Sikap Seorang Muslim Terhadap Para Ulama
Islam sangat menekankan pentingnya menghormati para ulama, memuliakan kedudukan mereka, serta menjaga lisan dan sikap terhadap mereka. Para ulama adalah pewaris Nabi, penjaga agama, dan penyambung risalah setelah wafatnya Rasulullah ﷺ.
Rasulullah ﷺ secara tegas mengajarkan bagaimana kita semestinya memperlakukan orang lain sesuai kedudukannya. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Al-Bazzar dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata:
«أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَنْ نُنْزِلَ النَّاسَ مَنَازِلَهُمْ»
“Rasulullah ﷺ memerintahkan kami agar menempatkan manusia sesuai dengan kedudukannya.” (HR. Abu Dawud dan Al-Bazzar, dinilai hasan oleh Syaikh Al-Albani)
Kedudukan ilmu yang tinggi bahkan membuat Rasulullah ﷺ memberikan perhatian khusus pada mereka yang lebih mendalam ilmunya tentang Al-Qur’an. Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, diriwayatkan bahwa setelah Perang Uhud, Nabi ﷺ bertanya tentang dua orang sahabat yang gugur, lalu mendahulukan pemilik hafalan Al-Qur’an yang lebih banyak untuk dimakamkan terlebih dahulu (HR. Bukhari). Hal ini menunjukkan betapa tingginya nilai ilmu dalam Islam.
Imam Abu Al-Qasim Ibnu ‘Asakir rahimahullah mengingatkan kita agar berhati-hati dalam menjaga lisan terhadap para ulama:
اعلم يا أخي وفقنا الله وإياك لمرضاته وجعلنا ممن يخشاه ويتقيه حق تقاته أن لحوم العلماء مسمومة وعادة الله في هتك أستار منتقصيهم معلومة، وأن من أطلق لسانه في العلماء بالثلب ابتلاه الله تعالى قبل موته بموت القلب: فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ {النور: 63}.
“Ketahuilah wahai saudaraku—semoga Allah memberikan kita taufik untuk meraih keridhaan-Nya dan menjadikan kita termasuk orang yang takut kepada-Nya dengan sebenar-benarnya—sesungguhnya daging para ulama itu beracun. Kebiasaan Allah terhadap orang yang merendahkan kehormatan ulama sudah sangat dikenal; siapa yang melepas lisannya untuk mencela ulama, maka Allah akan mengujinya sebelum kematiannya dengan kematian hati. Allah telah memperingatkan hal ini dalam firman-Nya:
فَلْيَحْذَرِ ٱلَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِۦٓ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
(QS. An-Nur: 63)”
Dalam hadis lainnya, Rasulullah ﷺ menegaskan pentingnya menghormati ahli ilmu. Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda:
«إِنَّ مِنْ إِجْلَالِ اللَّهِ إِكْرَامَ ذِي الشَّيْبَةِ الْمُسْلِمِ، وَحَامِلِ الْقُرْآنِ غَيْرِ الْغَالِي فِيهِ وَالْجَافِي عَنْهُ»
“Sesungguhnya termasuk mengagungkan Allah adalah menghormati orang tua Muslim dan orang yang hafal Al-Qur’an yang tidak berlebihan ataupun lalai terhadapnya.” (HR. Abu Dawud, hadis ini shahih menurut Syaikh Al-Albani)
Ini menunjukkan bahwa bahwa menghormati ulama adalah bagian integral dari adab Islami yang mencerminkan kualitas iman seseorang. Sebab, sikap baik terhadap ulama sesungguhnya adalah penghormatan terhadap ilmu syariat yang mereka emban.
Ulama adalah warisan terbesar umat setelah para Nabi. Ketika kita menghormati seorang ulama, kita tidak sekadar menghormati pribadinya, melainkan menghormati ilmu yang diambilnya dari Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya ﷺ. Oleh karena itu, penghormatan terhadap ulama adalah bagian dari menjaga agama ini.
Kesimpulan tentang adab seorang Muslim dalam bermuamalah dengan ulama, di antaranya:
- Menjaga adab ketika berbicara atau berinteraksi dengan ulama, baik secara langsung maupun tidak langsung.
- Menghindari meremehkan pendapat mereka tanpa ilmu, atau menyebarkan aib serta kekurangan mereka di muka umum.
- Menghormati mereka di majelis dengan memberikan tempat terbaik, menyambut dengan ramah, serta mendahulukan mereka sesuai kadar ilmu dan keshalihan yang mereka miliki.
- Mendoakan kebaikan bagi para ulama, karena doa kebaikan adalah bentuk cinta sejati seorang Muslim kepada saudaranya.
Sebagai penutup, Nabi Muhammad ﷺ memberikan pesan yang jelas tentang kedudukan tinggi para ulama:
«إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ، وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا، وَإِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ، فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ»
“Sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi. Para Nabi tidak mewariskan dinar ataupun dirham, namun mereka mewariskan ilmu. Maka barangsiapa mengambilnya, sungguh ia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR. At-Tirmidzi, dishahihkan Al-Albani)
Dengan demikian, menghormati ulama tak hanya sebagai akhlak mulia, namun juga bagian dari menghormati ajaran Islam yang mereka bawa, serta menjaga hati dari fitnah dan kerasnya hati akibat buruknya adab terhadap orang-orang yang dipilih Allah untuk menjaga agama-Nya.
Wallahu a’lam bish shawab.