Bismillah…
Jarir bin Abdullah, seorang sahabat mulia, mengingatkan kita akan pentingnya sikap positif dan penghormatan terhadap orang lain. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, Jarir bercerita bahwa sejak ia masuk Islam, Rasulullah ﷺ tidak pernah menghalanginya untuk berada di dekat beliau, bahkan setiap kali beliau melihatnya, beliau selalu tersenyum. Begitu sederhana namun penuh makna. Mari kita simak cerita itu dari beliau,
ما حَجَبَنِي النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ مُنْذُ أسْلَمْتُ، ولَا رَآنِي إلَّا تَبَسَّمَ في وجْهِي. ولقَدْ شَكَوْتُ إلَيْهِ إنِّي لا أثْبُتُ علَى الخَيْلِ، فَضَرَبَ بيَدِهِ في صَدْرِي، وقالَ: اللَّهُمَّ ثَبِّتْهُ واجْعَلْهُ هَادِيًا مَهْدِيًّا.
“Rasulullah ﷺ tidak pernah menolak aku sejak aku masuk Islam, dan setiap kali beliau melihatku, beliau selalu tersenyum kepadaku. Suatu hari, aku mengeluh kepadanya bahwa aku kesulitan untuk tetap stabil di atas kuda. Maka Nabi ﷺ meletakkan tangannya di dadaku dan berdoa: ‘Ya Allah, tetapkanlah hatinya dan jadikanlah dia sebagai pemberi petunjuk dan orang yang mendapat petunjuk.’”
Apa yang terkandung dalam hadis ini sangat berharga, terutama bagi kita sebagai generasi muda. Senyuman Rasulullah ﷺ tidak hanya menunjukkan kelembutan hati, tetapi juga menghargai setiap individu. Tentu saja, ini bukan sekadar senyuman biasa. Ini adalah senyuman yang menggambarkan ketulusan, kedekatan, dan rasa hormat terhadap sesama. Rasulullah ﷺ mengajarkan kita untuk selalu memberi energi positif kepada orang lain, bahkan dalam kesibukan yang padat sekalipun.
Selain itu, hadis ini juga menunjukkan betapa pentingnya komunikasi yang baik dalam membangun hubungan sosial yang sehat. Bagaimana tidak, meskipun Jarir bin Abdullah seorang sahabat yang dihormati, Rasulullah ﷺ tidak pernah merasa tinggi hati untuk menyapa dan memberikan senyuman kepada beliau. Beliau menunjukkan bahwa kehebatan seseorang tidak hanya diukur dari kedudukan atau status sosial, tetapi juga dari sikap yang ramah dan tulus terhadap orang lain.
Pelajaran lain yang dapat kita ambil dari hadis ini adalah pentingnya sikap rendah hati. Ketika Jarir mengungkapkan kekhawatirannya tentang kesulitannya dalam menunggang kuda, Rasulullah ﷺ tidak hanya memberi solusi, tetapi juga dengan penuh kasih sayang menepuk dadanya dan berdoa agar beliau diberikan kekuatan untuk tetap stabil di atas kuda. Ini adalah contoh nyata bagaimana seseorang yang memiliki kedudukan tinggi sekalipun tetap harus menunjukkan empati dan perhatian kepada orang lain.
Jangan lupa pula bahwa dalam hadis ini, ada pengajaran tentang keberanian dan keterampilan. Rasulullah ﷺ memberi Jarir doa agar menjadi seorang penunggang kuda yang hebat, sekaligus seorang pemimpin yang bijaksana. Seperti yang kita lihat, menjadi pemimpin bukan hanya soal status, tapi bagaimana kita menguasai keterampilan dan mendampingi orang lain dalam perjalanan mereka.
Bagi kita sebagai anak muda, ada banyak pelajaran yang bisa kita petik dari hadis ini. Mulai dari bagaimana kita harus berinteraksi dengan orang lain dengan penuh kebaikan, selalu tersenyum, dan memberi dukungan kepada mereka yang membutuhkan, hingga mengingatkan diri kita untuk selalu rendah hati dan terus belajar mengasah keterampilan, baik dalam bidang yang kita geluti maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Semoga kita semua dapat mengambil teladan dari sikap Rasulullah ﷺ dan menjadikannya sebagai bagian dari kehidupan kita. Kita bisa mulai dengan sikap sederhana namun penuh makna, seperti memberi senyuman, menunjukkan perhatian, dan berusaha untuk selalu menjadi pribadi yang lebih baik. Seperti yang diajarkan oleh Rasulullah ﷺ, mari kita semua saling menghargai, menghormati, dan memberi energi positif kepada sesama.
Referensi penjelasan hadis:
Al-Mausu’ah Al-Haditsiyyah-dorar.net
Oleh: Ahmad Anshori, Lc., M.Pd.
Artikel: Remajaislam.com