Buku-buku Islam adalah cahaya dalam kegelapan, teman dalam kesendirian dan pembantu dalam setiap kejadian, sarana paling penting dalam menuntut ilmu dan meraihnya.
Para ulama Salaf menganggap buku-buku sebagai sebuah taman atau kebun. Mereka selalu membacanya, berpindah dari satu taman ke taman yang lain dan satu bunga dan kebun yang satu ke yang lainnya. Mereka merasakan nikmatnya membaca dan belajar melebihi semua kenikmatan dan dunia yang fana ini.
Inspirasi dari Ibnul Jauzi -rahimahullah-
Ibnul Jauzi berkata, “Jalan mencari kesempurnaan belajar ilmu adalah membaca buku-buku. Perbanyaklah membacanya. Karena anda akan melihat ilmu seseorang dan semangatnya yang tinggi. Apa yang tidak terlintas di benak, dan akan menggerakkan keinginan untuk belajar. Tidak ada kitab yang tidak memiliki manfaat.”
Ibnul Jauzi melanjutkan ceritanya, “Saya menceritakan keadaan diri saya yang tidak pernah kenyang dengan membaca satu buku. Saya apabila melihat sebuah buku yang tidak pernah saya lihat sebelumnya, saya merasa seakan-akan mendapatkan sebuah kekayaan. Saya pernah melihat katalog buku-buku yang diwakafkan di sekolah Nidzamiyah yang memuat enam ribu jilid. Seandainya saya berkata, “Saya telah membaca dua puluh nbu jilid, tentu masih banyak yang belum dibaca. Saya tidak pernah kenyang dalam belajar Saya belajar dari pengalaman orang lain, dan salut dengan semangat, hafalan, ibadah dan ketinggian ilmu mereka. Sesuatu yang tidak akan diketahui kecuali bagi mereka yang membaca.” (Shoidul Khotir, Ibnul Jauzi)
Ibnul Jauzi berkata, “Saya mendengar bahwa Abul A’la Al-Hamdanı dilihat dalam mimpi setelah meninggal dunia berada di sebuah kota yang semua temboknya terbuat dari kitab. Di sekitarnya ada kitab-kitab yang tidak bisa dihitung, dan beliau dilihat sibuk membacanya.
Beliau ditanya, Kitab apa ini?”
Beliau menjawab, “Saya memohon (kepada Allah) untuk disibukkan dengan apa yang membuat saya sibuk di dunia (dengan membaca dan belajar ilmu) dan saya dikabulkan.” (Syiar A’lamin Nubala’, Az-Dzahabi 21/40).
Insipirasi dari Al-Khotib Al-Baghdadi -rahimahullah-
Beliau pernah bercerita,
“Seseorang bertanya,
“Mengapa anda tak pernah merasa khawatir?”
Beliau menjawab, “Apa yang bisa membuat khawatir seorang yang selalu bersama temannya, yaitu bukunya.”
Kemudian beliau ditanya kembali, “Siapa temannya?”
“Buku-bukunya.” Jawabnya. (Taqyidul Ilmi, Khotib Al-Baghdadi)
Beliau juga berkata, “Di samping buku memiliki manfaat yang luar biasa dan mulia, ia juga harta sebagai harta yang paling berharga, dan yang paling indah. Buku adalah teman duduk yang paling menjaga rahasia, paling selamat, paling fashih dan berilmu.” (Taqyidul Ilmi, Khotib Al-Baghdadi)
Inspirasi dari Ibnul Arabi -rahimahullah-
Ibnul Arabi menyampaikan testimoni tentang buku-buku yang beliau miliki, “Kami mempunyai teman (buku-buku) yang tak pernah bosan menemani.
Kami bercengkrama hingga ia bisa memberi rasa aman, baik saat sendirian maupun saat ramai.
Bila kau katakan mereka adalah benda-benda mati, maka anda tidak berdusta.
Bila kau bilang mereka adalah benda-benda hidup maka anda juga tidak berbohong.”
Inspirasi dari Abdullah Ibnul Mubarak -rahimahullah-
Ibnul Mubarak berkata, “Siapa ingin mengambil faedah, maka hendaklah ia melihat bukunya.” (Al-Jami’ Li Akhlaqir Rowi, al-Baghdadi, 2/241).
Inspirasi dari Abul Hasan Al-Qali -rahimahullah-
Diceritakan pula bahwa Ibnu Khalkan pernah berkata, “Abul Hasan Al-Qali, seorang ahli hadis dan sastrawan. Beliau memiliki salah satu cetakan terbaik kitab “Al-Jambara” karya Ibnu Darid. Namun beliau terpaksa menjualnya karena fakir. Sebelum menjualnya beliau menulis sebuah bait (dan menaruhnya di dalam kitab tersebut) yang berbunyi:
Saya bersamanya duapuluh tahun kemudian saya menjualnya.
Sangatlah panjang kerinduanku kepadanya setelahnya.
Saya tidak pernah menyangka bahwa akan menjualnya.
Sekalipun hutang-hutangku menyiksaku dalam penjara.
Namun karena kelemahan, kefakiran dan putn-putri saya.
Yang masih kecil, yang menangis meminta saya, Maka akupun rela melepasnya.
Beliau kemudian menjualnya dan dibeli oleh Asy-Syarif Al-Murthadha seharga 60 dinar. Ketika membuka kitab tersebut, Asy-Syarif Al-Murthadha menemukan bait-bait yang menyedihkan tersebut. Lantas beliau mengembalikan kitab tersebut kepada Abul Hasan Al-Qali dan membiarkan dinar (uang yang dia bayakan) pada dia.”
Inspirasi dari Al-Qadli Al-Jurjani -rahimahullah-
Al-Qadli Al-Jurjani mengungkapkan kecintaannya kepada “membaca”,
“Saya tak pernah merasakan nikmatnya hidup.
Sampai saya duduk di rumah lalu menjadikan buku sebagai teman.
Bagimu, tak ada sesuatu yang lebih berharga dari ilmu.
Saya tak akan mencari kawan selain ilmu.
Kehinaan bila bergaul dengan banyak orang.
Maka tinggalkanlah mereka dan hiduplah mulia dan merdeka.”
Buku adalah Teman Terbaik
Seorang yang shalih ditanya,
“Siapa yang selalu menemanimu?”
Seraya memegang kitabnya beliau menjawab,“Ini temanku.”
Beliau ditanya lagi, “Maksud saya dari kalangan manusia.”
“Orang-orang yang ada di dalamnya.” Jawab beliau. (Taqyidul Ilmi, Khotib Al-Baghdadi)
Alangkah indah perkataan seorang pujangga,
Sebaik-baik teman bicara dan kawan adalah buku.
Ia akan menghiburmu ketika engkau dikhianati kawanmu
Tidak membuka rahasiamu bila kau titipkan padanya
Darinya engkau mendapatkan hikmah dan kebenaran nyata.
Referensi:
- Shalih, Abul Qa’qa’ Muhammad Alu Abdillah (1429H/2008). Kaifa tatahammas fi Tholabil Ilmi As-Syar’i. Judul Terjemah: 102 Kiat Agar Semangat Belajar Agama Membara. Nurul Mukhlisin. Pustaka eLBA, Surabaya, Indonesia.
Editor bahasa: Ahmad Anshori
Artikel : RemajaIslam.com