Bismillah…
Suatu hari, Aisyah pernah bertanya kepada Nabi tentang doa yang sebaiknya diucapkan di malam Lailatul Qodar:
“Kalau aku tahu ada satu malam yang pasti adalah Lailatul Qadar, doa apa yang sebaiknya aku panjatkan?” Tanya ‘Aisyah.
Rasul -shallallahu’alaihi wa sallam- menjawab,
قُولِى اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى
“Berdo’alah: Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu’anni (artinya: Ya Allah, Engkau Maha Memberikan Maaf dan Engkau suka memberikan maaf—menghapus kesalahan–, karenanya maafkanlah aku—hapuslah dosa-dosaku–).” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Namun, pernahkah kita bertanya-tanya, mengapa di malam paling mulia ini kita justru dianjurkan meminta ampunan, bukan hal-hal besar lainnya seperti kesehatan, rezeki, atau kebahagiaan? Apa hikmah di balik perintah doa ini?
Mari kita bahas lebih lanjut…
Karena memohon ampun dan pengampunan adalah doa seluruh para nabi untuk diri mereka sendiri.
Sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Adam dan Hawa, mereka berdua berdoa:
قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Keduanya berkata: ‘Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi’.” (QS. Al-A’raf: 23)
Kemudian doa Nabi Nuh:
رَبِّ ٱغْفِرْ لِى وَلِوَٰلِدَىَّ وَلِمَن دَخَلَ بَيْتِىَ مُؤْمِنًۭا وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتِ
“Ya Tuhanku, ampunilah aku, kedua orang tuaku, dan siapa saja yang masuk ke rumahku dalam keadaan beriman, serta semua orang mukmin laki-laki dan perempuan.” (QS. Nuh: 28)
Doa Nabi Musa:
قَالَ رَبِّ إِنِّى ظَلَمْتُ نَفْسِى فَٱغْفِرْ لِى فَغَفَرَ لَهُۥٓ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلْغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ
“Dia (Musa) berkata: ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menzalimi diriku sendiri, maka ampunilah aku.’ Lalu Allah mengampuninya. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Al-Qasas: 16)
Karena ini adalah doa para malaikat untuk kaum mukmin
ٱلَّذِينَ يَحْمِلُونَ ٱلْعَرْشَ وَمَنْ حَوْلَهُۥ يُسَبِّحُونَ بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَيُؤْمِنُونَ بِهِۦ وَيَسْتَغْفِرُونَ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَىْءٍۢ رَّحْمَةًۭ وَعِلْمًۭا فَٱغْفِرْ لِلَّذِينَ تَابُوا۟ وَٱتَّبَعُوا۟ سَبِيلَكَ وَقِهِمْ عَذَابَ ٱلْجَحِيمِ رَبَّنَا وَأَدْخِلْهُمْ جَنَّٰتِ عَدْنٍ ٱلَّتِى وَعَدتَّهُمْ وَمَنْ صَلَحَ مِنْ ءَابَآئِهِمْ وَأَزْوَٰجِهِمْ وَذُرِّيَّٰتِهِمْ إِنَّكَ أَنتَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيمُ وَقِهِمُ ٱلسَّيِّـَٔاتِ وَمَن تَقِ ٱلسَّيِّـَٔاتِ يَوْمَئِذٍۢ فَقَدْ رَحِمْتَهُۥ ۚ وَذَٰلِكَ هُوَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ
“Malaikat-malaikat yang memikul ‘Arsy dan yang berada di sekelilingnya bertasbih dengan memuji Tuhannya dan beriman kepada-Nya serta memohon ampun bagi orang-orang yang beriman: ‘Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu-Mu meliputi segala sesuatu. Maka ampunilah orang-orang yang bertobat dan mengikuti jalan-Mu dan lindungilah mereka dari azab neraka yang menyala-nyala. Ya Tuhan kami, masukkanlah mereka ke dalam surga ‘Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka, juga orang-orang yang saleh di antara bapak-bapak mereka, istri-istri mereka, dan keturunan mereka. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana. Dan lindungilah mereka dari (balasan) keburukan. Dan orang yang Engkau lindungi dari (balasan) keburukan pada hari itu, maka sungguh, Engkau telah menganugerahkan rahmat kepadanya. Dan itulah kemenangan yang agung’.” (QS. Ghafir: 7-9)
Karena ini adalah perintah Allah kepada Nabi Muhammad ﷺ untuk meminta ampun bagi dirinya sendiri dan kaum mukminin.
وَٱسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتِ
“Dan mohonlah ampunan untuk dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan.” (QS. Muhammad: 19)
Karena ampunan Allah di dalam Al-Qur’an disebutkan bersama dosa-dosa besar.
فَقَدْ سَأَلُوا۟ مُوسَىٰٓ أَكْبَرَ مِن ذَٰلِكَ فَقَالُوا۟ أَرِنَا ٱللَّهَ جَهْرَةًۭ فَأَخَذَتْهُمُ ٱلصَّٰعِقَةُ بِظُلْمِهِمْ ثُمَّ ٱتَّخَذُوا۟ ٱلْعِجْلَ مِنۢ بَعْدِ مَا جَآءَتْهُمُ ٱلْبَيِّنَٰتُ فَعَفَوْنَا عَن ذَٰلِكَ وَءَاتَيْنَا مُوسَىٰ سُلْطَٰنًۭا مُّبِينًۭا
“Mereka telah meminta kepada Musa sesuatu yang lebih besar dari itu. Mereka berkata, ‘Perlihatkanlah Allah kepada kami secara nyata!’ Maka mereka disambar petir karena kezaliman mereka. Kemudian mereka menjadikan anak sapi (sebagai sembahan) setelah datang bukti-bukti yang nyata kepada mereka, lalu Kami maafkan mereka dari kesalahan itu, dan telah Kami berikan kepada Musa kekuasaan yang nyata.” (QS. An-Nisa: 153)
Karena ini adalah doa yang diajarkan Nabi ﷺ kepada Abu Bakar -radhiyallahu’anhu-
اللَّهُمَّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي ظُلْمًا كَثِيرًا، وَلَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ، فَاغْفِرْ لِي مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ، وَارْحَمْنِي، إِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Ya Allah, sesungguhnya aku telah menzalimi diriku sendiri dengan kezaliman yang banyak, dan tidak ada yang dapat mengampuni dosa kecuali Engkau. Maka ampunilah aku dengan ampunan dari sisi-Mu, dan rahmatilah aku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Muttafaqun ‘Alaih)
Ibnu Rajab -rahimahullah- menyampaikan penjelasan menarik tentang hikmah doa yang diajarkan Nabi di malam Lailatul Qodr:
وإنما أمر بسؤال العفو في ليلة القدر بعد الاجتهاد في الأعمال فيها وفي ليالي العشر لأن العارفين يجتهدون في الأعمال ثم لا يرون لأنفسهم عملًا صالحًا ولا حالًا ولا مقالًا فيرجعون إلى سؤال العفو كحال المذنب المقصر
“Sesungguhnya kita diperintahkan untuk memohon ampunan di malam Lailatul Qadar setelah bersungguh-sungguh dalam beribadah di malam itu dan di sepuluh hari terakhir. Sebab, orang-orang yang mengenal Allah bersungguh-sungguh dalam beramal, tetapi mereka tetap tidak melihat amal mereka sebagai sesuatu yang layak. Maka mereka kembali kepada permohonan ampunan, seperti halnya seorang pendosa yang merasa kurang dalam ibadahnya.”
Dari penjelasan Imam Ibnu Rajab ini dapat dipahami bahwa sebesar apa pun kesungguhan kita dalam beribadah, tetaplah hati ini tunduk dalam kerendahan. Orang-orang yang mengenal Allah tidak pernah merasa cukup dengan amal mereka. Bukan karena kurang usaha, tetapi karena mereka sadar bahwa rahmat Allah jauh lebih besar daripada sekadar hitungan ibadah mereka, pahala Allah jauh lebih mahal dari ibadah mereka. Di malam Lailatul Qadar, setelah segala doa dan usaha, kita kembali kepada istighfar; bukan hanya karena dosa, tetapi karena menyadari bahwa tanpa ampunan-Nya, kita bukanlah siapa-siapa dan supaya mengusir rasa sombong dan ujub atas amal shalih yang telah dikerjakan.
Wallahua’lam bis showab.
Islam Online. (n.d.). لماذا سؤال العفو في ليلة القدر؟ Retrieved from https://islamonline.net/لماذا-سؤال-العفو-في-ليلة-القدر؟.
Ditulis oleh: Ahmad Anshori, Lc., M.Pd.
Artikel: Remajaislam.com