Bismillah…
Banyak anak muda, hususnya para akhwat, merasa was-was ketika mendengar pembahasan tentang hak suami. Hadis-hadis tentang “ketaatan istri” sering kali disampaikan dengan nada menakutkan, seolah pernikahan itu beban berat. Padahal, jika dilihat dengan utuh, Islam adalah agama rahmat: seimbang, adil, dan tidak membebani di luar kemampuan manusia.
Besarnya Hak Suami
Al-Qur’an dengan jelas menegaskan:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ
“Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain, dan karena mereka menafkahkan sebagian dari harta mereka. Maka wanita yang shalihah adalah yang taat, lagi menjaga diri ketika suaminya tidak ada, dengan menjaga apa yang Allah perintahkan untuk dijaga.” (QS. An-Nisa: 34)
Rasulullah ﷺ bersabda:
«لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ النِّسَاءَ أَنْ يَسْجُدْنَ لِأَزْوَاجِهِنَّ لِمَا جَعَلَ اللَّهُ لَهُمْ عَلَيْهِنَّ مِنَ الْحَقِّ»
“Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain, niscaya aku perintahkan para istri untuk sujud kepada suami mereka, karena begitu besar hak suami atas mereka.”
(HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah; shahih)
Dan dalam riwayat al-Bukhari-Muslim:
«إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ، فَأَبَتْ، فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا، لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ»
“Jika seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidurnya lalu ia menolak, hingga suami semalam suntuk marah kepadanya, maka para malaikat melaknatnya sampai pagi.” (HR. Bukhari Muslim)
Dari sini kita paham, ketaatan kepada suami memang bagian penting dari ibadah seorang istri.
Tidak Di Luar Kemampuan
Namun, penting dipahami: kewajiban dalam Islam selalu sesuai kemampuan. Allah berfirman:
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Bertakwalah kalian kepada Allah semampu kalian.” (QS. التغابن: 16)
Dan sabda Nabi ﷺ:
«إِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، وَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَاجْتَنِبُوهُ»
“Jika aku perintahkan sesuatu, lakukanlah semampu kalian. Jika aku larang sesuatu, maka jauhilah.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Maka, jika seorang istri sudah berusaha taat, menjaga diri, dan melayani suami sesuai kesanggupannya, insyaAllah ia sudah menunaikan kewajibannya. Apa yang di luar kemampuan, Allah ampuni.
Karena itu, jangan jadikan rasa takut tidak mampu sebagai alasan untuk menunda atau menolak menikah. Justru, niatkan pernikahan sebagai ibadah. Rasulullah ﷺ memberi kabar gembira:
«إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَّنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا، قِيلَ لَهَا: ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ»
“Jika seorang wanita melaksanakan shalat lima waktu, berpuasa Ramadhan, menjaga kehormatannya, dan taat kepada suaminya, maka dikatakan kepadanya: ‘Masuklah surga dari pintu mana saja yang engkau suka.” (HR. Ibnu Hibban)
Seimbang dan Manusiawi
Kalau pun seorang istri sesekali lalai atau kurang maksimal, itu manusiawi. Yang penting jangan menjadikannya kebiasaan. Segera tutupi dengan amal kebaikan lain. Rasulullah ﷺ bersabda:
«اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ»
“Bertakwalah kepada Allah di manapun engkau berada, iringilah keburukan dengan kebaikan niscaya ia akan menghapusnya, dan bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang baik.” (HR. At-Tirmidzi)
Hak suami memang besar, tapi bukan berarti mustahil dipenuhi. Allah tidak pernah membebani di luar kemampuan. Justru dengan kesungguhan, doa, dan niat baik, seorang istri bisa meraih surga lewat ketaatan kepada Rabb-nya dan pengabdian yang tulus kepada suaminya.
Jangan takut menikah hanya karena khawatir gagal menunaikan hak. Islam itu seimbang, dan rahmat Allah lebih luas dari kelemahan manusia.
Wallahua’lam bis showab.
Ditulis oleh: Ahmad Anshori, Lc., M.Pd.
Artikel: Remajaislam.com