Perbuatan Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- merupakan sumber hukum agama Islam. Hal ini menjadikan kita sebagai seorang muslim sangat perlu mengetahui macam-macam perbuatan Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- agar dapat memahami hukum-hukum yang dihasilkan di setiap perbuatan beliau -shallallahu’alaihi wa sallam- dengan tepat.
Berikut ini macam-macam perbuatan Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- :
Pertama, perbuatan yang khusus untuk Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam-.
Seperti Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- boleh menikah sampai sembilan istri.
Hukumnya: hanya berlaku khusus untuk Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam-, tidak boleh dijadikan syariat untuk selain Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam-.
Kedua, perbuatan Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- yang tergolong kebiasaan-kebiasaan yang manusiawi (Jibliyyah).
Yaitu perbuatan yang dilakukan Nabi tanpa ada maksud ibadah.
Seperti memakai imamah, izar dan rida’ dalam berpakaian, cara beliau makan, cara beliau minum, cara tidur beliau, cara jalan beliau, haji naik onta, tidur menyamping setelah shalat subuh, beliau senang makan labu, sampil kambing, tidak senang makan dob dan yang lainnya.
Hukumnya: Ada dua jenis perbuatan Nabi yang bersifat jibliyyah:
- Murni Jibliyyah.
Yaitu perbuatan-perbuatan yang lumrah dilakukan oleh seluruh manusia.
Seperti berdiri, duduk, makan, minum, tidur, bangun tidur, dll.
Hukumnya: bukan sumber hukum syariat dan tak ada perintah agama untuk mengikutinya, hukumnya hanya mubah. Sehingga tidak boleh seorang berdiri dengan niatan ibadah kepada Allah karena Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- juga berdiri, dst.
2. Bercampur antara Jibliyyah dan Qurbah (ibadah).
Maksudnya, perbuatan yang secara asal tergolong jibliyyah, namun berkaitan dengan sebuah ibadah/qurbah.
Seperti: makan dengan tangan kanan, membaca basmalah sebelum makan, tidak isbal dalam berpakaian, tidak bernafas di gelas saat sedang minum, memakan makanan dari yang terdekat.
Hukumnya: bisa wajib, sunah, haram, makruh, sesuai isyarat hukum yang ditunjukkan oleh dalil.
Ketiga, perbuatan Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- yang bernilai ibadah dan tidak ada dalil yang menjelaskan keberlakuannya khusus untuk Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam-.
Inilah hukum asal yang berlaku pada perbuatan Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- yang dilakukan dengan maksud ibadah. Karena Allah berfirman,
وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. (QS. An-Nahl: 44)
Hukumnya: menjadi sumber syariat dan diperintahkan oleh agama untuk mengikutinya.
Sekian, robbana zidna ilman naafi’an…
Ya Allah tambahkan kepada kami ilmu yang bermansaat..
Referensi:
As-Syatsri, Sa’ad bin Nashir bin Abdul Aziz (1424H/2003M). Al-Qawa’id Al-Ushuliyyah Wal Fiqhiyyah Al-Muta’alliqoh Bil Muslimin Ghoir Al-Mujtahid. Penerbit Dar Isybilia. Riyadh-Saudi Arabia.
Islamqa – Syaikh Sholih Al-Munajjid. Al-Farqu Baina Ma Yaf’aluhu Shallallahu’alaihi wa sallam Lit Tasyri’ wa ma Yaf’aluhu Lil ‘aadah wa jibillah. Nomor fatwa149523. Diakses dari https://islamqa.info/ar/answers/149523/%D8%… Pada 7 Agustus 2023.
Penulis: Ahmad Anshori
Artikel: RemajaIslam.com