,
أَفَمَن شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ فَهُوَ عَلَىٰ نُورٍ مِّن رَّبِّهِ ۚ فَوَيْلٌ لِّلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُم مِّن ذِكْرِ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ فِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ
“Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata. (QS. Az-Zumar: 22)
Ayat di atas menunjukkan bahwa kelapangan hati tak akan mungkin didapat selain dari taufik dari Allah semata. Oleh karenanya dalam upaya menggapai kelapangan hati, hendaknya dipastikan bahwa kelapangan tersebut diusahakan dengan mengamalkan syariat dan wahyuNya. Hendaknya seorang yang beriman berusaha menggapainya dengan berdoa meminta kepada Allah agar dilapangkan hatinya, dimudahkan urusannya dan agar dia dicatat oleh Allah termasuk ke dalam golongan hambaNya yang Bahagia di dunia dan akhirat.
Referensi:
- Al-Badr, Abdurrazaq bin Abdulmuhsin Al-Abbad (1444H). Ahadis Ishlah Al-Qulub. Dar Imam Muslim. Madinah – Saudi Arabiya.
Oleh: Ahmad Anshori
Artikel: RemajaIslam.com