Suami sebagai pemimpin di dalam rumah tangga memiliki wewenang untuk melakukan ta’dib (pendisiplinan) kepada istrinya. Wewenang ini diperjelas di dalam ayat dan hadis di bawah ini:
وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ
سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
“Istri-istri yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. An-Nisa: 34)
Kemudian di dalam hadis diterangkan,
حق المرأة على الزوج أن يُطعِمَها إذا طَعِم، ويكسوَها إذا اكتسى ولا يضرب الوجه ولا يُقَبِّح، ولا يهجُر إلا في البيت”
“Hak istri yang harus ditunaikan suami adalah memberinya makan di saat ia makan, memberinya pakaian jika ia memiliki, dan tidak memukul wajahnya, tidak boleh menjelek-jelekkan istri dan tidak boleh mendiamkannya kecuali di dalam rumah.” (HR. Thabrani)
Dan sabda Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam-
“استوصُوا بالنساء خيرًا؛ فإنما هن عندكم عوانٌ، ليس تملكون منهن شيئًا غير ذلك، إلا أن يأتين بفاحشة مُبَيَّنة، فإن فعلن
فاهجروهن في المضاجع واضربوهن ضربًا غير مُبَرِّح “.
“Berbuat baiklah terhadap wanita, karena mereka adalah tawanan kalian. Kalian tidak berhak atas mereka lebih dari itu, kecuali jika mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Jika mereka melakukannya, jauhilah mereka di tempat tidur dan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakitkan.”
Meskipun ta’dib adalah proses membina rumah tangga yang dibolehkan oleh agama, namun ada batasan dan aturan yang harus diperhatikan oleh para suami. Agar ta’dib benar-benar dapat mencapai maslahat yang menjadi tujuannya. Agar proses ta’dib dapat dipahami dengan baik, pemaparannya dilakukan melalui jawaban dari sejumlah pertanyaan berikut:
Kapan ta’dib dibolehkan?
Ta’dib dilakukan di saat istri melakukan nusyuz, sebagaimana dijelaskan pada ayat di atas. Apa yang dimaksud nusyuz? Dalam Fatwa Islam (no. 347842) dijelaskan makna nusyuz:
ونشوز الزوجة تعاليها على زوجها، وعصيانها له فيما يجب عليها طاعته فيه من أمور العشرة الزوجية
“Istri yang berbuat nusyuz adalah, istri yang bersikap meninggi di hadapan suaminya, serta membangkang terhadap kewajiban rumah tangga yang semestinya dia jalankan, ketidaktaatan ini dilakukan dengan kemarahan dan kesombongan pada pada perintah-perintah suami yang wajib ditaati.”
Di dalam kitab Zadul Mustaqniq terdapat penjelasan tentang makna nusyuz:
النشوز معصيتها إياه فيما يجب عليها
“Nusyuz adalah istri yang tidak mengindahkan kewajiban-kewajibannya atas suaminya.”
Bisa disimpulkan bahwa:
- Nusyuz adalah tindakan istri yang melanggar kewajiban-kewajibannya atas suami/hak-hak wajib suami.
- Disebut nusyuz bila pelanggaran terjadi pada masalah-masalah yang hukumnya wajib, bukan permasalahan yang sunnah, seperti suami yang enggan mengutangi istrinya, tidak boleh kemudian suami menuding istrinya berbuat nuzyuz, karena memberi hutang suami bukan kewajiban istri (Syarah Zaadul Mustaqni).
- Pelanggaran yang dilakukan istri kepada suaminya dapat digolongkan nusyuz bila pelanggaran tersbut bukan termasul hal-hal yang diizinkan atau diperintahkan oleh syariat. Seperti istri ingin memakai jilbab besar, namun suami tidak mengizinkan. Maka istri yang tetap mempertahankan prinsipnya untuk memakai jilbab besar tidaklah disebut nusyuz, walaupun memang benar melanggar aturann suami, karena syariat memerintahkan demikian.
Dalam hal apa ta’dib boleh dilakukan?
Sebagaimana keterangan di dalam definisi nusyuz di atas, nusyuz terjadi saat istri tidak mengindahkan kewaijibannya atas suaminya. Kewajiban apa yang dimaksud boleh melakukan ta’dib? Karena kewajiban mengandung makna yang luas, kewajiban yang dimaksud dalam hal ta’dib adalah hal-hal yang berkenaan dengan urusan keberlangsungan nikah, seperti urusan ranjang, tempat tinggal dll. Sebagaimana keterangan dari Ibnu Nujaim -rahimahullah-,
الْمَرْأَة لَا يَجِبُ عليها طَاعَةُ
الزَّوْجِ في كل ما يَأْمُرُ بِهِ، إنَّمَا ذلك فِيمَا يَرْجِعُ إلَى النِّكَاحِ وَتَوَابِعِهِ خُصُوصًا إذَا كان في أَمْرِهِ إضْرَارٌ بها
“Istri tidak wajib taat pada suami dalam setiap perintahnya. Taat yang wajib adalah pada hal-hal yang berkenaan dengan keberlangsungan pernikahan dan turunannya, terlebih dalam hal yang jika perintah suami tidak ditaati akan membahayakan istri.”
Lanjut di part 2 ya.
Wallahua’lam bis showab.
Referensi:
Tafsir Ibnu Katsir.
Fatawa Islamweb. (1438H/2017M). مسائل في تأديب الزوجة وهجرها وعلاج نشوزها fatwa no. 347842. Diakses pada 30/10/2023, dari https://www.islamweb.net/ar/fatwa/347842/.
Fatawa Islamweb. (1422H/2001M). النشوز : استخفاف المرأة بزوجها وعصيانه fatwa no. 1103. Diakses pada 30/10/2023, dari https://www.islamweb.net/ar/fatwa/1103/%D8%A7%D9.
As-Syinqiti, Muhammad bin Muhammad Al-Mukhtar. Syarah Zad Al-mustaqni’ (Maktabah Syamilah). Diakses pada 30/10/2023, dari https://shamela.ws/book/7696/4919.
Ditulis oleh: Ahmad Anshori
Artikel: Remajaislam.com