Ketigabelas, dosa mematikan kecemburuan hati.
Di antara dampak dosa yaitu mematikan api cemburu dari hati, yang merupakan sumber kehidupan dan kebaikan bagi jiwa manusia, seperti panasnya naluri bagi kehidupan seluruh badan. Panas dan api cemburu mengeluarkan kejelekan dan sifat-sifat tercela dari hati, seperti halnya proses penempaan yang mengeluarkan kotoran emas, perak, dan besi. Orang yang paling mulia, paling bersungguh-sungguh, dan paling tinggi kemauannya adalah orang yang paling cemburu terhadap dirinya, orang-orang terdekatnya, dan manusia pada umumnya.
Itulah sebabnya Nabi adalah orang yang paling cemburu terhadap ummatnya, bahkan Allah lebih cemburu daripada beliau. Tercantum dalam ash-Shahiih, bahwasanya beliau bersabda:
اتَعْجَبُونَ مِنْ غَيْرَةِ سَعْدِ لَأَنَا أَغْيَرُ مِنْهُ، وَاللَّهُ أَغْيَرُ مني
“Apakah kalian heran dengan kecemburuan Sa’ad? Sesungguhnya aku lebih cemburu daripadanya, sedangkan Allah lebih cemburu dibanding aku.”
Masih dalam kitab ash-Shahiih, beliau bersabda ketika khutbah shalat Gerhana:
يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ! مَا أَحَدٌ أَغْيَرُ مِنَ اللَّهِ أَنْ يَزْنِيَ عَبْدُهُ أَوْ تَزْنِيَ أَمَتُهُ
“Wahai ummat Muhammad, tidak ada yang lebih cemburu daripada Allah ketika salah seorang hamba-Nya yang pria ataupun wanita melakukan zina.”
Keempatbelas, maksiat menghilangkan rasa malu.
Diantara dampak maksiat adalah menghilangkan malu yang merupakan sumber kehidupan hati dan inti dari segala kebaikan. Hilangnya rasa malu berarti hilangnya seluruh kebaikan.
Dalam kitab ash-Shahiih, Nabi bersabda:
الْحَيَاهُ خَيْرٌ كُلُّهُ
“Rasa malu adalah kebaikan seluruhnya.”
Rasulullah juga bersabda:
إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلَامِ النُّبُوَّةِ الْأَوْلَى : إِذَا لَمْ تَسْتَحِ؛ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ
“Sesungguhnya termasuk yang pertama diketahui oleh manusia dari ucapan kenabian adalah jika kamu tidak malu, maka berbuatlah sesukamu.”
Kelimabelas, maksiat melemahkan pengagungan terhadap Allah.
Di antara hukuman dosa adalah melemahkan pengagungan kepada Allah dan kemuliaan-Nya dalam hati pelakunya. Mau tidak mau hal ini pasti terjadi. Sekiranya kemuliaan dan keagungan Allah terhunjam kokoh dalam hati seorang hamba, tentulah ia tidak akan berani melakukan kemaksiatan terhadapNya.
Cukuplah bagi pelaku maksiat hukuman berupa kelemahan pengagungan terhadap Allah, larangan-larangan-Nya, dan hak-Nya di dalam hatinya.
Keenambelas, maksiat mengeluarkan seorang hamba dari wilayah ihsan
Di antara dampak perbuatan dosa adalah mengeluarkan pelakunya dari wilayah ihsan,” serta mencegahnya untuk memperoleh ganjaran orang-orang yang melakukan kebaikan (muhsinin).
Sungguh, jika ihsan berinteraksi dengan hati, niscaya ia akan mencegah hati dari kemaksiatan. Tidaklah seseorang menyembah Allah seolah-olah ia melihat-Nya, melainkan karena hatinya dikuasai oleh dzikir, rasa cinta, takut, dan harap kepada-Nya, seakan-akan dia benar-benar menyaksikan-Nya. Hal ini menghalanginya dari keinginan bermaksiat, terlebih lagi mengerjakannya.
Di antara dampak maksiat adalah melemahkan, merintangi, menghentikan, atau memotong perjalanan hati menuju Allah dan negeri akhirat. Maksiat tidak membiarkan hati melangkah satu langkah pun menuju Allah, bahkan membuat pelakunya berpaling ke belakang. Dosa menghalangi seseorang dari berhubungan dengan-Nya. Menghentikannya dari melanjutkan perjalanannya menuju Allah, serta membalikkan keinginannya. Hati berjalan menuju Allah hanya dengan kekuatan. Oleh sebab itu, jika hati sakit karena dosa, maka kekuatan yang menopangnya melemah; dan jika seluruh kekuatan itu lenyap, maka hati pun terisolir dari Allah dengan suatu keterputusan yang sulit untuk diperbaiki.
