Bismillah….
Dari Abu Sa’id Al-Khudri -radhiyallallahu’anhu-, beliau pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
“Siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangan. Jika tidak mampu, (maka ubahlah) dengan lisan. Jika tidak mampu, (maka ubahlah) dengan hati. Itulah iman yang paling lemah.” (HR. Muslim no. 49)
Hadis ini mengandung beberapa pelajaran penting di dalam beramar ma’ruf nahi mungkar:
- Ada tiga level respon mengingkari kemungkaran, yaitu mengubah dengan tangan, mengubah dengan lisan, lalu yang terakhir merespon dengan hati. Dua level diantaranya yaitu dengan tangan dan lisan disyaratkan dengan kemampuan, adapun dengan hati tidak ada persyaratan dengan kemampuan, karena merespon kemungkaran dengan hati dapat dilakukan oleh siapapun.
- Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan secara syari’i (Al-Istito’ah As-Syar’iyyah), bukan kemampuan secara kekuatan semata (Al-Istito’ah Al-Kauniyyah). – Al-Istito’ah As-Syar’iyyah maksudnya kemampuan yang mempertimbangkan dampak maslahat dan mudorot dari amar ma’ruf nahi mungkar. Mungkin seorang bisa dianggap mampu secara kekuatan Al-Istito’ah Al-Kauniyyah / secara kekuatan saja, dia mampu menonjok pemabuk, atau mematahkan rokok, namun bisa jadi secara Al-Istito’ah As-Syar’iyyah ia dianggap tidak mampu. Karena bisa jadi dampak dari amar ma’ruf nahi mungkar yang hanya didasari Al–Istito’ah Al-Kauniyyah, dapat menumbulkan bahaya Yang lebih Beşar dari kemungkaran itu sendiri, atau justeru membuat kemungkaran berkelanjutan, pelaku lebih tertantang untuk mempertahankan dosanya atau dampak-dampak buruk yang lain.
- Setiap orang muslim wajib merespon kemungkaran sesuai kemampuan secara syari’i (Al-Istito’ah As-Syar’iyyah) yang ada padanya. Jika Al-Istito’ah As-Syar’iyyah nya mampu merubah dengan tangan, maka wajib dengan tangan, tidak boleh dengan lisan atau hati saja. Kalau mampunya hanya pada tahap lisan, maka wajib merespon dengan lisannya. Jika tidak mampu juga maka dengan hati.
- Mengingkari kemunkaran adalah bagian dari iman. Bahkan kuat dan lemahnya iman berkorelasi dengan kuat dan lemahnya iman.
- Mengingkari dengan hati adalah selemah-lemahnya iman, maksudnya adalah, buksan berarti iman orang tersebut secara general sedang lemah, namun maknanya adalah berada dalam level respon kemungkaran yang paling lemah, bukan karena kehendaknya namun karena memang kemampuan syar’inya baru bisa di tahap itu. Atau ada juga ulama yang menafsirkan lain bahwa yang dimaksud lemah iman di sini adalah iman lemah yang tercela atau tidak dianggap uzur, yaitu bagi mereka yang mampu merubah kemungkaran dengan tangan atau lisannya, ia memilih dengan hati.
Wallahua’lam bis showab.
*** Makalah ini adalah bahan materi kuliah umum Rumaysho Academy yang diselenggarakan secara live streaming setiap Rabu sore (Maghrib-Isya), dinarasumberi oleh Ustadz Ahmad Anshori, Lc -hafidzohullah-.
Dua metode selanjutnya insyaallah akan dijelaskan dalam tulisan secara terpisah.
Referensi:
Ar-Ruhaili, Ibrahim bin Amir. Manhaj Ahlissunnah fil Amri bil’ma’ruf nah Nahyi ‘anil Munkar.
Penulis: Ahmad Anshori
Artikel: Remajaislam.com