Islam hadir membawa pedoman hidup yang sempurna, untuk membimbing manusia menuju segala kemuliaan dan kebaikan, sehingga dapat membuahkan ucapan dan perilaku yang luhur, serta menjauhkan dari perilaku dan ucapan yang rendah. Ajaran yang seperti muncul dari kesempurnaan dan keindahan agama ini, dan sebagai agama yang memperhatikan tercapainya maslahat kehidupan. Dengan memberikan petunjuk kepada akhlak yang luhur, pembuka-pembuka kebaikan, dan prinsip-prinsip kebaikan, menjadi panduan dalam setiap keadaan kehidupan manusia.
Ketika kita memperhatikan pedoman-pedomah Islam yang berkenaan akhlak, kita akan menemukan norma-norma akhlak yang paling indah dan paling suci. Islam mewakili nilai-nilai akhlak yang paling tinggi. Diantara sikap tercela yang bertentangan dengan akhlak yang luhur adalah sikap mudah marah, atau mudah terpancing emosi.
Marah dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan nekat, keji, dan mengucapan perkataan-perkataan buruk. Dampak-dampak negatif akan membuat seorang yang marah amat menyesal, setelah amarahnya mereda. Ada ungkapan hikmah yang mengatakan,
الغضب أوله جنون، ونهايته ندم
“Marah itu awalnya adalah kegilaan dan ujungnya adalah penyesalan.” (Al Manhaj Al Masluk fii Siyasah Al Muluk, hal. 404)
Kemudian marah adalah kondisi dimana darah dan jantung mendidih, detak jantung yang semakin kencang, sebagai respons terhadap situasi merugikan atau reaksi emosional kepada pihak yang telah merugikannya. Hal ini seringkali mengakibatkan munculnya kata-kata kasar dan perilaku-perilaku yang buruk. Puncak amarah, saat telah menguasai hati, dapat mengakibatkan seorang kehilangan kendali, sehingga berdampak liarnya lisan melemparkan celaan dan kata-kata kasar, sementara anggota badan bisa mengekspresikan dengan penyerangan, pemukulan atau permusuhan.
Lalu datanglah Islam yang mengarahkan seorang muslim untuk mengendalikan diri saat marah. Jika ia mampu meredamnya; dan itulah buah dari nasehat-nasehat islam dalam hal marah, maka ia dianggap telah memborong banyak kebaikan, telah mengupayakan pembuka banyak kebajikan, dan menghidupkan pondasi moral yang luhur.
Di dalam hadis dari sahabat Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu- dikisahkan bahwa ada seorang menemui Nabi untuk meminta nasehat. Lalu Nabi berpesan kepadanya,
لَا تَغْضَبْ
“Jangan marah.”
Orang itu mengulang kembali permintaanya, Nabi menjawabnya sama, “Jangan marah.”
Kemudian tentang hikmah dari nasehat singkat yang disampaikan Nabi kepada orang tersebut, diterangkan dalam riwayat lain, yang bersumber dari Humaid bin Abdurrahman, beliau mendapatkan hadis dari sejumlah sahabat Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam-,
قَالَ رَجُلٌ : يَا رَسُولَ اللهِ، أَوْصِنِي، قَالَ : لا تَغْضَبْ، قَالَ: قَالَ الرَّجُلُ : فَفَكَّرْتُ حِينَ قَالَ النَّبِيُّ ﷺ مَا قَالَ، فَإِذَا الْغَضَبُ يَجْمَعُ الشَّرَّ كُلَّهُ»
“Seorang berkata kepada Nabi, “Ya Rasulullah, mohon beri aku nasehat.”
Nabi meresponnya denga nasehat,
لَا تَغْضَبْ
“Jangan marah.”
Orang itu mengulang kembali permintaanya, Nabi menjawabnya sama, “Jangan marah.”
Kemudian Humaid melanjutkan, “Seorang berkata, “Setelah aku pikirkan dalam-dalam tentang nasehat singkat Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- ini, ternyata tampaklah bawah seluruh keburukan itu berkumpul di dalam sifat marah.” (HR. Ahmad)
Ja’far bin Muhammad berkata:
الغضب مفتاح كل شر
Marah adalah pembuka segala keburukan.
Ada seorang yang yang berkata kepada ibnul Mubarak,
اجمع لنا حسن الخلق في كلمة
“Mohon penjelasan tentang satu kalimat yang mengumpulkan seluruh akhlak yang baik.”
Beliau menjawab,
تَرْكُ الغَضَبِ
“Tinggalkan sifat pemarah.” (Ihya Ulum Ad Diin, 3/166)
Sekian, wallahulmuwaffiq.
—
Serial tulisan tentang marah klik #OjoNesu
Referensi:
Al-Badr, Abdurazzaq bin Abdulmuhsin, (1444H). Ahadits Ishlah Al-Qulub, Dar Imam Muslim, Madinah, Saudi Arabia.
Ahmad Anshori
Copyright RemajaislamCom