Wallaahul musta’aan..
Dosa bisa mematikan hati, membuatnya sakit kronis, atau melemahkan kekuatannya. Kelemahan ini pasti akan berakhir pada delapan perkara yang Nabi berlindung darinya, yaitu gelisah, sedih, lemah, malas, pengecut, kikir, terlilit utang, dan diperas oleh orang lain.
Kedelapanbelas, maksiat menghilangkan nikmat dan mendatangkan azab.
Di antara dampak maksiat adalah menghilangkan nikmat dan mendatangkan adzab. Tidaklah suatu nikmat hilang dari seorang hamba, melainkan karena dosa. Tidaklah juga adzab menimpanya, melainkan disebabkan dosa. Tidaklah pula bencana diangkat darinya, melainkan karena taubat.
‘Ali bin Abi Thalib berkata: “Tidaklah turun adzab, melainkan karena dosa dan tidaklah diangkat bencana, melainkan karena taubat.”
Allah berfirman:
وَمَا أَصَبَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا عَن
“Apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy-Syuura: 30)
وذلك بأن الله لم يك مُغيرا يعمةُ العَمَهَا عَلَى قَوْمٍ حَتَّى يغيروا ما
“Yang demikian (siksaan) itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan mengubah suatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada sesuatu kaum, hingga kaum itu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Al-Anfaal: 53)
Allah mengabarkan bahwa Dia tidak mengubah nikmat-Nya yang telah diberikan kepada seseorang sampai orang itu mengubah apa yang ada di dalam dirinya sendiri. Sehingga, hamba tersebut mengubah ketaatannya kepada Allah menjadi maksiat kepada-Nya dan syukur kepada Allah menjadi kufur kepada-Nya, serta mengubah penyebab keridhaan-Nya menjadi kemurkaan-Nya. Jika dia mengubah semua itu, Allah pun akan mengubah kondisinya, sebagai balasan yang setimpal. Sesungguhnya Rabbmu tidak pernah menzhalimi para hamba-Nya.
Jika hamba tadi mengubah kemaksiatan menjadi ketaatan kepada-Nya, niscaya Allah akan mengubah hukuman menjadi kesejahteraan, serta kehinaan menjadi kemuliaan.
Allah ta’ala berfirman:
إن الله لا يُغيرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ سُوءاً فَلَا مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُم مِّن دُونِهِ، مِن وَالٍ
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tidak ada yang menolaknya; dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (QS. Ar-Ra’d: 11)
Kesembilanbelas, maksiat memalingkan hati dari istiqamah.
Di antara dampak maksiat adalah memalingkan hati dari ke- sehatan dan keistiqamahannya kepada penyakit serta penyimpangan. Akibatnya, hati tersebut menjadi sakit sehingga tidak mampu mengambil manfaat dari nutrisi-nutrisi yang mengandung kehidupan dan kebaikan- nya. Dampak dosa terhadap hati adalah seperti dampak penyakit pada tubuh. Bahkan, dosa merupakan penyakit dan racun hati yang tidak ada obat penawarnya, melainkan dengan meninggalkan kemaksiatan.
Orang-orang yang berjalan menuju Allah telah sepakat bahwa hati tidak akan memperoleh segala keinginannya hingga ia sampai kepada tuannya. Hati tidak akan sampai kepada tuannya, kecuali ia sehat dan selamat. Ia tidak akan sehat dan selamat kecuali penyakitnya berubah menjadi penawarnya. Hal ini tidak akan terealisasi, kecuali hati tersebut menyelisihi hawa nafsunya. Hawa nafsu itu adalah penyakitnya, sedang- kan penawarnya adalah dengan menyelisihinya. Jika penyakit tersebut semakin kronis, maka penyakit tadi membunuh hati, atau hampir membunuhnya.
Semoga Allah menyelamatkan kita dari gelapnya dosa di dunia dan akhirat.
***
Referensi:
Al-Badr, Abdurazzaq bin Abdulmuhsin, (1444H). Ahadits Ishlah Al-Qulub, Dar Imam Muslim, Madinah, Saudi Arabia.
Ahmad Anshori
Copyright RemajaislamCom